Kabarnanggroe.com, ACEH BESAR – Dalam rangka percepatan sertipikasi tanah wakaf di Kabupaten Aceh Besar tahun 2025, Baitul Mal Aceh Besar bekerja sama dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Perwakilan Aceh Besar mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pengukuran dan pemetaan terhadap 100 persil tanah wakaf.
Kegiatan pengukuran telah rampung pada Juni lalu, dan sebagian di antaranya telah selesai diproses sertipikasinya. Sebanyak 80 sertipikat tanah wakaf resmi diserahkan kepada para nazhir dalam sebuah prosesi di Aula Baharuddin Lopa, Kejaksaan Negeri Aceh Besar, Rabu (20/8/2025).
Ketua Baitul Mal Aceh Besar, H. Azwir Anwar, yang didampingi perwakilan BWI Aceh Besar, H. Khalid Wardana, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen menjalin kemitraan untuk penyelamatan dan pemberdayaan aset wakaf. “Baitul Mal dan BWI adalah dua lembaga yang telah diberi mandat pemerintah untuk mengurus perwakafan. Pada 18 Maret 2025, kami juga telah menandatangani nota kesepahaman kerja sama di Kantor Baitul Mal Aceh Besar,” ujarnya.
Ruang lingkup kerja sama tersebut mencakup pelatihan peningkatan kapasitas nazhir, pendampingan sertipikasi tanah wakaf, serta pengelolaan harta wakaf sesuai amanah Undang-Undang Wakaf.
Prosesi penyerahan sertipikat dilakukan secara simbolis oleh Ketua DPRK Aceh Besar, Abdul Muchti, A.Md., didampingi Wakil Bupati Aceh Besar, Drs. H. Syukri A. Jalil, M.Si., Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kepala Kantor Kementerian Agama, Ketua Baitul Mal, serta Ketua BWI. Turut hadir camat dan kepala Kantor Urusan Agama (KUA) dari sejumlah kecamatan, antara lain Darul Imarah, Simpang Tiga, Lhoknga, Peukan Bada, Blang Bintang, Indrapuri, Seulimeum, Darussalam, Montasik, dan Kuta Baro.
Perwakilan BWI Aceh Besar, H. Khalid Wardana, menekankan pentingnya sertipikasi tanah wakaf untuk memberikan kepastian hukum, melindungi aset wakaf dari sengketa maupun penyalahgunaan, serta memastikan keberlanjutan manfaat wakaf bagi masyarakat. “Sertipikat tanah wakaf merupakan bukti kepemilikan yang sah dan diakui secara hukum. Dengan demikian, dapat meminimalisir potensi klaim sepihak maupun alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya,” jelasnya.(*)