Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Wakil Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat, Prof. Dr. Eng. Ir. Teuku Abdullah Sanny, M.Sc, menyebut Aceh memiliki potensi besar untuk mengembangkan industri halal food yang sekarang menjadi trend di negara-negara maju.
Menurutnya, Aceh memiliki industri wisata yang besar dan potensial, itu sejalan dengan pengembangan industri halal food. Secara fundamental, halal food itu berarti makanan yang diproses sesuai anjuran Islam dan tentu saja higenis serta menyehatkan.
“Industri ini mulai berkembang di Jepang dan negara maju lainnya, kenapa, karena wisatawan cenderung memilih makanan yang sehat dan bersih, nah ini menjadi satu peluang besar bagi Aceh untuk mendongkrak sektor wisata,” kata putra Aceh Besar asal Piyeung Kecamatan Montasik itu, di Banda Aceh, Jumat (17/11/2023).
Ia menjelaskan, Islam sebagai agama yang paripurna telah memberikan pedoman bagi umat manusia dalam berbagai sendi kehidupannya. Termasuk dalam masalah makanan, Islam memberikan syarat bahwa makanan dalam Islam haruslah memenuhi dua syarat yaitu halal dan thayyib.
“Halal berarti terbebas dari segala bentuk dzat yang telah diharamkan dalam Islam, yaitu, bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih tidak menyebut nama Allah sesuai dengan surat Al Maidah ayat 3,” jelasnya.
Prof Sanny menceritakan pengalamannya saat di Jepang, masyarakat Jepang begitu antusias mengadopsi halal food, karena secara medis, halal food itu makanan yang menyehatkan. Makanan yang sehat tentunya akan melahirkan otak yang cerdas.
“Secara umum makanan yang ada di Indonesia dan Aceh berbahan baku yang halal, namun secara kandungan gizi dan proteinnya serta kesehatannya belum bisa dipastikan, karena belum diteliti secara detail, kandungan dari makanan yang kita konsumsi hari ini,” terangnya.
Sebut saja saat ini kuah beulangong dan berbagai makanan unggulan Aceh, banyak wisatawan yang menyukai dan makanan tersebut terus dibranding sebagai makanan khas Aceh. Namun dalam penyajian makanan tersebut tidak pernah dijelaskan kandungan gizi dan protein, kemudian bahan dan bumbu yang digunakan juga tidak dituliskan.
“Nah ini yang mungkin harus jadi perhatian, karena wisatawan akan memilih makanan yang enak dan memiliki unsur kesehatan,” urai Prof Sanny.
Secara legalitas, masyarakat telah mencantumkan label halal pad setiap produk makanan yang dipasarkan, namun dalam label itu tidak disertakan kandungannya gizi dan proteinnya serta takaran batasan kadar bahan bakunya.
“Jika di Jepang masyarakatnya sangat teliti, hampir setiap makanan yang disajikan dijelaskan, kadar bahan baku dan kandungan gizi yang ada,” ucapnya.
Ia menjelaskan, untuk mengembangkan industri pangan halal, Aceh perlu memiliki komitmen para pihak yang berkompeten antara lain Pemerintah Aceh sendiri sebagai regulator yang memastiksn aspek-aspek legalitas yang memastikan jaminan halal bersama MUI tentu yang mempermudah UMKM untuk mendapatkan sertifiat halal dan standarisasi pangan halal dan ketentuan lain yang membuat UMKM tumbuh, termasuk pajak yg terjangkau UMKM, serta dukungan pihak perbankan utk mendapatkan modal dasar atau KUR.
“Untuk mendapatkan dukungan penuh dalam penegembangan industri halal agar lebih kondusif perlu adanya MoU tripartit antara Pemerintah Aceh dengan organisasi yg bersifat Global seperti Diaspora Global Aceh ( DGA) dan World Halal Industry Trade Alliances (WHITA) yang merupakan salah satu organisasi pangan halal dunia yg di bangun oleh para pakar pangan dan ekonomi bisnis bangsa Indonesia yang berkelas global.” Terang Prof Sanny
“Dengan adanya pengembangan industri halal ini diharapkan industri pariwisata Aceh akan tumbuh pesat, seperti mampu memecahkan peoblem kemiskinan dan banyaknya pengqngguran di Aceh. Insya Allah.
Soal rempah, Prof Sanny sangat mengakui jika Aceh memiliki rempah terbaik, namun dalam pencampuran rempah menjadi bumbu atau makanan itu harus benar sesuai takaran, sehingga bumbu masakan tersebut benar-benar mengandung kesehatan.
“Ini penting, jadi kita semua harus tau itu, agar makanan tradisional Aceh benar-benar menjadi makanan yang sehat untuk dikonsumsi oleh masyarakat banyak,” pungkas Prof Sanny. (AMZ)