FAH UIN Ar-Raniry Gelar Konferensi Internasional ADIA 2024, Bahas Humaniora dalam Era Digital

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh melaksanakan pertemuan Forum Dekan dan Asosiasi Dosen Ilmu-ilmu Adab (ADIA) se-Indonesia serta Konferensi Internasional Tahunan 2024.

Konferensi yang bertajuk “Penguatan Humaniora Digital dalam Peradaban Islam, Sastra, Budaya, dan Studi Perpustakaan” ini diselenggarakan pada 17-20 Mei 2024 di Hermes Palace Hotel Banda Aceh.

Konferensi ini dihadiri oleh tokoh akademisi, mahasiswa, dan praktisi dari Ilmu-ilmu Adab dan Humaniora di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di seluruh Indonesia.

Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Keuangan dan Perencanaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh Khairuddin yang mewakili Rektor Mujiburrahman menyampaikan apresiasi yang tinggi atas penyelenggaraan forum ini.

“Acara ini merupakan momen penting bagi kita semua untuk berkumpul dan berbagi ilmu, gagasan, serta pengalaman. Saya yakin bahwa pertemuan ini akan menjadi wadah yang sangat konstruktif untuk melahirkan pemikiran-pemikiran luar biasa dalam rangka pengembangan Ilmu-ilmu Adab ke depan,” ujar Khairuddin.

Sekretaris Jenderal Forum ADIA Zubair, menyatakan bahwa konferensi ini bertujuan untuk memperluas dan mengembangkan wawasan, khususnya bagi para peserta yang tergabung dalam Asosiasi Dosen Ilmu-ilmu Adab (ADIA) se-Indonesia.

“Kami berfokus pada penguatan jejaring antarlembaga yang diharapkan dapat meningkatkan kolaborasi dan inovasi, sehingga berkontribusi pada peningkatan kualitas penelitian dan publikasi ilmiah,” ungkap Zubair.

Dekan FAH UIN Ar-Raniry, Syarifuddin, dalam sambutannya menekankan pentingnya Studi Adab dan Humaniora dalam menjembatani berbagai persoalan kemanusiaan di tingkat lokal, nasional, dan internasional.

“Studi ini mampu memberikan wawasan mendalam tentang nilai-nilai, budaya, dan sejarah manusia, serta menyediakan solusi yang dapat diimplementasikan untuk penyelesaian masalah kemanusiaan,” kata Syarifuddin.

Lebih lanjut, kata Syarifuddin, Digital Humanities membutuhkan insan-insan akademik yang focus pada visulisasi fenomena kemanusiaan dan mempublikasikan, sehingga melahirkan kesadaran publik akan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan, di samping memperluas pemahaman tentang manusia dan budaya.

Konferensi ini juga menghadirkan narasumber internasional dan nasional, seperti Prof. Dr. Moustafa Mohammed Rizk Elsawahly dari Universiti Islam Sultan Sharif Ali Brunei Darussalam, Prof. R. Michael Feener dari Kyoto University Jepang, dan Assoc. Professor Dr. Shamila dari Universiti Teknologi MARA, Malaysia.
Selain itu, hadir pula Prof. Eva Leiliyanti, Ph.D dari Universitas Negeri Jakarta, Prof. Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, MA, dan Hermansyah, M.Th., M.A.Hum dari UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Konferensi ini diikuti oleh 27 perwakilan fakultas dari anggota Forum ADIA, dengan total 206 peserta, di mana 60 di antaranya merupakan dosen dan mahasiswa dari FAH UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Ketua Pelaksana, yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kelembagaan FAH UIN Ar-Raniry, Nazaruddin, menyatakan ADIA tahun ini menyelenggarakan sembilan sesi panel yang membahas berbagai isu sesuai dengan sub tema yang ditetapkan, dan kami berhasil mengumpulkan lebih dari 109 makalah ilmiah.

Secara khusus, Sekretaris Balitbang dan Diklat Kemenag RI, M. Arskal Salim GP, yang menjadi pembicara kunci dalam kegiatan tersebut, menyoroti pentingnya budaya dalam membangun bangsa.

“Indonesia kaya akan keragaman budayanya. Negara kita memiliki 1.340 suku, 2.500 bahasa daerah, dan enam agama resmi. Keragaman ini adalah kekayaan yang tidak dimiliki oleh negara lain,” tegas Arskal.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga menggarisbawahi tantangan yang dihadapi generasi muda di era digital. “Saat ini, 221 juta penduduk Indonesia semakin melek internet, dan mayoritas pengguna internet adalah generasi milenial,” tambahnya.

Menurutnya, meskipun internet membawa banyak manfaat, generasi muda harus tetap menjaga dan menghargai warisan budaya bangsa. Menurutnya, dalam survei yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Litbang dan Diklat tahun 2023, terungkap bahwa penerimaan umat beragama atas keragaman budaya di Indonesia cukup tinggi.

Indeks Penerimaan Keragaman Budaya di 10 Provinsi Terbaik menunjukkan bahwa Bali menempati peringkat pertama dengan 98,8 persen, disusul oleh Aceh di peringkat kedua dengan 96,8 persen, dan Sumatera Barat di peringkat ketiga.

“Ini adalah bukti bahwa masyarakat Indonesia, meski beragam, tetap memiliki toleransi dan penghargaan yang tinggi terhadap kebudayaan satu sama lain,” tutup Arskal. [ ]