Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Guna menekan dan mengurangi terjadinya kekerasan terhadap anak dan perempuan khususnya dilingkungan sekolah, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Banda Aceh, kembali melaksanakan kampanye anti perundungan bagi siswa sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 6 Kota Banda Aceh, Rabu (27/3/2024).
Kepala DP3AP2KB Banda Aceh, Cut Azharida, SH, melalui melalui Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak, Risda Zuraida, SE, mengatakan, sekolah merupakan institusi formal penyelenggaraan pendidikan yang berfungsi untuk menyiapkan atau menjadikan peserta didiknya menjadi seseorang sekaligus menjadi warga negara yang mempunyai integritas. Sekolah sebagai institusi pendidikan resmi juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak, baik dalam aspek berpikir maupun perilaku. Beragam jenis masalah yang muncul di sekitar sekolah, salah satu masalah yang memiliki signifikansi besar untuk dicegah adalah perundungan (bullying).
“Masalah yang muncul di lingkungan sekolah seperti bullying merupakan masalah yang harus dicegah sehingga untuk meminimalisir perilaku bullying diperlukannya peran lembaga pendidikan yang sesuai dengan tujuan dan fungsi pendidikan itu sendiri,” katanya.
Menurutnya, pendidikan merupakan suatu rencana dan proses rangkaian yang terencana untuk mendukung individu dalam mengembangkan kemampuan pribadi yang memilki manfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain untuk mempunyai sejumlah keterampilan yang dapat dikembangkan melalui hubungan manusia dengan lingkungannya, termasuk lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
“Pelaksanaan fungsi dan proses pendidikan di lingkungan sekolah tidak dapat terlepas dari fisiologis perkembangan teknologi. Kemajuan teknologi dalam perkembangan global terutama dalam bidang Pendidikan memiliki pengaruh terhadap banyak aspek, termasuk dampaknya terhadap perilaku siswa, maka kembali kepada fungsi lembaga pendidikan, yaitu menyelenggarakan sebuah pendidikan yang memenuhi hak anak dalam menerima pendidikan,” ujarnya.
Sosialisasi tersebut menurut Risda juga sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) nomor 46 tahun 2023 yang menjadi pedoman penting untuk mencegah perundungan dan kekerasan yang terjadi di sekolah atau satuan-satuan pendidikan.
“Peraturan itu perlu dilakukan sosialisasi yang terus menerus untuk membentuk pemahaman agar seluruh pihak di satuan pendidikan bekerja sama memberantas tindak kekerasan di sekolah mengacu pada Permendikbudristek tersebut,” katanya.
Risda menjelaskan, tingkah laku siswa bisa menjadi dampak positif dan negatif atau bisa salah satunya menjadi perilaku menyimpang, perilaku menyimpang merupakan aspek dari dampak perkembangan zaman. Bentuk perilaku menyimpang yang kerap terjadi dikalangan pelajar adalah perilaku bullying yang menjadi salah satu contoh perilaku yang melenceng dan berdampak negative.
“Kita dapat menjumpai budaya bullying di sekolah dengan obyek senioritas oleh seseorang dan sekelompok orang yang mempunyai kekuasaan, tidak bertanggung jawab dan terus terjadi berkali-kali serta mengalami perasaan bahagia ketika melakukan aksinya. Bullying adalah kecenderungan di kalangan siswa sekolah menengah, khususnya dalam situasi di mana hubungan sosial antara siswa sering terjalin,” urainya.
Belakangan ini banyak sekali kabar atau berita yang memberitakan tentang terjadinya kekerasan di sekolah, perilaku menyimpang, etika, moral, dan pelanggaran hukum sering mereka tunjukkan. Permasalahan bullying ini membuat korban bunuh diri karena tidak kuat dengan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh rekan-rekannya.
“Belakangan ini marak terjadi kasus bullying di sekolah. Bullying adalah salah satu bentuk perilaku kekerasan yang melibatkan individu atau kelompok dalam tindakan psikologis atau fisik terhadap seseorang yang berada dalam posisi yang lebih rentan. Seringkali dalam satu kondisi dimana siswa yang lemah akan dibully, ini hal yang tidak bagus dalam pertumbuhan pendidikan, itu sebabnya kami minta sekolah memberikan pemahaman agar siswa juga berani melapor,” tuturnya.
Risda menuturkan, upaya sekolah dalam membangun kesadaran siswa terhadap bullying merupakan salah satu langkah penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan bebas dari perilaku bullying.
“Salah satu bentuk upaya sekolah dalam membangun kesadaran siswa adalah melalui program sosialisasi. Program sosialisasi yang dilakukan oleh sekolah berupa seminar, workshop, dan sosialisasi tatap muka secara kolektif. Melalui kegiatan ini, siswa diharapkan dapat mengenali bahaya dan pentingnya menghindari perilaku bullying dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap Risda.
Sedangkan guru yang merupakan pihak sekolah paling dekat dengan siswa juga memiliki peran penting dalam upaya tersebut.
“Dengan memberikan materi dan pemahaman kepada siswa, guru berperan aktif dalam upaya sekolah untuk mengurangi insiden bullying dan menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMP 6 Banda Aceh,Syarifah Nargis, S.Ag., mengatakan, upaya dalam mengantisipasi perlakuan bullying di kalangan siswa, sekolah melakukan pendekatan proaktif dengan memantau situasi di lingkungan sekolah secara rutin. Guru dan staf sekolah berperan aktif dalam mendeteksi tanda-tanda awal bullying dan mengintervensi sebelum masalah semakin memburuk.
“Yang dilibatkan dalam antisipasi ini adalah seluruh elemen yang ada disekolah ini, masing-masing mempunyai peran yang beda. Guru lebih berperan pada pemberian nasihat kepada siswa yang menjadi pelaku dan pendamping unutk korban, tapi juga sebagai pembina dan pemberi sosialisasi anti bullying. Selain itu, dalam upaya antisipasi perilaku bullying sekolah juga menyediakan layanan konseling dan pendampingan bagi siswa yang berpotensi menjadi pelaku atau korban bullying,” katanya.
Lebih lanjut Syarifah menjelaskan, upaya sekolah dalam mengantisipasi perlakuan bullying juga bersifat terprogram dan berkelanjutan. Melalui program anti bullying dan pembentukan satgas bullying, sekolah memiliki peran aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari perilaku bullying.
“Kerjasama dengan pihak kepolisian untuk mencegah bullying di kalangan siswa, dan sekolah juga memiliki satgas untuk masalah bullying serta mengadakan pemilihan duta anti bullying. Maka dengan adanya upaya-upaya tersebut, sekolah berupaya untuk mencegah terjadinya kasus bullying sejak dini dengan cara bekerjasama sama antara seluruh elemen sekolah serta menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan mendukung perkembangan siswa secara positif,” pungkas Syarifah. (AMZ)