Pemerintah Aceh Sampaikan 4 Ranqan ke DPRA

Asisten Pemerintahan dan Keistimewaan Aceh, Dr. M. Jafar, SH, M.Hum, menyampaikan sambutan Pj.Gubernur Aceh pada sidang DPRA dengan agenda Penyampaian Rancangan Qanun Aceh Prakarsa Pemerintah Aceh dan Penyampaian Qanun Aceh Inisiatif DPRA di Ruang Sidang Utama DPRA, Banda Aceh, Rabu (28/12/2022). FOTO/ HUMAS PEMERINTAH ACEH

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Asisten Pemerintahan dan Keistimewaan Sekda Aceh M Jafar, atas nama Pj Gubernur Aceh, menyampaikan empat Rancangan Qanun Prakarsa Pemerintah Aceh, pada pembukaan Masa Persidangan DPR Aceh Tahun 2022 dengan Agenda Pembahasan Rancangan Qanun Aceh Program Legislasi Aceh (Prolega) Prioritas Tahun 2022, di ruang rapat paripurna DPRA, Rabu (28/12/2022).

Keempat Ranqan prakarsa Pemerintah Aceh itu adalah Rancangan Qanun Aceh tentang Penyelenggaraan Perpustakaan, Rancangan Qanun Aceh tentang Cadangan Pangan, Rancangan Qanun Aceh tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Rancangan Qanun Aceh tentang Pertanahan.

“Dapat kami sampaikan bahwa dalam pembentukan Rancangan Qanun Aceh tersebut, Pemerintah Aceh telah menempuh prosedur dan mekanisme yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik yang bersifat umum dan berlaku secara nasional maupun yang bersifat khusus dan hanya berlaku khusus untuk Aceh sebagai Daerah yang memiliki keistimewaan dan kekhususan,” ujar M Jafar.

M Jafar menambahkan, salah satu prosedur dan mekanisme yang dilakukan Pemerintah Aceh, antara lain adalah dengan melakukan diskusi publik, seminar, Fokus Group Discussion (FGD), publikasi di media cetak dan melalui website Biro Hukum Setda Aceh.

“Hal ini merupakan amanah regulasi bahwa setiap produk hukum daerah diwajibkan adanya ruang partisipasi publik melalui berbagai masukan baik secara lisan maupun secara tertulis dari berbagai lapisan masyarakat Aceh. Hakikatnya bahwa nantinya Rancangan Qanun Aceh tersebut bukan saja menjadi milik Pemerintahan Aceh, akan tetapi juga menjadi milik seluruh masyarakat Aceh,” kata M Jafar.

Dalam sambutannya, M Jafar juga menjelaskan tujuan Pemerintah Aceh memprakarsai keempat Ranqan tersebut. Terkait Ranqan tentang Penyelenggaraan Perpustakaan. Penyusunan Ranqan ini berpedoman kepada Pasal 8 huruf a dan Pasal 10 huruf a Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, bahwa Pemerintah Provinsi berkewajiban menjamin penyelenggaraan dan pengembangan Perpustakaan di daerah serta berwenang untuk menetapkan kebijakan daerah dalam pembinaan dan pengembangan Perpustakaan.

Penyusunan rancangan qanun ini antara lain bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan dan pengembangan perpustakaan di Aceh serta meningkatkan budaya kegemaran membaca bagi Masyarakat Aceh. Dalam rancangan qanun ini diatur mengenai jenis-jenis perpustakaan di Aceh yang meliputi Perpustakaan Umum, Perpustakaan Khusus, Perpustakaan Sekolah/Madrasah, Perpustakaan Dayah, Perpustakaan Gampong, Perpustakaan Masyarakat dan Pribadi, serta Perpustakaan Taman Bacaan Masyarakat.

Ranqan ini, sambung M Jafar, juga mengatur jenis koleksi perpustakaan yakni tidak hanya meliputi karya tulis dan karya cetak tetapi juga meliputi karya rekam, karya non cetak dan non rekam dan/atau karya dalam bentuk digital.

Selanjutnya, Ranqan tentang Cadangan Pangan. Penyusunan Ranqan ini merupakan amanah Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan cadangan pangan Pemerintah Provinsi diatur dengan peraturan daerah provinsi yang memperhatikan penyelenggaraan cadangan pangan Pemerintah.

Ranqan ini mengatur tentang penyaluran cadangan pangan Pemerintah Aceh yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kerawanan/kekurangan pangan, bencana alam, gejolak harga pangan, bencana sosial dan keadaan darurat serta kepada masyarakat miskin dan rawan gizi.

Ranqan ini juga mengatur jenis pangan yang menjadi cadangan pangan Pemerintah Aceh terdiri dari beras, gula, minyak goreng, bawang, cabai, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, ikan dan umbi-umbian, di samping itu dalam keadaan tertentu Gubernur dapat menetapkan jenis Cadangan Pangan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, selanjutnya terkait dengan jumlah Cadangan Pangan yang dicadangkan Pemerintah Aceh ditetapkan dengan Keputusan Gubernur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketiga, sambung M Jafar, adalah Ranqan tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penyusunan Ranqan ini merupakan perintah Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menegaskan bahwa Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi diatur dengan Peraturan Daerah.

“Qanun ini berlaku selama 30 tahun, yang bertujuan antara lain untuk melindungi kualitas lingkungan hidup dan meningkatkan fungsi lingkungan hidup di Aceh, pengaturan dalam Rancangan Qanun ini meliputi kondisi dan indikasi daya dukung dan daya tampung wilayah, permasalahan dan target lingkungan hidup, arahan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan arahan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota,” kata M Jafar.

Terakhir, Ranqan tentang Pertanahan. Rancangan Qanun Aceh ini merupakan amanah Pasal 144, Pasal 213 dan Pasal 214 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang mengamanahkan agar disusun lebih lanjut melalui Qanun Aceh dengan pengaturan antara lain, mengenai hak-hak atas tanah, peruntukan, pemanfaatan dan hubungan hukum berkenaan dengan hak atas tanah.

“Keberadaan Ranqan ini juga menindaklanjuti butir-butir MoU Helsinky, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengalihan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota menjadi Badan Pertanahan Aceh dan Kantor Pertanahan Aceh Kabupaten/Kota dan Peraturan Menteri Dalam Negeri 95 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah Aceh,” imbuh M Jafar.

Dalam kesempatan tersebut, M Jafar menjelaskan, bahwa ke empat Rancangan Qanun Aceh ini merupakan Rancangan Qanun katagori Fasilitasi sehingga terhadap ke empat Rancangan Qanun Aceh dimaksud wajib mendapat hasil Fasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri sebagai bentuk pembinaan oleh Pemerintah Pusat.

Untuk diketahui bersama, fasilitasi merupakan pembinaan secara tertulis suatu Produk Hukum Daerah berbentuk peraturan terhadap materi muatan dan teknik penyusunan rancangan sebelum ditetapkan agar Produk Hukum Daerah tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 88 Permendagri 80 Tahun 2015 juntco Permendagri 120 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, terhadap produk hukum daerah berbentuk peraturan wajib dilakukan fasilitasi oleh Menteri Dalam Negeri.

Selanjutnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Permendagri tersebut, Fasilitasi oleh Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah bagi Provinsi dilakukan paling lama 15 hari kerja, terhitung sejak diterima surat permohonan fasilitasi.

“Apresiasi kami kepada segenap Pimpinan dan Anggota Dewan Yang Terhormat, Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi, Pimpinan dan Anggota Komisi I, Komisi II dan Komisi IV DPR Aceh, Tim Pemerintah Aceh, tenaga ahli, akademisi, praktisi, unsur Kementerian terkait serta pemangku kebijakan lainnya, yang telah memberikan prioritas, waktu, pikiran dan tenaga dalam membahas Rancangan Qanun Aceh Prolega Prioritas Tahun 2022 ini,” pungkas M Jafar.(Mar/Rel)