Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Pemerintah Kota Banda Aceh melalui Bidang Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) terus dan konsisten melakukan upaya pelestarian terhadap situs – situs cagar budaya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banda Aceh, Sulaiman Bakri, S.Pd, M.Pd melalui Kepala Bidang Budaya, Drs Husni Alamsyah kepada posaceh.com, Sabtu (30/3/2024) mengatakan, program upaya pelestarian situs cagar budaya akan dilaksanakan tahun ini di antaranya yaitu berupa pemugaran situs cagar budaya.
Sebutnya, pemugaran cagar situs budaya sebagai bentuk upaya perawatan pelestarian sudah tiga tahun terakhir, sejak Covid-19 tidak dilakukan. Pemugaran direncanakan dilakukan tahun karena juga kondisi anggaran Banda Aceh sudah normal.
Husni mengatakan, pihak tetap komitmen melakukan upaya pelestarian situs cagar budaya, seperti melakukan perawatan dan pemugaran, namun semua dilakukan bertahap dan tergantung alokasi ketersediaan anggaran.
Diakuinya untuk rencana pemugaran situs cagar budaya tahun ini yaitu Situs Komplek Makam Poteumerah yang merupakan suatu cagar budaya di Banda Aceh.
Namun, untuk dimulainya pemugaran pihaknya masih menunggu kajian dari tenaga ahli cagar budaya untuk memastikan Situs Komplek Makam Poteumerah layak untuk dilakukan pemugaran
Menurutnya, situs Situs Komplek Makam Poteumerah memang harus dipugar karena batu-batu nisan dalam komplek makam berserakan tergerus bencana tsunami 26 Desember 2004, sehingga harus diletakkan pada posisinya kembali.
Pemugaran komplek situs cagar budaya ini akan melibatkan tenaga ahli cagar budaya (TACB) yang telah bersertifikat dari USK dan UIN.
Komplek makam Poteumerah beralamat di Jalan Maharaja Gampong Alue Deah Teungoh, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, merupakan suatu situs akan dilakukan pemugaran sebagai bentuk upaya pelestarian cagar budaya.
Sejarah situs Poteumerah mencerminkan tokoh bangsawan era Kerajaan Aceh abad 17 -18 Masehi pada masa pasca pemerintahan Iskandar Sani hingga periode Sultanah.
Kata Poteumerah dibagi atas dua suku kata “Poteu” berarti diagungkan dan “Meurah” berarti nama gelar untuk pemimpin kaum di mukim Meuraxa.
Kompleks makam ini merupakan pemakaman keluarga inti atau kerabat dari salah satu pemimpin di wilayah mukmin Meuraxa yang dimulai abad 17 Masehi dan terus digunakan hingga awal abad 18 pada masa kepemimpinan Dinas Sayyid.
Tergerus Sapuan Tsunami
Nisan kubur di Kompleks Makam Poteumerah saat ini ada 32 buah yang berserakan dan berpindah dari posisi akibat bencana Tsunami tahun 2004. Meskipun lokasi nisan berubah posisi, tetapi letaknya masih dalam areal situs.
Juga terdapat dua buah makam korban tsunami di situs ini dari warga setempat yang posisinya dibawah gundukan.
Papan Nama
Kecuali itu, setiap situs, bangunan, benda dan kawasan di Banda Aceh yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan (SK) Walikota. “Otomatis akan kita siapkan palang nama atau tanda sebagai situs Cagar budaya,” kata Husni.
“Kita bersama-sama dengan masyarakat melindungi, menjaga dan merawat situs cagar budaya. “Setiap situs di tingkat dan dalam Wilayah Kota Banda Aceh yang telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya menjadi kewajiban kita memasang papan nama,” sebutnya.
Peninggalan Kolonial
Mengenai kemungkinan ke depan bertambahnya benda, bangunan, situs dan kawasan ditetapkan menjadi situs cagar budaya, Husni mengatakan, sifatnya terbuka, karena Kota Banda Aceh ini kota tua, pada masa kolonial juga banyak bangunan dan rumah tua peninggalan Belanda seperti di kawasan Stui, banyak diantaran belum ditetapkan sebagai cagar budaya.
Dijelaskannya, untuk penetapan situs cagar budaya juga melibatkan masyarakat, sebab baik benda maupun situs itu berada di tanah warga. Dikuasai masyarakat atau kelompok masyarakat, sehingga ketika ditetapkan tentu harus melalui persetujuan masyarakat agar tidak menjadi persoalan di kemudian hari.
Sebutnya, situs yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, status pengelolaannya dilakukan pemerintah bersama masyarakat dan menjadi tanggungjawab bersama masyarakat kota. (Sdm).