BSI Aceh Dapat Rp 10 Triliun, BAS Nihil dari Total Rp 200 Triliun

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI. FOTO/CNBC

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan Bank Syariah Indonesia (BSI) mendapat alokasi Rp 10 triliun dari total Rp 200 triliun dana pemerintah yang dialirkan ke perbankan.

Sebaliknya, Bank Aceh Syariah (BAS) tidak mendapat alokasi dana dari pemerintah. Padahal, sebelumnya Menkeu menyebut ada dua bank syariah, ternyata hanya satu saja, BSI.

“Size banknya, dan kenapa BSI ikut karena dia satu-satunya bank yang punya akses ke Aceh, supaya dananya bisa juga dimanfaatkan di Aceh sana,” kata Purbaya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (12/9/2025).

Pemerintah menyalurkan Rp 200 triliun dari saldo anggaran lebih (SAL) di Bank Indonesia kepada lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Alokasi terbesar masing-masing Rp 55 triliun diterima Bank Mandiri, BRI, dan BNI. Sementara BTN mendapat Rp 25 triliun dan BSI Rp 10 triliun.

Purbaya menegaskan dana itu masuk ke sistem perbankan per hari ini. “Mungkin banknya habis itu bingung berpikir menyalurkannya ke mana. Pasti pelan-pelan akan di kredit sehingga ekonominya bisa bergerak,” ujarnya.

Dalam Bentuk Deposito On Call Penempatan dana dilakukan dalam bentuk Deposito On Call konvensional maupun syariah tanpa mekanisme lelang. Tidak ada pengaturan tenor penyaluran kredit.

“Uang pemerintah biasanya ditaruh di Bank Indonesia, yang perbankan tidak bisa akses. Kalau kita pindahkan sebagian, pemerintah nggak bisa belanja pun, perbankan bisa akses dan ekonomi bisa jalan. Jadi nggak harus ada tenor, bisa diambil kapan pun karena On Call,” kata Purbaya.

Dalam beleid yang tertuang pada KMK Nomor 276 Tahun 2025, tingkat bunga atau imbal hasil ditetapkan sebesar 80,476% dari BI Rate. Dengan BI Rate saat ini di level 5%, maka bunga yang dibebankan bank sekitar 4%.

Purbaya menegaskan dana tersebut tidak boleh digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN), melainkan harus disalurkan ke sektor riil.

Ia juga tidak menetapkan mekanisme pengawasan khusus. Namun ia yakin perbankan akan menyalurkan kredit karena ada biaya modal atau cost of capital  yang harus ditanggung.

“Kalau bank nggak pakai, dia rugi sendiri karena ada cost sekitar 4%. Mereka pasti akan berpikir keras untuk menyalurkan dana itu,” ujarnya.

Ia optimistis suntikan likuiditas Rp 200 triliun dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Dengan hanya dua bank beroperasi di Aceh, BSI dan BAS, maka BSI harus lebih terbuka dalam menyalurkan kredit untuk Aceh.

Dana segar Rp 10 triliun ini, jika disalurkan ke sektor usaha, bukan konsumtif, maka perekonomian Aceh akan berdenyut lagi.

Kita tunggu saja pengumuman resmi dari BSI Aceh, gebrakan apa saja yang akan diprioritaskan untuk masyarakat paling barat Indonesia ini.(Muh/*)