Berngi Mekacar, Tradisi Khitan Sarat Makna di Kluet, Aceh Selatan

Dua anak di Kluet Timur, Aceh Selatan, sedang menjalani prosesi Berngi Mekacar (Malam Inai), yaitu pemakaian inai (kacar) sebelum disunat. (FOTO: Ist)

Kabarnanggroe.com, Tapaktuan – Tradisi khitan atau sunat rasul di Kecamatan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan, menyimpan kekayaan budaya yang unik dan sarat makna. Satu bagian penting dari rangkaian tradisi tersebut adalah “Berngi Mekacar”, atau malam inai, yang menjadi simbol penghormatan terhadap adat istiadat suku Kluet.

Acara khitan di wilayah ini tidak hanya menjadi agenda keluarga semata, namun juga melibatkan tokoh adat dan pemangku hukum gampong. Setiap tahapan, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan, harus mendapat restu dari pimpinan adat sebagai bentuk penghargaan terhadap nilai-nilai warisan leluhur.

Bukan tanpa alasan persetujuan adat menjadi hal penting—bukan karena adanya potensi konflik, melainkan demi menjaga kelestarian tata cara dan kebiasaan masyarakat yang telah diwariskan turun-temurun.

Tradisi Berngi Mekacar umumnya digelar malam sebelum hari utama pelaksanaan khitan. Dalam prosesi ini, anak yang akan disunat akan dipakaikan inai (pacar) di kuku, telapak tangan, jari kaki, dan telapak kaki.

Proses persiapan dimulai sejak sore hari. Para nenek, ibu-ibu, dan gadis muda bergotong royong menumbuk daun inai hingga halus. Setelah Isya, inai tersebut dipakaikan dengan pola khas—biasanya berupa motif silang—di tangan dan kaki.

Namun Berngi Mekacar bukan sekadar seremoni memakai inai. Malam itu juga menjadi momentum permohonan restu dari keluarga besar dan kerabat. Di sinilah nilai kekeluargaan, kebersamaan, dan ketaatan terhadap adat ditunjukkan dengan sangat kuat.

Satu momen yang tak kalah menarik dalam Berngi Mekacar adalah ketika nenek dari anak yang akan disunat mengajukan permintaan kepada para paman atau om-nya. Inai (kacar) baru akan dipakaikan jika permintaan sang nenek dipenuhi. Tradisi ini dibumbui suasana riang penuh canda, yang sekaligus mempererat hubungan keluarga.

Di tengah gempuran modernisasi, Berngi Mekacar menjadi bukti bahwa masyarakat Kluet tetap menjaga identitas budayanya. Tradisi ini bukan hanya sekadar ritual, melainkan cerminan nilai luhur masyarakat yang patut dijaga dan diwariskan ke generasi berikutnya.

Tradisi lokal seperti ini adalah warisan yang memperkaya mozaik kebudayaan Nusantara. (**)