DEMA UIN Banda Aceh Gelar FGD: Membongkar Radikalisme Dan Upaya Pencegahan

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Banda Aceh menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Optimisme Keberlanjutan Penanggulangan Radikalisme sebagai Wujud Perdamaian Bangsa.” Diskusi yang di gelar, Selasa, 4 Februari 2025 ini bertujuan untuk membahas fenomena radikalisme secara mendalam, mencakup ancaman terhadap keutuhan sosial, pola rekrutmen kelompok radikal, serta langkah-langkah pencegahan dan deradikalisasi yang efektif.

Acara ini menghadirkan para pakar di bidangnya, di antaranya Khalid Mudatstsir (Ketua IKAT Aceh), Dr. Mukhlisuddin Ilyas (Mantan Ketua FKPT Aceh), dan Prof. Kamaruzzaman (Dekan Fakultas Syariah & Hukum UIN Ar-Raniry). Dalam diskusi, mereka menggarisbawahi bahwa radikalisme bukan hanya ancaman bagi keamanan nasional, tetapi juga bagi kehidupan akademik dan kebebasan berpikir mahasiswa. Radikalisme dapat menyusup ke berbagai elemen masyarakat, termasuk akademisi dan pejabat, dengan memanfaatkan teknologi dan media sosial sebagai alat penyebaran propaganda.

Khalid Mudatstsir menyoroti bahwa kelompok radikal sering berlindung di balik ajaran agama, meskipun pada dasarnya agama mengajarkan kedamaian dan kasih sayang. Ia menegaskan bahwa mahasiswa adalah kelompok yang rentan karena masih dalam tahap pencarian jati diri. “Radikalisme telah ada sejak zaman Rasulullah, dengan kelompok tertentu yang menyalahgunakan agama demi kepentingan politik. Pemahaman agama yang sempit dan belajar secara otodidak sering kali menjadi penyebab utama seseorang terjerumus dalam radikalisme,” ujarnya.

Sementara itu, Dr. Mukhlisuddin Ilyas menekankan bahwa radikalisme dapat mempengaruhi siapa saja, termasuk akademisi dan pejabat. “Perempuan, anak-anak, dan mahasiswa adalah kelompok yang paling rentan direkrut oleh jaringan radikal. Media sosial kini menjadi alat utama bagi kelompok radikal untuk menyebarkan propaganda mereka,” jelasnya. Ia juga menekankan bahwa intoleransi adalah pintu masuk utama menuju radikalisasi, sehingga penguatan sikap toleransi harus menjadi prioritas.

Prof. Kamaruzzaman menguraikan bahwa jaringan radikalisme di Indonesia memiliki sejarah panjang, termasuk keterlibatan alumni Arab-Afghan yang menjadi pelaku aksi teror. “Metode rekrutmen kelompok radikal telah bergeser dari perekrutan fisik ke digital.” katanya. Ia juga mengungkapkan bahwa Aceh pernah diprediksi menjadi basis utama gerakan radikal di Asia Tenggara, sehingga perlu perhatian khusus untuk menangkal pengaruh tersebut.

Menurut para pembicara, strategi pencegahan radikalisme harus dimulai dari pendidikan yang menanamkan nilai-nilai toleransi dan keberagaman. Selain itu, pentingnya membangun lingkungan yang sehat, baik di lingkungan akademik maupun sosial, untuk menghindari individu dari pengaruh kelompok radikal. Deradikalisasi juga harus dilakukan secara sistematis, melibatkan para ulama, komunitas, serta dukungan dari pemerintah agar individu yang telah terpapar dapat kembali ke jalur moderat.

Habibie selaku Presiden Mahasiswa UIN menyatakan bahwa diskusi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran mahasiswa tentang bahaya radikalisme dan pentingnya berpikir kritis dalam menyaring informasi. “Kami ingin mahasiswa tidak hanya memahami bahaya radikalisme, tetapi juga memiliki peran aktif dalam mencegah penyebaran ideologi radikal di lingkungan akademik dan sosial,” tutupnya.(Cek Man/Farial)