kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Dalam upaya menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak di Kota Banda Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Banda Aceh bersama Unicef menggelar pertemuan koordinasi membangun mekanisme lingkungan aman dan ramah anak berbasis masyarakat di Hotel Seventeen, Banda Aceh, Kamis (29/9/2022).
Pj Wali Kota Banda Aceh, H.Bakri Siddiq, SE, MSi yang diwakili Asisten III Bidang Pemerintahan Keistimewaan dan Kesejahteraan Rakyat, Bachtiar, SSos mengatakan, pertemuan tersebut merupakan langka tegas Pemko Banda Aceh membangun lingkungan aman untuk anak di Kota Banda Aceh.
“Pemko Banda Aceh komit menghapuskan bentuk kekerasan terhadap anak dan perempuan, hal ini menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam meminimalisir kekerasan terhadap anak dan perempuan,” katanya.
Menurutnya, berdasarkan data yang tercatat di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kota Banda Aceh dalam kurun waktu lima tahun, dimulai pada tahun 2018 hingga tahun 2022 terdapat 656 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Banda Aceh, dimana kasus tertinggi didominasi dalam lingkup domestik dan lainnya terjadi di ranah publik.
“Nah, ini yang menjadi dasar kita terus melakukan kerja sama dengan lintas sektor termasuk dengan perangkat gampong, karena kebanyakan kasus terjadi itu dari orang terdekat, jadi, inilah perlunya keterlibatan perangkat gampong dan warga,” terangnya.
Ia mengatakan, Pemko Banda Aceh tidak bisa berjalan sendirian dalam mengatasi hal tersebut, maka untuk meningkatkan pelayanan perlu dukungan dari berbagai pihak termasuk warga Kota Banda Aceh agar upaya pencegahan dan penanganan terhadap kasus kekeasan kepada perempuan dan anak dapat teratasi secara optimal.
“Rapat dan kerja sama yang dibangun hari ini merupakan langkah besar mewujudkan lingkungan aman dan ramah anak,” ungkapnya.
Bachtiar juga menjelaskan, partisipasi masyarakat khususnya perempuan di komunitas yang ada di Banda Aceh menjadikan layanan penanganan dan pencegahan kekerasan leboh maksimal dan memudahkan korban mendapatkan keadilan.
“Kerja sama lintas sektor yang ditunjang dengan partisipasi aktif perempuan tentu akan memudahkan penanganan dan pencegahan, karena korban adalah perempuan dan anak maka perempuan juga harus aktif mengkampanyekan stop kekerasan, dukungan komunitas perempuan akan mengoptimalkan layanan bagi korban mendapatkan perlindungan dan keadilan,” tutur Bachtiar.
Ia berharap, pertemuan tersebut dapat melahirkan konsep awal dan rekomendasi tindak lanjut pelaksanaan dan pengembangan mekanisme lingkungan aman dan ramah bagi perempuan dan anak.
“Mudah-mudahan dari pertemuan ini lahir konsep model lingkungan aman dan ramah anak yang menjadi contoh bagi daerah lain, dimana kita ingin setiap gampong di Banda Aceh dapat menjadi tempat tumbuh dan berkembang yang layak bagi anak-anak dan perempuan yang jauh dari masalah kesehatan dan sosial,” terang Bachtiar.
Sementara itu, Kepala DP3AP2KB, Cut Azharida, SH, menambahkan pada pertemuan lintas sektor itu turut hadir Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Banda Aceh, Weri, SE, MA yang mengisi materi tentang perencanaan bagaimana menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak dan perempuan.
“Sedangkan kita dari DP3AP2KB fokus pada bagaimana penyelenggaraan gampong yang layak anak, jadi, kita bekerja sesuai tugas pokok masing-masing dan saling mengisi,” tutup Cut Azharida. (Muiz)