Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Banda Aceh, Cut Azharida, SH, menyebut, konseling pra nikah merupakan langkah Pemerintah Kota Banda Aceh mengurangi angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kota Banda Aceh.
Menurut Cut Azharida, Pemerintah Kota Banda Aceh melalui DP3AP2KB terus berupaya menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Banda Aceh, salah satu upaya yang sedang dilakukan pihaknya saat ini dengan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dengan melakukan konseling pra nikah bagi warga Kota Banda Aceh yang secara usia siap menikah.
“Jadi untuk melakukan pengurangan KDRT harus dimulai dari hulu hingga hilir, salah satunya adalah memberikan pemahaman bagi generasi muda yang memasuki usia siap nikah tentang bagaimana mewujudkan satu keluarga yang harmonis, karena keluarga merupakan laboratorium kecil bagi anak-anak,” jelas Cut Azharida, Jumat (28/7/2023).
Selain itu, menurut Cut Azharida, konseling pernikahan dapat membantu memastikan bahwa anda dan pasangan memiliki hubungan yang kuat, mampu menciptakan pernikahan yang damai dan sejahtera, hingga mengidentifikasi potensi masalah yang mungkin terjadi dalam rumah tangga nantinya.
“Dengan demikian akan lahir keluarga yang berkualitas yang siap melahirkan generasi berkualitas pula,” terangnya.
Manfaat lainnya dari konseling pra nikah ini ialah meningkatkan komunikasi yang lebih efektif antara pasangan.
Ia juga mengatakan, hubungan yang sehat berawal dari komunikasi yang baik. Masalah apa pun yang terjadi dalam hubungan berpasangan, termasuk pernikahan, berakar dari masalah komunikasi. Selain rendahnya kemampuan pasangan mencari solusi masalah dan menyelesaikan konflik.
“Inilah yang ingin Pemerintah capai, yakni kemampuan komunikasi dalam keluarga oleh setiap pasangan, yang nantinya akan menurunkan angka KDRT di Kota Banda Aceh, karena seringkali muncul KDRT dilatari oleh komunikasi yang tidak terkjalin dengan baik diantara suami dan istri,” ungkapnya.
Menurutnya, selain mempersiapkan dari segi fisik dan materi, sebelum menikah para pasangan harus mempersiapkan mental dan pemahaman terkait kehidupan berumah tangga. “Jangan pada akhirnya setelah memasuki pernikahan kaget dengan permasalahan-permasalahan yang ada,” katanya.
Dapat Mencegah Stunting
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, pencegahan stunting harus dilakukan sejak 3 (tiga) bulan sebelum menikah. Hal ini dikarenakan tingginya angka anemia dan kurang gizi pada remaja putri sebelum nikah sehingga pada saat hamil menghasilkan anak stunting.
“Jadi dengan konseling pra nikah, stunting bisa kita tekan dan setiap kelurga dapat melahirkan generasi yang berkualitas,” ujarnya.
Cut Azharida menjelaskan, dalam pencegahan stunting ini DP3AP2KB Kota Banda Aceh melakukan sinergisitas dengan lintas sektor, salah satunya adalah dari kementrian agama yang memberikan pembekalan bagi calon pengantin.
“Sekarang tiga bulan sebelum pernikahan, calon pengantin harus melakukan pemeriksaan, pemeriksaan ini ditujukan sebagai upaya pencegahan stunting dari hulu,” jelasnya.
Menurutnya, calon pengantin (catin) menjadi salah satu fokus sasaran program prioritas stunting karena merekalah yang akan melahirkan sumber daya manusia di masa depan.
“Untuk mencegah stunting, pasangan calon pengantin wajib memiliki kesehatan lahir dan batin yang baik, paham informasi yang benar tentang kapan akan memiliki anak, termasuk jumlah anak dan jarak kelahirannya serta pola asuh yang tepat,” terangnya.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) terhitung sejak janin hingga anak berusia 23 bulan.
“Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya. Stunting harus diwaspadai karena dapat menyebabkan kemampuan kognitif anak tidak maksimal yang disertai perkembangan fisik terhambat,” pungkasnya.
Berani Melapor
Cut Azharida mengajak kalangan perempuan yang menjadi korban berbagai bentuk kekerasan agar berani melapor kepada pihak berwenang, sehingga bisa ditindaklanjuti serta memberikan efek jera.
“Kami mengajak agar para perempuan berani speak up, karena ini penting sebagai upaya tindak lanjut dari penanganan dan pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan di Kota Banda Aceh, demikian juga kasus yang menimpa anak-anak, harus dilaporkan,” tuturnya.
Saat ini, lanjut dia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) membawa perspektif baru dalam penegakan hukum kasus kekerasan seksual.
Dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), katanya, tidak ada ruang untuk pelaku kekerasan seksual lolos dari hukum, termasuk tidak bisa restoratif justice dan semua harus diselesaikan di pengadilan
“inilah yang kita harapkan, masyarakat baik korban, keluarga korban yang melihat hal ini, harus melapor karena pemerintahan hadir untuk memberikan keadilan kepada korban sekaligus efek jera kepada pelaku,” ucapnya.
Ia menambahkan UU TPKS sebagai wujud negara hadir untuk melindungi hak dari para korban, dan bukan hanya pencegahan dan penanganan tetapi sampai pada pemberdayaan penyintas.
“Kami juga tidak sebatas mengimbau, melainkan kami terus berkoordinasi dan mengawal kasus tidak hanya cepat, tepat dan tuntas itu kita kawal,” pungkasnya. (AMZ)