DP3AP2KB Kota Banda Aceh Fasilitasi Pelatihan Kader dan Masyarakat Tentang Pola Asuh Positif

Pemateri dari DP3AP2KB) Banda Aceh memberikan pelatihan pola asuh positif kepada bagi warga masyarakat, kader dan relawan Kota Banda Aceh, pdi Hotel Seventeen Banda Aceh, Senin (26/2/2024). FOTO/DOK DP3AP2KB KOTA BANDA ACEH

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Banda Aceh bekerja sama dengan Unicef memberikan pelatihan pola asuh positif kepada bagi warga masyarakat, kader dan relawan di Kota Banda Aceh yang berlangsung, di Hotel Seventeen, Banda Aceh, Senin (26/2/2024).

Kepala DP3AP2KB Banda Aceh, Cut Azharida, SH,menjelaskan, gaya pengasuhan anak telah berkembang secara signifikan dari waktu ke waktu. Saat ini, telah terjadi peningkatan kesadaran akan dampak praktik pengasuhan anak terhadap kesehatan, kesejahteraan, dan perkembangan anak. Norma-norma sosial, stigma dan praktik-praktik berbahaya juga lazim terjadi di masyarakat, termasuk hukuman fisik atau bentuk kekerasan fisik dan emosional lainnya untuk menegakkan disiplin.

“Sayangnya, masih banyak hambatan yang membuat orang tua atau pengasuh dalam mengakses sumber daya dan informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mengenai praktik pengasuhan anak yang baik termasuk memastikan kesehatan mental dan fisik, perkembangan anak, dan praktik pengasuhan anak yang positif, itu sebabnya pelatihan ini dilaksanakan, guna meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pol asuh yang baik,” ujarnya.

Menurut Cut Azharida, berdasarkan data statistik ketahanan sosial Aceh 2020, sebanyak 96,56% orang tua memberitahu anaknya secara terbuka bahwa anak tersebut memiliki sikap nakal, 36,43% orang tua memberikan tanggung jawab dan pekerjaan rumah lebih untuk menghukum anaknya, dan 14,08% orang tua melakukan praktik merugikan berupa kekerasan verbal dan emosional terhadap anak-anaknya.

“Selanjutnya, 32,20% orang tua mengancam akan menghukum anaknya secara fisik, dan 30,23% orang tua melakukan hukuman fisik berupa kekerasan fisik terhadap anaknya,” ujar Cut Azharida.

Ia juga menerangkan, bahwa data dan situasi tersebut menunjukkan bahwa orang tua kurang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melindungi dan menyediakan lingkungan yang aman dan ramah bagi anak-anak mereka dan dalam memastikan bahwa anak-anak memiliki akses terhadap hak-hak dasar mereka.

“Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pengasuh untuk diberikan informasi dan cara-cara praktis mengenai praktik pengasuhan anak yang baik termasuk disiplin tanpa kekerasan dan pesan-pesan penting tentang pentingnya pencatatan kelahiran dan imunisasi,” terangnya.

Untuk itu, lebih lanjut terang Cut Azharida, pengasuhan merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak dalam mendukung perkembangan fisik, emosi, sosial, intelektual, dan spiritual sehingga anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang cerdas, mandiri, sehat, berbudi pekerti yang luhur, dan berakhlak mulia.

“Anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal jika pengasuhan yang dilakukan mengacu kepada prinsip-prinsip pengasuhan positif yang sesuai dengan usia dan potensi anak. Pengasuhan positif di sini adalah pengasuhan yang dilakukan berdasarkan kasih sayang, saling menghargai, pemenuhan dan pelindungan hak anak, terbangunnya hubungan yang hangat, bersahabat dan ramah antara anak dan orang tua, serta menstimulasi tumbuh kembang anak, agar optimal,” terangnya.

Ia menjelaskan, pengasuhan yang positif perlu dilakukan oleh setiap orang tua dalam memberikan dukungan kesuksesan anak di masa depan karena dapat meningkatkan kualitas interaksi anak dengan orang tua.

“Orang tua dan anak bisa saling berkomunikasi dengan efektif, membangun kerja sama yang baik, saling mendukung dan menghargai satu sama lain. Kedua mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Dengan pengasuhan yang positif, anak mendapatkan kesempatan yang memadai untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, percaya diri, mandiri, disiplin, bertumbuh sesuai dengan usianya, tanpa adanya tekanan, bebas dari intimidasi, serta rasa takut,” urainya.

Hal ketiga yang mencegah perilaku-perilaku menyimpang, menurut Cut Azharida ialah memberikan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan karakter mulia dengan bimbingan dari orang tua, sehingga menghindarkan anak dari berbagi perilaku menyimpang, baik saat ini maupun di masa depan.

“Pengasuhan positif memungkinkan untuk tumbuhnya kepekaan pada orang tua terhadap setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga apabila terjadi penyimpangan atau gangguan, dapat dideteksi atau diketahui oleh orang tua sedini mungkin, yang kemudian sangat memungkinkan untuk intervensi sedini mungkin,” pungkasnya. (**)