Pemerintah Aceh Apresiasi Peran PDHI pada Penanganan PMK

Kepala Dinas Peternakan Aceh Zalsufran, saat membacakan sambutan Penjabat Gubernur Aceh, pada Musyawarah Anggota PDHI Cabang Aceh, di Aula Amel Convention Center, Sabtu (21/1/2023). FOTO/ HUMAS PEMERINTAH ACEH

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Pemerintah Aceh mengapresiasi peran Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Aceh, pada upaya pencegahan dan penanganan Penyakit Mukut dan Kuku tahun 2022 lalu. Sebagaimana diketahui, atas sumbangsih dan kerja keras para dokter hewan, Aceh mampu mencatat zero case di Oktober 2022.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Peternakan Aceh Zalsufran, saat membacakan sambutan Penjabat Gubernur Aceh, pada Musyawarah Anggota PDHI Cabang Aceh, di Aula Amel Convention Center, Sabtu (21/1/2023).

“Alhamdulillah, berbagai upaya penanganan dan pencegahan membuahkan hasil yang baik. Keberhasilan penanganan PMK di Aceh tidak terlepas dari peran para dokter hewan yang telah mencurahkan pikiran, tenaga dan bekerja maksimal untuk mendukung pemerintah. Dalam banyak kesempatan, Pak Gubernur selalu menyampaikan apresiasi kepada PDHI atas dukungannya selama ini,” ujar Zalsufran.

Sebagaimana diketahui, saat awal PMK mewabah, Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki, telah memerintahkan Sekda Aceh, Kadisnak Aceh bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh, untuk meninjau pelaksanaan vaksinasi PMK di seluruh Aceh.

Selama pandemi PMK mewabah di Aceh, sebanyak 47.519 ternak warga terinveksi PMK. Sebagai upaya pencegahan Pemerintah Aceh melalui Disnak Aceh telah melakukan vaksinasi kepada sebanyak 63.716 ternak warga di seluruh Aceh.

Upaya ini cukup membuahkan hasil karena sebanyak 47.143 ternak warga dinyatakan sembuh. Meski demikian, sebanyak 312 ternak warga mati akibat PMK dan 64 ekor ternak warga telah dilakukan pemotongan paksa. Sesuai data Dinas Peternakan, saat ini Aceh telah nihil kasus PMK, namun tetap siaga melakukan berbagai pengawasan agar penyebaran kasus baru dapat dibendung.

Dalam sambutannya, Zalsufran menegaskan, selama keterlibatan PDHI dan seluruh insan veteriner tak hanya terkait penanganan PMK. Para dokter hewan di Aceh punya andil besar dalam menjaga keberlangsungan hidup hewan liar yang dilindungi dan hewan peliharaan.

“Dalam banyak kasus, dokter hewan selalu ambil bagian mengobati hewan liar yang terluka akibat jerat di hutan. Selain itu, masih banyak lagi peran dokter hewan di Aceh. Karenanya pada kesempatan ini, kami atas nama pribadi dan Pemerintah Aceh memberikan apresiasi dan terima kasih kepada para dokter hewan di Aceh atas kerja-kerjanya selama ini,” imbuh Zalsufran.

Mengingat vitalnya peran insan veteriner, Pemerintah Aceh memandang pentingnya meningkatkan peran dokter hewan dalam pembangunan, sebab peran yang ada di pundak profesi ini bagi kehidupan masyarakat tidaklah kecil. Profesi ini sangat dibutuhkan dalam menentukan kebijakan mengenai segala hal terkait peternakan dan kesehatan hewan.

Apalagi di era perdagangan bebas saat ini, tantangan pembangunan di bidang peternakan semakin kompleks. Peran dokter hewan pun turut mengalami pergeseran, dari semula yang berupa pendekatan penyakit, bergeser menjadi pendekatan kesehatan hewan.

“Kondisi itu semakin diperketat lagi dengan persaingan perdagangan ternak dan hasil ternak antar negara, di mana isu terkait hewan ternak turut mengalami pergeseran, dari konsep risiko nol atau zero risk menjadi konsep risiko yang masih dapat diterima acceptable risk,” kata Zalsufran.

“Semua dinamika ini tentu menghadirkan tantangan tersendiri bagi profesi dokter hewan. Perubahan ini paralel dengan kemajuan ekonomi global, terutama dengan adanya perjanjian perdagangan antara negara di bidang peternakan atau hewan. Hal ini menuntut reaksi cepat dari para dokter hewan sebagai tenaga ahli dalam mengantisipasi setiap perubahan dengan perhitungan analisa risiko yang kritis dan sistematis.

Itu sebabnya profesi dokter hewan dituntut lebih berperan dalam melihat fenomena global yang berkembang saat ini,” sambung Zalsufran.

Oleh karena itu, lanjut Zalsufran, sebagai wadah berhimpunnya para dokter hewan di Aceh, PDHI Cabang Aceh sudah semestinya tanggap dengan situasi ini. Hal ini perlu saya tegaskan, sebab selama ini masih ada anggapan bahwa dokter hewan hanya membidangi urusan kesehatan hewan saja.

“Profesi ini juga penting bagi kesehatan rakyat dan kemajuan pangan. Kita tidak boleh lupa, bahwa sekat-sekat global yang semakin tipis, sangat potensial memunculkan penyakit menular yang bermula dari hewan. Untuk mencegah terjadinya hal ini, tentu diperlukan keterlibatan para dokter hewan untuk mengantisipasi agar tidak mewabah di daerah kita,” ujar Kadisnak.

Zalsufran optimis, PDHI sebagai wadah silaturrahmi bagi para anggotanya, dapat pula berperan sebagai media untuk meningkatkan kapasitas anggota, saling berbagi pengetahuan tentang isu-isu terkini mengenai pangan, dunia hewan dan peternakan serta mendorong peran dokter hewan agar dilibatkan lagi dalam pembangunan daerah.

“Kami optimis, Musyawarah Anggota PDHI Aceh dapat memetakan berbagai tantangan, mencari solusi, hingga melahirkan berbagai program yang lebih baik, guna meningkatkan peran dokter hewan untuk mendukung program pembangunan Aceh ke arah yang lebih baik. Insya Allah kegiatan ini berjalan lancar dan sukses,” pungkas Zalsufran. (Adv)