Aceh Besar Gelar Penyusunan Rencana Aksi Daerah untuk Penanganan Pneumonia dan Diare

Kadinkes Aceh Besar Anita, SKM MKes membuka dan memberikan arahan dalam penyusunan rencana aksi daerah untuk Pneumonia dan Diare di Gedung Dekranasda, Gampong Gani, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, Jumat (27/12/2024). FOTO/ BEDU SAINI

Kabarnanggroe.com, Kota Jantho – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar terus mengintensifkan langkah untuk menurunkan angka kematian balita akibat pneumonia dan diare. Kali ini, melalui Workshop Kedua Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Pneumonia dan Diare. Kegiatan yang berlangsung di Gedung Dekranasda Aceh Besar di Gampong Gani, Jumat (27/12/2024).

Whorkshop itu turut melibatkan lintas sektor, termasuk pejabat pemerintah daerah dan mitra internasional seperti UNICEF perwakilan Aceh serta Universitas Syiah Kuala (USK).

Workshop ini dihadiri oleh Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar, Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan Sosial dan Budaya Bappeda, Kepala Bidang Pengembangan Ketahanan Sosial Budaya Masyarakat DPMG, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup DLHK, serta Kepala Bidang Tata Ruang dan Tata Bangunan Dinas PU. Hadir pula dokter spesialis anak dari RSUD Aceh Besar, perwakilan program di Dinas Kesehatan, serta tim penulis dari Unsyiah.

Dalam sambutannya, Kepala Dinas Kesehatan Aceh Besar, Anita SKM, M.Kes, menggarisbawahi bahwa pneumonia dan diare masih menjadi ancaman utama bagi kesehatan anak di Aceh Besar. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia 2021, pneumonia menyumbang 14% kematian pascanatal (usia 29 hari–11 bulan), sementara diare menjadi penyebab kematian nomor satu pada anak usia 12 bulan hingga 5 tahun, dengan angka kematian mencapai 10,3%.

Menurut Kadinkes, di Aceh Besar, pneumonia tercatat sebagai penyebab kematian balita tertinggi kedua, dengan jumlah kasus meningkat dari 321 pada 2023 menjadi 332 pada 2024. Kasus diare, meski mengalami penurunan dari 3.511 pada 2023 menjadi 2.567 pada 2024, tetap menjadi tantangan serius. Profil Kesehatan Aceh 2022 juga menunjukkan angka penemuan kasus pneumonia di balita hanya mencapai 22%, dan baru 69,5% puskesmas di Aceh yang mampu memberikan pelayanan standar untuk penyakit ini.

Kadinkes Aceh Besar Anita, SKM MKes foto bersama peserta penyusunan rencana aksi daerah untuk Pneumonia dan Diare di Gedung Dekranasda, Gampong Gani, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, Jumat (27/12/2024). FOTO/ BEDU SAINI

Workshop itu menjadi langkah konkret dalam mendukung Rencana Aksi Nasional (RAN) 2023–2030 untuk Pneumonia dan Diare yang diluncurkan Kementerian Kesehatan RI. RAD dirancang untuk menciptakan intervensi komprehensif yang melibatkan pencegahan melalui imunisasi, akses air bersih dan sanitasi, serta layanan kesehatan berkualitas.

“Kami berharap bapak dan ibu yang hadir dapat berkontribusi aktif dalam penyusunan RAD ini. Data akurat dari lintas sektor sangat diperlukan agar RAD yang disusun benar-benar relevan dan efektif. Draft RAD ini harus selesai dan diunggah paling lambat 10 Januari 2025,” ujar Anita SKM, M.Kes.

Dukungan mitra seperti UNICEF dan Unsyiah juga diapresiasi sebagai kolaborasi penting dalam menyusun RAD. Dalam workshop ini, peserta memvalidasi data kasus pneumonia dan diare, serta menyusun rekomendasi kebutuhan anggaran untuk penanggulangannya. Anita menekankan pentingnya langkah preventif.

“Pneumonia dan diare adalah dua penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan intervensi tepat. RAD ini harus merefleksikan kebutuhan lokal, baik dalam pencegahan maupun pengobatan,” katanya.

Sebagai langkah akhir, semua pihak sepakat untuk menyelesaikan dokumen RAD tepat waktu, dengan target penyelesaian dan pengunggahan draft pada 10 Januari 2025. Dokumen ini direncanakan segera diluncurkan untuk menjadi pedoman pelaksanaan program di Aceh Besar.

Kepala Dinas Kesehatan Aceh Besar, Anita SKM, M.Kes, juga menambahkan bahwa ke depan, diperlukan penguatan regulasi untuk mendukung pencegahan dan penanggulangan penyakit pneumonia dan diare.

“Kami berharap dari RAD ini dapat lahir peraturan bupati (perbup) atau qanun khusus yang secara strategis dapat menjadi pedoman hukum dalam upaya pencegahan dan penanganan kedua penyakit ini,” ujar Anita.

“Melalui kerja sama lintas sektor ini, kami optimis Aceh Besar dapat menjadi percontohan dalam penanggulangan pneumonia dan diare secara terintegrasi,” tutup Anita.

Kegiatan ini ditutup dengan sesi diskusi interaktif, pembagian tugas, dan penjadwalan langkah kerja lanjutan. Harapannya, RAD ini mampu menurunkan angka kematian balita akibat pneumonia dan diare, sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak-anak di Aceh Besar.(Rinaldi)