kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh, Ir. Mohd. Tanwier, MM meminta penjualan pupuk bersubsidi oleh distributor maupun pedagang eceran harus sesuai aturan pemerintah yang berlaku, sehingga tidak ada ketimpangan dalam penjualan pupuk bersubsidi untuk para petani.
Menurut Tanwier, beberapa waktu lalu ada kabar miring terkait penjualan pupuk bersubsidi, dimana untuk mendapatkan pupuk bersubsidi masyarakat harus membeli gandeng dengan pupuk lain, hal tersebut tidak dibenarkan, karena tidak ada dalam aturan yang ditetapkan oleh pemerintah.
“Ini tidak dibenarkan, dan sudah dibantah langsung oleh Asisten Vice Presiden Pupuk Indonesia Provinsi Aceh, Aswin Ansar dalam rapat di Aceh Tenggara pada bulan Oktober yang lalu,” katanya di Banda Aceh, Kamis (17/11/2022).
Ia mengatakan, pihaknya terus berkomitmen meningkatkan pemahaman tentang perlindungan konsumen. Konsumen merupakan ujung tombak dalam peningkatan perekonomian nasional maupun lokal. “Kontribusi konsumsi masyarakat memberikan nilai tambah dan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) nasional maupun lokal. Untuk itu, masyarakat konsumen perlu terus diperhatikan, ditumbuh kembangkan, dan dilindungi agar menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan,” ujarnya.
Tanwier juga menjelaskan, untuk meningkatkan kinerja perdagangan dalam negeri adalah terwujudnya konsumen berdaya dan pelaku usaha bertanggung jawab. Upaya ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal, dan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Perdagangan.
“Jadi, semuanya harus taati peraturan yang berlaku, jika tidak, bisa menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, dan itu akan menyebabkan inflasi,” ucapnya.
Menurut Tanwier, perlindungan kepada masyarakat konsumen yang telah dilakukan pemerintah daerah merupakan salah satu upaya yang dapat mempercepat tumbuh kembalinya ekonomi lokal di daerah masing-masing dan tentunya juga ekonomi nasional, dengan meningkatkan dan menumbuhkan kembali kepercayaan dalam bertransaksi serta memberikan perlindungan terhadap peredaran barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan.
“Kita tidak ingin para petani kesusahan membeli pupuk bersubsidi, tentu bukan hanya pupuk saja, tapi sektor perdagangan lainnya, karena konsumen merupakan pembeli yang harus mendapatkan haknya sebagai pembeli, jangan ada penjual nakal untuk menjaga daya beli masyarakat,” ujar Tanwier.
Untuk memastikan kesinambungan penyelenggaraan perlindungan konsumen di daerah, Kadisperindag Aceh berpesan kepada para kepala daerah untuk mengawal pembentukan dan aktivasi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di daerah, sehingga dapat memfasilitasi penanganan pengaduan konsumen, penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan konsumen melalui Gerakan Masyarakat Melek Metrologi (3M) untuk meningkatkan pemahaman masyarakat di bidang metrologi legal.
“Gerakan ini diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat agar lebih peduli terhadap ukuran, takaran, dan timbangan khususnya dalam transaksi perdagangan, serta pembentukan Pasar Rakyat ber-SNI dan Pasar Tertib Ukur untuk menumbuhkan daya saing pasar rakyat di tengah persaingan dengan pasar modern,” ujar Kadisperindag.
Ia menambahkan, konsumen cerdas merupakan hasil dari interaksi penjual dan pembeli. “Dengan interaksi yang lebih intens, ke depan tanpa aturan resmi dari Pemerintah, akan terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli. Hal ini akan lebih baik dari aturan yang dibuat Pemerintah,” ungkapnya.
Menurut Tanwier, setiap orang memiliki pengalaman sebagai konsumen. Undang-undang perlindungan konsumen menjadi titik temu antara penjual dan pembeli terkait soal harga, kualitas barang, ataupun sertifikasi.
“Dengan konsumen yang semakin cerdas maka pelaku usaha akan menyesuaikan standar yang diharapkan konsumen sehingga pelaku usaha dapat berkembang,” ujarnya.
Tanwier juga mengatakan, Disperindag Aceh melakukan berbagai langkah dalam melindungi masyarakat di setiap kegiatan perdagangan sehari-hari. Salah satunya melalui peningkatan standardisasi dan pengendalian mutu.
“Penting dalam meningkatkan mutu produk domestik maupun produk yang akan diekspor. Saat ini, banyak negara yang menerapkan standar/regulasi teknis sebagai hambatan perdagangan. Jadi sangat penting meningkatkan mutu di semua tahapan rantai pasok dari hulu sampai hilir. Dengan demikian, produk Indonesia memiliki kualitas yang baik dan dapat memenuhi persyaratan mutu di negara tujuan ekspor,” tuturnya.
Menurut Tanwier, pihaknya terus mendorong perlindungan konsumen karena konsumen berperan penting agar ekonomi bangsa dapat terus meningkat. Selain itu, membangun kesadaran akan arti perlindungan konsumen akan menempatkan konsumen sebagai subjek penentu kegiatan ekonomi. Negara dipastikan akan terus hadir dalam melindungi konsumen.
“Kesadaran terhadap hak dan kewajiban konsumen akan membantu konsumen membuat keputusan yang tepat dalam bertransaksi sehingga mengurangi potensi sengketa atau kerugian ketika berbelanja,” pungkas Tanwier. (Adv)