Banda Aceh Terima Penghargaan ADINKES Award 2025 Kategori Penanggulangan AIDS, TBC, dan Malaria

Wali Kota Banda Aceh, Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal, S.E., menerima penghargaan ADINKES Award 2025 diserahkan Wamendagri Dr. Bima Arya dalam acara PENTALOKA ADINKES 2025, di Hotel Lorin Dwangsa, Surakarta, Solo, Jawa Tengah, Selasa (21/10/2025). FOTO/ DOK PEMKO BANDA ACEH

Kabarnanggroe.com, Surakarta – Wali Kota Banda Aceh, Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal, S.E., menerima penghargaan ADINKES Award 2025 dari Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) untuk kategori penanggulangan AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria (ATM). Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Dr. Bima Arya dalam acara Pelatihan dan Lokakarya Nasional (PENTALOKA) ADINKES 2025 yang digelar di Hotel Lorin Dwangsa, Surakarta, Solo, Jawa Tengah, Selasa (21/10/2025).

Acara yang dibuka secara resmi oleh Wamendagri ini dihadiri oleh kepala daerah dan kepala dinas kesehatan dari seluruh Indonesia. Banda Aceh menjadi salah satu daerah yang memperoleh apresiasi atas keberhasilan dan komitmen dalam pembangunan kesehatan, khususnya dalam upaya pengendalian dan penanggulangan AIDS, TBC, serta mempertahankan eliminasi malaria.

Dalam sambutannya, Wamendagri Bima Arya menegaskan bahwa indikator utama transformasi sosial di negara maju dapat dilihat dari keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat.
“Negara maju selalu ditandai dengan terpenuhinya indikator kesehatan, mulai dari usia harapan hidup, angka kematian ibu, prevalensi stunting, hingga insidensi tuberkulosis. Saat ini, TBC menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di dunia. Karena itu, kepala daerah harus memiliki sense of emergency dan berkolaborasi dengan semua pihak, seperti saat kita bersama-sama menghadapi pandemi COVID-19,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya pembaruan data (updating data) sebagai kunci dalam penanganan stunting dan penyakit menular lainnya.

“Persoalan utama stunting sering kali ada pada data. Metode pengukuran yang tidak tepat membuat intervensi menjadi kurang efektif. Selain itu, kolaborasi dengan sektor swasta dan korporasi juga penting untuk mendukung pendanaan penanganan stunting,” tambahnya.

Terkait pengendalian konsumsi rokok, Wamendagri juga mengingatkan agar kepala daerah tetap teguh dalam menerapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) serta memperkuat edukasi kepada masyarakat.

“Resepnya tetap sama: bangun kemitraan pentahelix, perkuat data prevalensi, tingkatkan sosialisasi, dan awasi iklan-iklan rokok. Kepala daerah harus berani menegakkan aturan demi melindungi generasi kita dari dampak buruk rokok,” tegas Bima Arya.

Sementara itu, Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal dalam kesempatan yang sama menyampaikan rasa syukur dan apresiasinya atas penghargaan tersebut. Ia menyebut penghargaan ADINKES 2025 menjadi motivasi untuk memperkuat sistem kesehatan yang tangguh dan berkelanjutan di Banda Aceh melalui program Resilient Sustainable System for Health (RSSH).

“Melalui RSSH, kami berupaya membangun sistem kesehatan yang lebih responsif dan berkeadilan. Ini sejalan dengan visi ‘Banda Aceh Kolaborasi’, karena keberhasilan penanganan AIDS, TBC, dan Malaria membutuhkan keterlibatan semua pihak — pemerintah, dunia usaha, komunitas, dan masyarakat,” ujar Illiza.

Illiza menambahkan, meskipun Banda Aceh telah mencapai eliminasi malaria, tantangan penyakit menular lainnya seperti TBC dan AIDS masih membutuhkan perhatian serius.

“Kasus TBC masih cukup tinggi dan kasus AIDS menunjukkan peningkatan. Karena itu, RSSH menjadi langkah strategis untuk memperkuat perencanaan, penganggaran, dan kemitraan lintas sektor agar layanan kesehatan kita semakin tangguh,” lanjutnya.

Banda Aceh menjadi salah satu daerah pelaksana awal program RSSH sejak tahun 2022, yang kemudian diperluas ke Aceh Besar dan Pidie pada tahun 2023. Wali Kota Illiza berharap inisiatif ini dapat terus berlanjut hingga mencakup seluruh kabupaten/kota di Aceh.

“Penghargaan ini menjadi pengingat bagi kami untuk terus berinovasi dan berkolaborasi dalam mewujudkan sistem kesehatan yang inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat,” tutup Illiza.(Mar/*)