kabarnanggroe.com, Baqi’ bin Makhlad, seorang murid Imam Ahmad Bin Hanbal, layak menjadi teladan bagi para pencari ilmu. Ketika berusia 20 tahun, ia melakukan perjalanan dari Andalusia menuju Baghdad dengan berjalan kaki demi mencari ilmu.
Ia rela menempuh perjalanan yang begitu panjang, melewati padang pasir, melintasi lautan, dan mendaki pegunungan. Upaya itu dilakukan Baqi’ bin Makhlad untuk belajar hadis pada ulama terkemuka bernama Imam Ahmad bin Hambal. Di tengah perjalanan ke Kota Baghdad, ia mendengar kabar bahwa Imam Ahmad bin Hanbal sedang menghadapi ujian.
Saat itu, Imam Ahmad bin Hanbal berkukuh pada pendapatnya bahwa Alquran bukanlah makhluk. Akibatnya, penguasa melarang sang imam untuk mengajar atau membuka majelis ilmu. Ia dipenjara di rumahnya. Mengetahui hal itu, Baqi pun bersedih. Namun, langkahnya untuk berguru pada sang imam tak berhenti.
Ia tetap melanjutkan perjalanan ke Baghdad. Setibanya di ibu kota Dinasti Abbasiyah, Baqi’ meletakkan perbekalannya dan pergi menuju Masjid Agung. Ia lalu pergi mencari rumah Imam Ahmad bin Hanbal. Ia kemudian mengetuk pintu dan mengucap salam dan Imam Ahmad pun menjawab salam serta membuka intu.
“Aku adalah orang yang asing di negeri ini dan ingin mencari ilmu, tidaklah aku melakukan perjalanan mencari ilmu ini kecuali kepadamu,” ujar Baqi’. Imam Ahmad lalu bertanya, “Dari manakah asalmu?”
“Dari Barat jauh. Aku mangarungi lautan untuk menuju ke sini,” jawab Baqi. Sang imam lalu berkata, “Tempat tinggalmu jauh sekali, dan sebetulnya aku ingin membantumu, tetapi aku sedang dalam tahanan rumah dan tidak boleh mengajarkan sesuatu.”
“Wahai Abu Abdillah (kunyah Imam Ahmad)… aku adalah orang yang asing, tidak ada satupun dari orang Baghdad yang mengenaliku. Jika engkau mau aku akan datang kepadamu setiap hari sebagai seorang pengemis kemudian aku ketuk pintu rumahmu aku meminta sedekah, kemudian engkau membacakan kepadaku walaupun satu hadis dalam sehari,” ucap Baqi.
“Baiklah…,” ujar Imam Ahmad bin Hanbal. “Engkau boleh seperti itu tetapi dengan syarat tidak menceritakannya kepada para pencari hadis yang lain karena nanti mereka akan iri kepadamu.”
Kisah di atas memberi pesan pada kita bahwa sejauh apa pun jarak akan ditempuh oleh orang-orang yang haus akan ilmu dan kebenaran. Orang terdahulu lebih baik keluar dari tempat tinggal untuk hijrah dari kondisi kebodohan. Mencari ilmu atau belajar adalah proses yang harus dilakukan terus-menerus meskipun kita tidak lagi berada di lingkungan sekolah atau universitas.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR Muslim). Ilmu begitu penting dalam kehidupan umat manusia yang hendak mempertebal keimanan. Karena, ilmu dan keimanan laiknya dua sisi mata uang logam yang tidak terpisahkan. Tanpa ilmu pengetahuan, keimanan kita bakal keropos. Sedangkan, tanpa keimanan, ilmu kita laksana kapal terbang tak berpilot, dapat mencelakakan para penumpang.
Itulah mengapa Allah SWT memerintahkan kita untuk selalu berlapang-lapang dalam majelis keilmuan (QS al-Mujaadilah [58]: 11). Di dalam Islam, belajar harus terus-menerus dilakukan tanpa mengenal usia, waktu, dan kesempatan.
Karena itu, ketika prinsip belajar sepanjang hidup tidak kita tanamkan dalam keyakinan, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menahan ilmu dari manusia dengan cara merenggutnya. Tetapi, dengan mewafatkan para ulama cendekia sehingga tidak lagi tersisa seorang alim. Dengan demikian, orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin yang dungu lalu ditanya dan dia memberi fatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan,” (HR Mutafaq’alaih). Wallahu a’lam. (Republika.co.id)