BMKG Uji Sirine Peringatan Dini Tsunami Setiap Bulan Tanggal 26

Peta Megathrust Ancam RI. FOTO/DOK. BMKG)

Kabarnanggroe.com, Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus melakukan ujicoba atau tes peringatan dini tsunami setiap bulan pada tanggal 26. Dari serangkaian tes, ada yang masih hidup dan ada yang tidak berfungsi lagi.

Peringatan dini itu diujicoba terkait potensi gempa megathrust di Indonesia yang telah ramai diperbincangkan masyarakat. Kabar ini muncul setelah gempa dahsyat berkekuatan 7,1 Skala Richter (SR) terjadi di Pulai Kyushu, Jepang pada 8 Agustus 2024 lalu.

Terkait hal ini, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono pun memperingatkan gempa dari dua zona megathrust, yakni Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut, tinggal tunggu waktu.

Alasannya, dua zona itu sudah lama tak mengalami gempa atau ada seismic gap, yakni lebih dari dua abad. Biasanya, gempa besar punya siklusnya sendiri dalam rentang hingga ratusan tahun. Namun BMKG sendiri belum dapat memastikan kapan bencana alam itu akan terjadi.
Seperti diketahui, gempa disusul tsunami dahsyat terjadi pada 26 Desember 2004 yang menghancurkan  Kota Banda Aceh, Aceh Besar dan sejumlah kabupaten lainnya di Aceh seperti Aceh Jaya.

Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut pihaknya terus membicarakan isu ini agar masyarakat bersiap menghadapi efek dari megathrust di Indonesia.

“Sebetulnya isu megathrust itu bukan isu yang baru. Itu isu yg sudah sangat lama. Tapi kenapa BMKG dan beberapa pakar mengingatkan? Tujuannya adalah untuk ‘ayo, tidak hanya ngomong aja, segera mitigasi (tindakan mengurangi dampak bencana),” ujar Dwikorita, dikutip dari CNN Indonesia, Minggu (25/8/2024).

“Jadi tujuannya ke sana; mitigasi dan edukasi, persiapan, kesiapsiagaan,” imbuh dia. Dwikorita melanjutkan pihaknya sudah melakukan berbagai langkah antisipasi megathrust. Pertama, menempatkan sensor-sensor sistem peringatan dini tsunami InaTEWS menghadap ke zona-zona megathrust.

“InaTEWS itu sengaja dipasang untuk menghadap ke arah megathrust. Aslinya tuh di BMKG hadir untuk menghadapi, memitigasi megathrust,” jelasnya. Kedua, edukasi masyarakat lokal dan internasional. Salah satu bentuk nyatanya adalah mendampingi pemerintah daerah (pemda) buat menyiapkan berbagai infrastruktur mitigasi, seperti jalur evakuasi, sistem peringatan dini, hingga shelter tsunami.

Selain itu, bergabung dengan Indian Ocean Tsunami Information Center, yang juga berkantor di kompleks BMKG. Komunitas ini bertujuan buat mengedukasi 25 negara di Samudra Hindia dalam menghadapi gempa dan tsunami.

“Kami edukasi publik bagaimana menyiapkan masyarakat dan pemda sebelum terjadi gempa dengan kekuatan tinggi yang menyebabkan tsunami,” kata dia. Ketiga, mengecek secara berkala sistem peringatan dini yang sudah dihibahkan ke pemda.

“Sirine peringatan tsunami harusnya tanggung jawab pemerintah daerah, hibah dari BNPB, hibah dari BMKG, tapi pemeliharaan dari pemerintah daerah, kan otonomi daerah. Ternyata sirine selalu kita tes tanggal 26 tiap bulan, kebanyakan bunyi tapi yang macet ada,” katanya.

Keempat, menyebarluaskan peringatan dini bencana. Menurut Dwi, jika masyarakat harus siap, berarti harus ada penyebarluasan informasi. “Kami dibantu Kominfo,” pungkasnya.(Muh/*)