Rabee, Sajian Khas Hari Meugang di Kluet Aceh Selatan

Oleh Syahrul Amin

* Penulis adalah Mahasiswa Prodi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Kluet adalah satu suku di Aceh Selatan yang mendiami kawasan Kluet Raya, meliputi Kecamatan Kluet Utara, Kecamatan Kluet Selatan, Kecamatan Kluet Tengah, dan Kecamatan Kluet Timur.

Penutur bahasa asli pedalaman di Aceh Selatan dengan populasi penduduk sekitar 60.000-80.000 jiwa itu, memiliki banyak jenis makanan atau masakan khas yang belum tentu ditemukan di pergaulan etnis lain.

Khususnya lagi di pedalaman Kluet sendiri, yakni suatu daerah terpencil di kawasan Lawe Sawah (kini sudah dimekarkan lagi menjadi Desa Lawe Icing Manok), memiliki makanan khas seperti Kerabu, Majun, dan Rabee. Selain itu ada Gulai Kemahang, Gulai Lampuang, Gulai Maman, dan masih banyak lagi.

Paling Populer

Dari semua kuliner khas Kluet itu yang paling populer adalah Rabee. Rabee Jukut Kluet, begitulah masyarakat Kluet menyebutnya merupakan kuliner khas yang lezat dari masyarakat Kluet. Makanan ini biasanya disajikan pada Hari Meugang (Makmeugang).

Kini, makanan khas itu pun mulai langka, makanan kerabu sendiri terdiri dari atas daging kerbau atau sapi dan dibumbui dengan bawang, minyak kelapa dan ditambah sayur pucuk paku.

Seiring dengan perkembangan zaman, lalu lintas warga menjadi perkotaan karena tuntutan pekerjaan dan perkawinan antaretnis, makanan khas tersebut kini jarang ditemukan. Apalagi bahan bakunya berupa sayuran paku mulai langka karena lahan dan hutan yang menjadi tempat tumbuh-kemvangnya menjadi area kebun sawit dan lainnya.

Seorang putra Aceh kelahiran Kluet, Aceh Selatan, Habibul Jafar Sidik mengatakan, coba di setiap ada acara di tingkat kecamatan dan kabupaten ada hidangan Rabee. Dengan demikian Rabee adalah makanan yang harus dibudayakan oleh semua kalangan baik itu pemerintah maupun masyarakat.

Menurut tokoh masyarakat Kluet itu, setiap ada acara hendaknya tersedia hidangan menu Rabee. Bila perlu dibuat Qanun agar memberikan manfaat bagi masyarakat untuk melestarikan adat istiadat atau makanan khas daerah. “Dengan adanya Qanun tersebut diharapkan makanan khas yang hampir hilang akan tetap terjaga,” katanya.

Makanan Lemang yang menggunakan bumbu muda untuk sarana memasaknya, kini sudah langka Bumbu untuk membuat Rabee atau Kerabu sudah mulai hilang dijadikan lahan sawit.

Dua varian makanan Rabee atau Kerabu, kuliner khas yang lezat dari masyarakat Kluet. Makanan ini biasanya disajikan pada Hari Meugang (Makmeugang).

Bagi sebagian warga kluet, makanan Kerabu atau Rabee masih menghiasi hidangan pada Hari Makmeugang. Padahal, sebelum era 1980-an, semua jenis makanan seperti Kerabu dan Rabee menjadi menu wajib pada Hari Meugang. Sehingga ada ungkapan tanpa Kerabu dan Rabee tidak lengkap Makmeugang.

Kini, semua makanan itu sudah semakin langka. Apalagi utamanya ditambah bumbu alamiah, sudah sejak lama tidak terlihat lagi.

Warga Kluet lainnya, Muaiyan mengatakan, selaku generasi agen perubahan, khususnya masyarakat kluet harus ada modal dan mental dagang membuka warung makan dengan masakan khas kluet berupa menu Rabee atau Kerabu, Gulai Kemahang, dan Gulai Maman.

“Itu merupakan makanan/masakan spesial masyarakat Kluet agar masyarakat lain pun bisa merasakan makanan Khas dari kluet tersebut. Sehingga makanan khususnya Rabee tidak hilang begitu saja ditelan oleh zaman,” sebut Muaiyan.

Rabee sangat nikmat dan kaya akan protein. Rabee. pas sekali dinikmati dengan keluarga dan kerabat lainnya. Oleh karena itu, kita patut menjaga kelestariannya. “Bahkan kalau perlu ikut mendorong dan mendaftarkannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, agar kehadirannya memperkaya makanan khas kebudayaan Indonesia,” katanya.

Resep Masakannya

Adapun bahan utama dari pembuatan Rabee atau Kerabu yaitu, siapkan setengah atau seperempat kilogram daging kerbau atau sapi. Daging dipotong sebesar ibu jari, dan siapkan cabe rawit 10 atau 5 biji, cabe merah 2 biji, bawang merah 5 siung, bawang putih 2 siung, dan 2 biji kemiri lalu dihaluskan.

Adapun cara memasak Kerabu atau Rabee: Daging kerbau ataupun daging sapi yang sudah dipotong dicampurkan dengan bumbu yang yang sudah dihaluskan tadi, ditambah garam secukupnya dan air asam, lalu rebus dengan air hingga matang.

Setelah dagingnya matang dipisahkan dengan air, kemudian diaduk dengan kelapa gonseng secukupnya dengan menambahkan batang serai, daun jeruk dan daun tapak leman yang masih hijau yang diiris tipis.

Sementara itu, Lamkaruna Putra SH mengatakan, selaku anak muda berpengaruh kepada masa depan bangsa maka anak muda sendiri sebaiknya selalu mempromosikan atau mengenalkan kepada masyarakat luar agar makanan khas Kluet ini bisa dikenal oleh banyak orang. “Dengan begitu, makanan ini tidak akan punah dari masa ke masa karena sudah banyak dikenal oleh khalayak umum,” katanya.

Rabee merupakan kuliner khas yang lezat dari masyarakat Kluet yang perlu didaftarkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda, yang turut memperkaya makanan khas kebudayaan Indonesia.

Hal yang sama juga diungkapan Arba’iyah, S.Sos. Menurutnya, dengan mengenalkan kepada generasi muda bahwa ada makanan khas Kluet yang rasanya sangat enak. “Hal itu bisa dilakukan melalui media sosial dengan menyebarkan gambar maupun tutorial cara membuatnya sehingga banyak yang tahu dan penasaran untuk mencobanya,” ujarnya.

Menurut alumnus Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh itu makanan Rabee biasanya dihidangkan untuk para Raja Kluet pada masa itu. Tetapi masyarakat Kluet mulai mengelolanya sehingga makanan ini menjadi makanan khas bagi masyarakat Kluet. “Ini tentunya harus kita jaga dan kita lestarikan sampai anak cucu,” katanya.

Melestarikan adat budaya, makanan khas yang menjadi ciri khas dari masyarakat kluet adalah suatu yang wajib kita jaga bersama-sama supaya makanan khas (Rabee atau Kerabu) bisa kita nikmati secara bersama-sama. Kalau bukan kita yang menjaga kelestarian makanan kluet ini siapa lagi. “Mene oyak kito isean lain no”.