Pariwisata Banda Aceh, Ada Pameran Tetap dan Kontemporer di Museum Aceh

Para wisatawan dan pengunjung mendengarkan penjelasan petugas tentang sejarah kepahlawanan wanita Aceh di dalam Gedung Pameran Tetap Museum Aceh, Banda Aceh, Selasa (27/5/2025) siang. FOTO/MUHAMMAD NUR

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Ini mungkin menjadi pameran satu-satunya di Indonesia dengan slogan Pameran Tetap di Museum Aceh, Banda Aceh. Biasanya pameran berlangsung selama beberapa hari, tetapi yang satu ini tidak, tetap terbuka sepanjang tahun untuk umum datang melihat kejayaan Aceh di masa lalu.

Kehadiran pameran ini, tentunya akan mampu membuka mata batin pengunjung tentang kejayaan Aceh di masa lalu, mulai dengan pembuka koin dirham dari emas di lantai dua.

Dirham merupakan mata uang emas yang dicetak sejak zaman Kerajaan Samudera Pasai sampai Kerajaan Aceh Darussalam sebagai alat tukar resmi transaksi perdagangan saat itu.

Terdapat dua sisi pada uang koin emas tersebut, satu sisi menerangkan raja yang mengeluarkan mata uang emas tersebut dan satu sisinya lagi gelar sang penguasa atau pemerintahan.

Mata uang dirham berupa koin emas dari tahun 1500-an sampai 1700-an di Pameran Tetap Museum Aceh, Banda Aceh, Selasa (27/5/2025) siang. FOTO/MUHAMMAD NUR

Berdasarkan keterangan di atasnya, dirham pertama dikeluarkan oleh Sultan Salahuddin bin Ali Malik Az-Zahir dari tahun 1530-1537. Terakhir dikeluarkan oleh Sultan Al Add-Din Ahmah Syah tahun 1727-1735.

Dari gambaran ini terlihat jelas, betapa kayanya Aceh pada masa itu, emas dijadikan mata uang resmi kerajaan. Bagaimana dengan sekarang, hanya negara kaya di Arab yang mengeluarkan koin emas terbatas untuk kalangan tertentu.

Bukan itu saja, aksesoris wanita juga terbuat dari emas, berupa lempengan emas berbentuk bunga sudut, kelopak bunga tiga, daun empat helai, bintang segi enam, bunga pucuk rebung , bunga melati dan bunga cempaka.

Perhiasan wanita kerajaan Aceh, berupa lempeng emas berbentuk bunga di Pameran Tetap Museum Aceh, Banda Aceh, Selasa (27/5/2025) siang. FOTO/MUHAMMAD NUR

Masih di lantai yang sama, juga dapat ditemukan senjata khas Aceh, rencong dan siwaih. Rencong meupucok ini terbuat dari kuningan, suasa, perak, besi dan kayu yang merupakan senjata tradisional rakyat Aceh dan sudah dikenal sejak bedirinya Kesultanan Aceh.

Sedangkan siwaih, senjata tikam tradisional Aceh, hanya terbatas pada sultan dan kaum bangsawan untuk melindungi diri dari penjajah. Namun, juga dipakai sebagai perhiasan pakaian para ulee balang. Siwaih ini ditaburi 11 batu permata.

Juga terdapat sejarah Sultan Iskandar Muda yang memimpin secara adil dan bijaksana, sehingga seluruh masyarakatnya sejahtera. Ini merupakan era emas kejayaan Aceh yang berhasil menguasai sejumlah wilayah di Pulau Sumatera dan juga sampai wilayah Malaya, kini disebut Malaysia dan Singapura.

Selain itu, aroma rempah Aceh juga dapat dilihat yang kini akan dijadikan sebagai bahan parfum oleh Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, sehingga Banda Aceh akan disebut sebagai “Kota Parfum”.

Senjata tradisional Aceh, Siwaih dan Rencong Meupucok di Pameran Tetap Museum Aceh, Banda Aceh, Selasa (27/5/2025) siang. FOTO/MUHAMMAD NUR

Berbagai cerita kepahlawanan dan keberanian wanita Aceh melawan penjajah juga ditampilkan di area Pameran Tetap ini, seperti Cut Nya Dhien dan Laksamana Keumalahayati yang sudah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional serta Pocut Baren, Panglima Perang Laskar Rakyat.

Di tempat ini, para wisatawan dan pengunjung mendapat pelayanan dari petugas yang memberi penjelasan langsung atas jasa pahlawan Aceh dalam melawan penjajah Belanda dan juga Portugis, kini disebut Portugal.

Dengan empat lantai, tetapi tinggi anak tangga hanya sekitar satu meter tidak akan membuat lelah berkeliling melihat sejarah Aceh yang gemilang di masa lalu. Berbagai barang peninggalan lama yang dipajang akan membuat mata memandang bosan melihat betapa takjubnya Aceh tempo dulu.

Berbagai jenis kain hasil tenun tradisional Aceh di Gedung Pameran Kontemporer Museum Aceh, Banda Aceh, Selasa (27/5/2025) siang. FOTO/MUHAMMAD NUR

Sementara itu, salah satu kelompok remaja putri yang sempat ditemui di dalam Gedung Pameran Tetap pada Selasa (27/5/2025) siang mengatakan mereka sudah lima hari di Banda Aceh dan sudah mengunjungi sejumlah objek wisata di kota ini.

Salah seorang di antaranya menyatakan ini menjadi hari terakhir mereka di Banda Aceh dan akan kembali ke negaranya pada hari ini juga. Sambil berjalan menuruni anak tangga, keceriaan terlihat di wajah mereka dapat melihat berbagai peninggalan masa lalu Aceh.

Sementara itu, untuk dapat masuk ke Pameran Tetap harus membeli tiket Rp 5 ribu bersama Rumoh Aceh dan Pameran Temporer yang memajang berbagai aneka tekstil tempo dulu, termasuk alat tenun tradisional.

Nah, bagi para wisatawan nusantara dan mancanegara yang akan datang ke Banda Aceh dapat memasukkan dalam agenda, Museum Aceh sebagai tempat kunjungan untuk melihat sejarah Serambi Mekkah ini.(Muh)