400 Warga Palestina Tewas dalam 24 Jam

Foto udara bangunan tempat tinggal yang hancur akibat serangan Israel di Kota Zahra, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di selatan Kota Gaza, Sabtu (21/10/2023). FOTO/REUTERS/Shadi Tabatibi

Kabarnanggroe.com, Jakarta – Setidaknya 400 orang dilaporkan tewas di seluruh Gaza setelah serangan udara Israel tanpa henti dalam 24 jam terakhir pada Minggu. Media Palestina menggambarkan serangan ini sebagai “pengeboman terberat” sejak serangan Hamas pada 7 Oktober.

Menurut kantor berita Palestina, WAFA, setidaknya tercatat ada 25 serangan udara Israel yang menyasar kawasan pemukiman di wilayah Palestina yang menjadi rumah bagi lebih dari dua juta orang.

WAFA mengatakan bahwa banyak serangan yang menargetkan rumah-rumah warga sipil tanpa peringatan apa pun.

Salah satu serangan intensif Israel terjadi di kamp pengungsi Jabalia, sebuah kawasan padat penduduk. Kawasan ini dianggap sebagai salah satu kamp terpadat di Jalur Gaza, tempat tinggal lebih dari 120.000 warga Palestina.

WAFA mengatakan serangan Israel tersebut menghancurkan bangunan tempat tinggal milik keluarga al-Lidawi di kawasan al-Shuhada kamp pengungsi Jabalia. Menurut badan darurat Palestina, para pekerja telah menemukan sedikitnya 30 jenazah, kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.

Al Jazeera menyebut “sejumlah besar orang” masih terjebak di bawah reruntuhan dua bangunan yang terkena pengeboman di kamp Jabalia.

Jumlah korban tewas di Gaza sejak 7 Oktober telah meningkat menjadi 4.651 dengan lebih dari 14.245 orang terluka, menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza pada Minggu.

Para dokter di Rumah Sakit Martir Al Aqsa di Gaza tengah mengatakan mereka mengalami “hari berdarah” karena banyaknya korban akibat serangan udara Israel semalam.

Beberapa orang tua di Gaza terpaksa menuliskan nama anak-anak mereka di kaki mereka untuk membantu mengidentifikasi mereka, jika mereka atau anak-anak mereka dibunuh, menurut video yang direkam oleh seorang jurnalis yang bekerja untuk CNN.

Dan di fasilitas medis utama di wilayah tersebut, Rumah Sakit Al-Shifa, para dokter terpaksa mengurangi durasi sesi dialisis bagi ratusan pasien ginjal karena pasokan listrik dan bahan bakar berkurang, kata kementerian kesehatan.