Ie Bu Peudah, Warisan Budaya Takbenda Khas Aceh Besar yang Kaya Manfaat

Kabid Kebudayaan Disdikbud Aceh Besar, Cut Jarita Susanti SPd memperlihatkan sertifikat pengakuan Ie Bu Peudah sebagai WBTB, beberapa waktu lalu. FOTO/ DOK DISDIKBUD ACEH BESAR

Kabarnanggroe.com, Kota Jantho – Ie Bu Peudah, bubur khas Aceh Besar yang terkenal dengan cita rasa unik dan aroma rempah yang khas, telah resmi diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI sejak tahun 2022. Makanan tradisional ini menjadi salah satu simbol kekayaan budaya kuliner Aceh Besar, terutama karena proses pembuatannya yang memanfaatkan 44 jenis dedaunan dan rempah-rempah hutan.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Aceh Besar, Bahrul Jamil SSos MSi menjelaskan, Ie Bu Peudah bukan sekadar makanan, tetapi juga merupakan warisan budaya yang sarat nilai tradisional. “Ie Bu Peudah tidak hanya memiliki cita rasa yang khas, tetapi juga mencerminkan kearifan lokal masyarakat Aceh Besar dalam memanfaatkan kekayaan alam untuk menghasilkan makanan yang bernilai tinggi, baik secara gizi maupun budaya,” ungkapnya, di Kota Jantho, Aceh Besar, Selasa (3/12/2024).

*Proses Pembuatan yang Unik dan Bernilai Tradisi

Ie Bu Peudah umumnya disajikan selama bulan Ramadan. Bubur ini dibuat dengan bahan utama beras, jagung, kacang hijau, dan berbagai rempah-rempah seperti lada, kunyit, lengkuas, serta bawang putih. Selain itu, bahan utama yang membuat Ie Bu Peudah berbeda adalah penggunaan 44 jenis daun dan rempah-rempah khas yang sebagian besar diperoleh dari hutan.

Bahrul Jamil yang akrab disapa BJ mengungkapkan, empat jenis daun yang menjadi rempah utama dalam Ie Bu Peudah memiliki keistimewaan tersendiri. “Ada daun tahe peuha (Leuconiyis eugenifolus), daun nekuet (Ligustrum glomeratum), daun teumpheung (Antidesma ghaesaembilla), dan daun saga (Abrus precatorius). Keempatnya sangat sulit ditemukan karena hanya tumbuh di area tertentu dalam hutan. Ini yang menjadikan Ie Bu Peudah istimewa dan bernilai tinggi,” paparnya.

Seorang warga mengaduk kanji Ie Bu Peudah sebagai takjil berbuka puasa di Aceh Besar, beberapa waktu lalu.
FOTO/ TRIBUNNEWS

Proses pembuatan Ie Bu Peudah membutuhkan kesabaran dan keterampilan tinggi. Selain bahan-bahan yang kompleks, rempah-rempah yang digunakan harus melalui tahap pengeringan sebelum diolah menjadi bumbu bubur. Bumbu yang telah dikeringkan ini bahkan dapat bertahan hingga dua tahun, menjadikan Ie Bu Peudah sebagai makanan yang memiliki daya simpan bahan baku yang lama.

*Cita Rasa yang Khas dan Khasiat Kesehatan

Ie Bu Peudah dikenal dengan teksturnya yang lembut serta rasa yang kaya, yaitu kombinasi antara pedas, asin, manis, dan gurih. Selain kelezatan rasanya, masyarakat Aceh meyakini bahwa Ie Bu Peudah memiliki manfaat kesehatan yang luar biasa. Kombinasi rempah-rempah alami di dalamnya dipercaya dapat meningkatkan stamina dan memberikan efek menyehatkan bagi tubuh.

“Ini bukan sekadar makanan. Ie Bu Peudah mengandung berbagai rempah yang memiliki khasiat untuk kesehatan. Orang tua kita dulu percaya bahwa bubur ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh, terutama ketika dikonsumsi selama Ramadan,” ucap BJ.

Selain itu, aroma unik dari Ie Bu Peudah berasal dari rempah-rempah yang jarang ditemukan di tempat lain. Proses pengolahannya yang mengutamakan bahan-bahan alami menjadikannya sebagai makanan tradisional yang tidak hanya lezat tetapi juga sehat.

Satu porsi Ie Bu Peudah siap saji. FOTO/ ATJEHWATCH

*Tantangan dan Upaya Pelestarian

Meski telah diakui sebagai WBTB, pelestarian Ie Bu Peudah menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah ketersediaan bahan baku utama yang semakin sulit ditemukan. Kabid Kebudayaan Disdikbud Aceh Besar, Cut Jarita Susanti SPd mengatakan, keberadaan daun tahe peuha, daun nekuet, daun teumpheung, dan daun saga semakin terbatas akibat deforestasi dan perubahan fungsi lahan hutan.

“Kami sedang berupaya untuk melestarikan keberadaan tumbuhan yang menjadi bahan utama Ie Bu Peudah ini. Salah satunya dengan mengadakan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan. Selain itu, kami juga mendorong penelitian untuk membudidayakan tumbuhan-tumbuhan ini agar tidak punah,” jelas Cut Jarita.

Pihak Disdikbud Aceh Besar juga berencana menjadikan Ie Bu Peudah sebagai bagian dari promosi pariwisata budaya di Aceh Besar. Menurut Bahrul Jamil, makanan khas ini dapat menjadi daya tarik wisata kuliner yang memperkenalkan kekayaan budaya Aceh ke dunia internasional.

“Kami akan terus mendorong Ie Bu Peudah untuk dikenal lebih luas. Selain menjadi simbol budaya, makanan ini juga dapat menjadi salah satu ikon kuliner Aceh Besar yang mendukung sektor pariwisata,” ungkapnya.

Sebagai warisan budaya yang kaya nilai, Ie Bu Peudah menjadi simbol kearifan lokal masyarakat Aceh Besar dalam memanfaatkan kekayaan alam untuk menciptakan makanan yang penuh manfaat. Pengakuan sebagai WBTB tidak hanya menjadi kebanggaan, tetapi juga tanggung jawab bersama untuk melestarikan makanan khas ini agar tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

“Ie Bu Peudah adalah bukti bahwa makanan tradisional kita tidak hanya soal rasa, tetapi juga kaya akan filosofi dan nilai budaya. Tugas kita bersama untuk menjaganya,” demikian demikian Cut Jarita.(WD)