Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Imigrasi Kelas I TPI Banda Aceh mengamankan dua warga negara asing (WNA) yang diduga melakukan pelanggaran keimigrasian di wilayah kerja mereka. Kedua WNA tersebut berasal dari Pakistan dan Malaysia. Ironisnya, salah satu dari mereka bahkan memiliki KTP Indonesia meskipun masuk ke tanah air secara ilegal. Kasus ini menjadi sorotan serius pihak Imigrasi dan instansi terkait lainnya.
Kepala Kantor Imigrasi Banda Aceh, Gindo Ginting, menjelaskan bahwa salah satu WNA berinisial MA (57) merupakan warga negara Pakistan yang masuk ke Indonesia secara ilegal dari Malaysia melalui Tanjung Pinang pada tahun 2024.
“Yang bersangkutan kemudian melanjutkan perjalanannya ke Jakarta, Pontianak, hingga ke wilayah perbatasan Kalimantan seperti Putussibau dan Sintang. Pada Maret 2025, MA tercatat berjualan lukisan kaligrafi di Lampung dan Palembang, dan sejak April 2025 telah berada di Banda Aceh,” ungkap Gindo dalam konferensi pers di Aula Kantor Imigrasi Banda Aceh, Selasa (24/6/2025).
MA diduga melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, antara lain Pasal 113, Pasal 119, dan Pasal 122, yang ancaman hukumannya maksimal lima tahun penjara. Ia diketahui fasih berbahasa Indonesia dan mengaku berdomisili di Banda Aceh dengan status sebagai penghuni kos.
“MA baru diamankan sepekan lalu dan saat ini proses hukum terhadapnya sedang berjalan. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) telah dikeluarkan sesuai prosedur dan kasusnya masih dalam tahap penyelidikan,” ujar Gindo Ginting.

Sementara itu, WNA kedua berinisial MK, asal Malaysia, masuk ke Indonesia melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Dumai pada Maret 2020. Sejak saat itu ia menetap di Aceh, khususnya di kawasan Daya, Aceh Besar, dan pada 2023 menikah dengan warga negara Indonesia asal Aceh. Namun, MK diketahui telah overstay dan melanggar Pasal 78 ayat 6 Undang-Undang Keimigrasian.
“Terhadap MK akan dilakukan deportasi dalam beberapa hari ke depan. Barang bukti berupa paspor Malaysia telah diamankan,” tambah Gindo.
Dalam kegiatan tersebut, perwakilan dari Kodam Iskandar Muda, Ajie menyampaikan apresiasi atas langkah tegas Imigrasi Banda Aceh dalam mengawasi keberadaan orang asing.
“Kami dari Kodam IM juga menjalankan fungsi pengawasan terhadap keberadaan orang asing dari sisi pertahanan. Kita harus waspada karena bisa saja ada potensi ancaman terhadap kedaulatan dan ideologi negara,” ungkapnya.

Selain itu, Kabid Wasdakim Kanwil Direktorat Jenderal Imigrasi Aceh, Misri, juga menyampaikan apresiasi terhadap langkah Imigrasi Banda Aceh. Ia berharap penegakan hukum seperti ini dapat menjadi barometer bagi satuan kerja (satker) lainnya.
“Pengawasan dan penegakan hukum keimigrasian akan terus ditingkatkan di Aceh. Ini adalah bagian dari menjaga kedaulatan negara,” tegas Misri.
Konferensi pers tersebut yang turut dihadiri oleh Satgas BAIS TNI Hendra, serta Kasi Inteldakim Adi serta para insan pers tersebut turut menghadirkan kedua WNA dan diperlihatkan berbagai barang bukti yang diperoleh dari kedua WNA.(Wahyu).