Daerah  

MPD Minta DPRK Pidie Segera Panggil Pansel KIP Dugaan Pelanggaran Qanun

Perwakilan Masyarakat Pidie, Muharammsyah didampingi sejumlah tokoh menyampaikan aspirasi masyarakat terkait polemik dalam proses seleksi calon komisioner KIP Pidie ke Komisi I DPRK Pidie, kemarin. FOTO/ DOK MPD

Kabarnanggroe.com, Sigli – Masyarakat Peduli Demokrasi (MPD) meminta segera memanggil Pansel KIP Pidie, guna untuk meminta penjelasan dan didengar klarifikasi kembali dugaan sudah melanggar aturan dan kewenangan, Kamis (13/7/2023).

Desakan pemanggilan itu diminta kepada Pimpinan dan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten,(DPRK), Pidie sehubungan dengan berita acara hasil rapat pleno Panitia Seleksi (Pansel), Komisi Independen Pemilihan, (KIP) setempat.

Dalam undang-undangan, disebutkan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemilu di Aceh, terdapat beberapa aspek penting terkait dengan tugas dan fungsi Pansel KIP dalam melaksanakan ketentuan.

Sementara tentang penetapan dan pernyataan peserta nomor 001/Pansel/KIP/Pidie/2023 atas nama Sry Wahyuzha lulus seleksi dan dapat mengisi quota 30 orang yang telah lulus sebelumnya, dengan alasan pemenuhan Quota 30 orang peserta.

Dengan adanya berita acara rapat pleno pada tanggal 5 Juli 2023, Pansel secara sadar mengabaikan ketentuan pada Pasal 15 ayat (4) pada Huruf f yang memerintahkan Pansel untuk meluluskan paling banyak 30 orang dalam seleksi ujian tulis Balon Anggota KIP Periode 2023-2028.

Kemuadian Pasal 15 Ayat 4 Huruf e dan f memerintahkan Pansel untuk melakukan seleksi tertulis untuk menjaring 86 orang menjadi paling banyak 30 orang dan diumumkan di media, sementara hasil dan alasan berita acara rapat pleno itu dibuat oleh Pansel bukan berdasarkan seleksi ujian tulis dan tidak pernah diumumkan di media, demi hukum Komisi I patut mencabut atau memerintahkan Pansel mencabut berita acara tersebut.

Muharamsyah mengatakan, alasan Pansel tentang Pemenuhan Quota paling banyak 30 orang sehingga meluluskan kembali atas nama Sri Wahyuzha yang sebelumnya telah gagal dalam ujian tulis, ini dengan alasan tidak mendasar. Paling banyak 30 orang harus difahami secara yuridis merupakan batas maksimal (Ambang Batas) jumlah kelulusan ujian tulis.

“Namun ambang batas tidak boleh difahami sebagai Quota karena jumlah quota yang diberikan tertentu yang sifatnya Pasti, tidak ada Paling banyak maupun Paling Sedikit,” kata Muharamsyah.

Selanjutnya Muharamsyah, menjelaskan, sedangkan ambang batas memiliki makna tidak boleh lebih tapi boleh kurang. Sehingga patut demi hukum Komisi I memerintahkan Pansel untuk mencabut berita acara rapat pleno tersebut karena bertentangan dengan ketentuan Huruf f Ayat 4 Pasal 15 tersebut.

“Pansel KIP lembaga Adhock yang bertugas melakukan penyaringan dan penjaringan sesuai ketentuan Qanun penyaringan dan penjaringan dilakukan dengan beberapa tahapan seleksi. Pansel diperintahkan oleh Qanun untuk mengumumkan setiap hasil tahapan seleksi di media,” ucapnya.

Kemudian alur ini membuktikan bahwa Pansel bekerja tidak mundur ke belakang tetapi maju ke depan, sehingga setiap substansi penetapan yang diumumkannya adalah final dan mengikat, tidak boleh dirubah, kecuali sifatnya teknis, Komisi I DPRK Pidie harus memanggil dan meminta penjelasan PANSEL KIP Pidie di dalam forum yang terbuka untuk umum.

Sedangkan Pansel KIP Pidie dibentuk oleh Komisi I DPRK Pidie karena amanah Qanun, maka Pansel dalan melaksanakan tupoksinya harus berdasarkan Qanun berlaku, bahkan Pansel harus melaksanakan apa yang tertulis dalam Qanun tersebut.

“Pansel dilarang melaksanakan apa yang tidak diperintahkan dalam Qanun namun harus meluluskan kembali orang yang tidak lulus ujian tulis dengan alasan pemenuhan quota, ini jelas pelanggaran yang dilakukan Pansel,” ujar Muharamsyah.

Ia minta kepada Komisi I DPRK Pidie, harus segera memanggil Pansel KIP untuk pengawasan dan bentuk pertanggung jawab kepada rakyat atas apa yang telah dipilih dan dibentuk, bahkan tidak peduli dengan upaya-upaya politik kekuasaan yang coba dimainkan oleh beberapa oknum dengan tujuan meluluskan, dan mempertahankan, hingga menetapkan orang sebagai bahagian dari penyelenggara pemilu untuk memenangkan kelompoknya, karena bagi kami itu adalah perilaku busuk. “Kami peduli bagaimana setiap penyelenggara Negara baik,” pungkasnya.(Hrs)