Negara Turut Kembangkan Wakaf di Aceh

Kabarnanggroe.c0m, Aceh Besar – Ketua Badan Baitul Mal Aceh (BMA) Mohammad Haikal mengatakan, selain pesatnya perkembangan keuangan komersial Islam di Indonesia dalam bentuk perbankan syariah, belakangan berkembang juga keuangan sosial Islam, seperti wakaf.

“Yang menarik di Aceh, dalam pengembangan wakaf ini turut terlibatnya negara melalui pembentukan Baitul Mal tingkat provinsi hingga ke desa-desa” kata Haikal.

Hal itu disampaikan Haikal saat menjadi pemateri dalam Focus Group Discussion (FGD) Pemberdayaan Wakaf Produktif untuk Kemaslahatan Umat di Gedung Diklat Pertanian dan Perkebunan, Saree, Aceh Besar (21/10/2022).

FGD yang diikuti 60 peserta se Aceh itu diselenggarakan oleh PW Al Washliyah Aceh bekerjasama dengan BMA.

Menurut Haikal, perkembangan wakaf di Aceh awalnya sangat ditentukan oleh peran komunal atau masyarakat. Padahal, memproduktifkan wakaf sangat ditentukan oleh tata kelola
lembaga dan trust (kepercayaan) yang baik.

“Wakaf tak boleh lagi diurus seadanya. Tanah wakaf yang ada harus dikelola dengan manajemen yang profesional, sehingga menjadi pendapatan umat,” ujarnya.

Wakaf, tambah Haikal, harus dikembangkan sebagai investasi yang menguntungkan. Dengan ini, penerima manfaat wakaf akan dapat menyelesaikan masalah yang ada.

Untuk itu, pemberdayaan wakaf dimulai dari pengurusan legalitas wakaf dan kemudian dilanjutkan dengan peningkatan kapasitas nazir.

“Apabilan nazir memiliki kapasitas yang memadai, maka akan mampu memproduktifkan wakaf dan wakaf akan dirasakan hasilnya oleh penerima manfaat,” katanya.

Hal penting berikutnya dalam pengelolaan wakaf, kata dia, nazir harus mampu membangun kepercayaan dan menyampaikan laporan keuangan. “Lagi-lagi hal ini hanya mampu dilakukan oleh SDM nazir yang berkualitas,” kata Dosen Sekolah Tinggi Al Washliyah Banda Aceh ini.

Menurut dia, peran negara dalam pengelolaan wakaf melalui pembentukan baitul mal akan terus dioptimalkan fungsinya dalam pemberdayaan wakaf profuktif . “Untuk ini, kita akan tingkatkan SDM nazir berkelanjutan,” tegasnya.

Mengomentari banyaknya masalah dalam pengembangan wakaf, dia memandang perlu kolaborasi dan kerjasama berbagai komponen dan organisasi masyarakat. Menurut dia, pemberdayaan wakaf memerlukan kolaborasi semua pemangku kepentingan, BWI dan Baitul Mal.

“Selain mengelola wakaf yang ada seperti masjid, makam dan madrasah, sudah saatnya kita juga urus wakaf produktif dengan prinsip-prinsip enterpreneurship,” pungkasnya.

Pemateri lainnya dalam FGD yang berlangsung lebih tiga jam itu, Ketua PW Al Wasliyah Aceh Dr Ridwan Nurdin MCL dengan topik Fikih Wakaf dan Kabag TU Kemenag Aceh Tengah H Wahdi MS MA menguraikan kisah sukses toko swalayan Ihmal Market. (smh)