Dalam Kenangan “Bang Mi”; Sahabat yang Pergi dalam Pelukan Amanah

*Catatan Ahmad Yani, Kabag TU Kanwil Kemenag Aceh

Kabarnanggroe.com, Pagi tadi ia masih terlihat sehat seperti biasa. Dengan senyum ramah, ia menyapa dan bertanya kabar, lalu berbincang santai setelah kami tiba di Asrama Haji, menjemput jemaah dari Bandara SIM.

Tak ada tanda bahwa itu adalah pertemuan terakhir kami. Hanya berselang beberapa jam setelahnya, sosok bersahaja itu berpulang untuk selamanya.

Sungguh, langkah, rezeki, jodoh, dan maut adalah rahasia Ilahi. Kepergiannya begitu mengejutkan dan meninggalkan duka yang dalam. Ia adalah Juhaimi Bakri, yang kami panggil penuh kasih “Bang Mi”, meskipun usianya lebih muda dari saya. Ia wafat dalam keadaan mulia, saat menjalankan amanah suci, menyambut tamu-tamu Allah di Asrama Haji Banda Aceh.

Kepergiannya bukan hanya kehilangan bagi keluarga dan rekan kerja, tetapi juga bagi siapa pun yang pernah mengenalnya. Sosok yang sederhana, tulus, dan senantiasa memberi makna dalam diamnya.

Hari ini, namanya menggema di mana-mana. Sejak pagi, hampir semua status WhatsApp teman-teman saya dihiasi kabar duka dan doa haru. Potongan kenangan, foto, dan kata-kata perpisahan berseliweran di layar ponsel. Seolah dunia maya menjadi ruang takziah bersama, tempat semua kenangan tentang Bang Mi bermuara, menjadi saksi betapa dalam jejak kebaikannya di hati banyak orang.

Bagi saya, ia lebih dari sekadar rekan kerja. Ia adalah sahabat sejati, yang hadir dalam banyak ruang, teman diskusi, teman kerja, bahkan teman dalam diam saat semuanya terasa berat. Kami bersahabat jauh sebelum jabatan mempertemukan kami. Kami sering berbagi pandangan hidup, saling menguatkan saat terpuruk, dan menertawakan hal-hal kecil yang hari ini terasa begitu berharga, karena kini semuanya tinggal kenangan.

Mungkin kedekatan kami tidak banyak diketahui orang. Tapi di balik tumpukan berkas dan jadwal rapat, kami kerap meluangkan waktu untuk berbincang dari hati ke hati. Membahas layanan terbaik bagi jemaah haji, berbagi cerita tentang keluarga, dan merancang ide-ide kecil yang lahir dari ketulusan.

Beberapa bulan terakhir, hampir setiap hari kami bertemu. Banyak urusan haji yang terselesaikan berkat pikiran jernih dan informasi tepat darinya. Mulai dari persiapan keberangkatan, teknis pemulangan, hingga hal-hal yang luput dari perhatian banyak orang, Bang Mi hadir dengan totalitas.

Ia bukan tipe yang bekerja demi pujian atau popularitas. Ia bekerja karena ia mencintai tugasnya, karena ia paham betapa besar amanah yang diemban. Tak pernah saya melihatnya setengah hati. Dalam diskusi apa pun tentang  layanan, manajemen, atau urusan teknis, ia selalu tampil dengan semangat utuh. Baginya, setiap tugas adalah bentuk ibadah.

Bang Mi adalah pribadi yang hangat, bertanggung jawab, sabar, dan rendah hati. Ia tahu kapan harus serius, dan kapan harus memberi ruang untuk tawa yang menyegarkan. Banyak momen kecil yang kini begitu membekas: secangkir kopi di pojok aula asrama, obrolan ringan dengan penuh makna, dan canda yang menghapus lelah. Ia tidak hanya mendengar dengan telinga, tapi juga dengan jiwa.

Bang Mi, Selamat jalan, Sahabatku…

Bayanganmu masih begitu nyata. Langkah cepatmu di lorong-lorong Asrama Haji, menyapa semua orang dengan senyum tulus yang tak pernah dibuat-buat. Suara tawamu masih terdengar, mencairkan ketegangan di tengah padatnya tugas. Hangatnya genggaman tanganmu dan tatapan teduhmu saat melepas jemaah, penuh doa dan ketulusan, masih melekat dalam ingatan kami.

Engkau tak pernah mencari sorotan, tapi kehadiranmu selalu bermakna. Kata-katamu tak perlu lantang, namun selalu membekas. Kepergianmu meninggalkan kekosongan yang tak mudah tergantikan. Tapi kami yakin, Allah lebih mencintaimu. Dia telah memanggilmu dalam keadaan terbaik, saat kau tengah mengabdi, dalam tugas mulia yang penuh berkah.

Dalam senyap, kami kirimkan doa. Semoga setiap langkah baktimu menjadi cahaya penuntun di alam keabadian. Semoga Allah menyambutmu sebagai hamba yang husnul khatimah, dan menjadikan amalmu sebagai jalan menuju surga.

Kami akan selalu mengenangmu, bukan sekadar sebagai ASN Kanwil Kemenag Aceh, bukan hanya sebagai petugas haji, tapi sebagai sahabat sejati. Sosok yang tulus, ringan tangan, dan selalu menghadirkan kebaikan.

Terima kasih, Bang Mi.

Semoga segala kebaikanmu dibalas dengan kemuliaan yang tak bertepi. Semoga maqammu menjadi bagian dari taman surga.

Dan esok… entah siapa lagi yang akan memanggil saya “Bang Kabag” dengan nada khasmu itu.

Selamat jalan, Bang Mi…

Sebait doa dan Surah Al-Fatihah kami kirimkan dengan penuh cinta dan kerinduan.

Semoga kelak kita dipertemukan kembali di surga-Nya yang kekal, tempat di mana semua perpisahan berakhir, dan semua cinta disempurnakan…. Amin ya Rabbal ‘Alamin.[]