Daerah  

DESDM Aceh Gelar Rakor Pengelolaan Pertambangan di Takengon

Foto bersama peserta rakor Pengelolaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan, di Hotel Parkside Gayo Petro Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Kamis (26/10/2023). FOTO/ DOK DESDM ACEH

Kabarnanggroe.com, Takengon – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pengelolaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Lima narasumber dalam rakor tersebut, di antaranya, berasal dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Aceh, Dinas ESDM Aceh, DPMPTSP Aceh, Inspektur Tambang Kementerian ESDM RI Penempatan Aceh, serta lembaga profesi Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Perwakilan Aceh, di Hotel Parkside Gayo Petro Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Kamis (26/10/2023).

Kegiatan tersebut, berhasil menarik perhatian seratus peserta yang hadir. Kadis ESDM Aceh Ir Mahdinur MM mengatakan, tujuan utama dari rapat koordinasi ini adalah untuk mempromosikan pembinaan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap kegiatan usaha pertambangan, khususnya terhadap Pemegang IUP komoditas batuan, agar kegiatan pertambangan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Selain untuk dapat mempromosikan pengawasan dan pembinaan, kegiatan ini juga bertujuan memperkuat silaturahmi dan koordinasi antara unsur Pemerintah Daerah, Kementerian/Lembaga terkait, dan pemegang IUP, terutama yang terlibat dalam kegiatan pertambangan mineral bukan logam dan batuan,” ucapnya.

Ia mengungkapkan, beberapa topik yang dibahas dalam acara ini meliputi persyaratan administrasi, hak, dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh pemegang IUP, seperti pelaksanaan kegiatan pertambangan yang sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik (good mining practice), penyampaian laporan kegiatan (Laporan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya atau RKAB, Laporan Triwulan, Laporan Produksi dan Penjualan, serta laporan lainnya), serta kewajiban terkait Pendapatan Asli Daerah, termasuk pajak, retribusi, dan Pendapatan Negara Bukan Pajak jenis Iuran Tetap dan Royalty.

“Pada kesempatan itu banyak hal yang kita bahas, dan tentunya memberikan manfaat bagi semuanya,” kata Mahdinur.

Selain itu, Mahdinur menuturkan, pentingnya fokus pada usaha pertambangan komoditas batuan, terutama skala kecil seperti tanah urug, sirtu, dan batu gamping, juga dibahas dengan rinci.

“Saat ini, terdapat 247 IUP batuan skala kecil di Aceh, yang terdiri dari 63 izin tahap eksplorasi dan 184 tahap operasi produksi, tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Aceh. Kegiatan pertambangan ini harus diawasi dengan serius, karena seringkali tidak memperhatikan praktik pertambangan yang baik, berpotensi menimbulkan dampak negatif terutama pada lingkungan,” jelasnya.

Sementara itu, sambung Mahdinur, pertemuan tersebut turut mengangkat isu penting mengenai lokasi ideal untuk pertambangan batuan yang dapat memenuhi kebutuhan material untuk pembangunan infrastruktur. Kemudian, upaya untuk menghindari fokus hanya pada material sungai yang telah menyebabkan gangguan pada beberapa sungai di wilayah kabupaten/kota, seperti air keruh, berwarna coklat, penurunan tinggi muka air sungai, dan berkurangnya jumlah material sungai.

“Perhatian terhadap pemulihan dan perlindungan lingkungan merupakan poin utama dalam mengembalikan kawasan tersebut menjadi lebih baik,” pungkasnya.

Acara tersebut turut dihadiri oleh peserta dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dari seluruh Kabupaten/Kota se-Aceh, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah dari seluruh Kabupaten/Kota di Aceh, Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) komoditas Batuan di Aceh.(WD/*)