Kabarnanggroe.com, Jakarta — Perundungan atau bullying di sekolah kembali menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat. Fenomena ini bukan sekadar kenakalan remaja biasa, melainkan masalah sosial yang dapat meninggalkan luka psikologis mendalam bagi korbannya. Karena itu, semua pihak mulai dari orang tua, guru, hingga siswa didorong untuk berperan aktif dalam memutus siklus perundungan agar tidak terus berulang di dunia pendidikan.
Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode Januari hingga Oktober 2025, tercatat 61 anak menjadi korban perundungan di sekolah. Angka ini mencerminkan bahwa kasus kekerasan antar siswa masih cukup tinggi dan memerlukan pendekatan komprehensif agar tidak menimbulkan dampak lebih luas.
Akar Masalah dan Faktor Pemicu
KPAI mengidentifikasi beberapa faktor yang berkontribusi terhadap maraknya perundungan di sekolah. Di antaranya adalah pola asuh orang tua yang terlalu keras atau justru terlalu permisif, sehingga anak tidak belajar mengekspresikan emosi dengan cara sehat. Selain itu, pengaruh lingkungan pergaulan di sekolah, serta ketidaktegasan pihak sekolah dalam menangani kasus bullying, turut memperburuk situasi.
Kurangnya edukasi tentang empati dan komunikasi positif juga menjadi pemicu munculnya perilaku perundungan, baik secara verbal, fisik, maupun digital. Akibatnya, banyak anak yang menjadi korban mengalami tekanan mental berkepanjangan tanpa berani melapor karena takut atau merasa tidak ada dukungan.
Dampak Serius bagi Korban
Dampak perundungan tidak bisa dianggap sepele. Korban sering mengalami trauma dan gangguan psikologis, seperti depresi, rasa cemas, penurunan kepercayaan diri, hingga isolasi sosial. Dalam kasus yang lebih berat, korban juga dapat mengalami gangguan perkembangan diri akibat ketakutan terus-menerus, bahkan cedera fisik seperti luka dan memar akibat kekerasan langsung.
Kondisi ini tidak hanya mengganggu kesehatan mental anak, tetapi juga berpengaruh terhadap prestasi belajar dan interaksi sosial mereka di sekolah. Karena itu, upaya pencegahan harus dimulai sejak dini, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah.
Peran Strategis Orang Tua dan Siswa
Dalam upaya memutus rantai perundungan, orang tua memiliki peran besar dalam membentuk karakter anak. Orang tua perlu mengajarkan empati, memberikan contoh perilaku baik, serta menerapkan disiplin yang bijak jika anak melakukan kesalahan. Selain itu, komunikasi yang hangat dan terbuka juga penting agar anak merasa nyaman bercerita ketika menghadapi masalah di sekolah.
Sementara itu, para siswa juga harus dibekali pemahaman tentang pentingnya empati dan solidaritas. Siswa didorong untuk menegur teman yang bercanda berlebihan,mencegah tindakan perundungan, serta melaporkan insiden bullying kepada guru atau orang tua. Kesadaran ini menjadi langkah awal dalam menciptakan budaya sekolah yang saling menghargai dan aman bagi semua.
Langkah Pemerintah dan Dunia Pendidikan
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menegaskan komitmennya untuk menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari kekerasan. Pemerintah telah menyusun peraturan tentang sekolah aman, serta mendorong sekolah-sekolah untuk mengadakan program literasi empati.
Selain itu, Kemendikdasmen juga melatih guru agar mampu mendeteksi dini tanda-tanda perundungan dan memberikan bimbingan konseling bagi siswa yang terlibat, baik sebagai korban maupun pelaku. Langkah ini diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang untuk membangun karakter peserta didik yang berempati, beretika, dan berakhlak mulia.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menekankan pentingnya pendekatan yang manusiawi dalam menangani masalah ini.
“Kasus perundungan di sekolah cukup tinggi, inilah yang coba kita tangani dengan pendekatan yang lebih humanis, komprehensif, dan partisipatif”, ujarnya.
Abdul Mu’ti menambahkan, pendidikan karakter dan literasi empati akan terus diperkuat dalam kurikulum dan kegiatan sekolah, agar anak-anak tumbuh menjadi generasi yang berani bersuara, menghargai sesama, dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
Saluran Pengaduan Terbuka untuk Masyarakat
Bagi masyarakat yang ingin melaporkan kasus perundungan di lingkungan sekolah, Kemendikdasmen menyediakan pusat panggilan 177 serta email [pengaduan@kemendikdasmen.go.id](mailto:pengaduan@kemendikdasmen.go.id). Saluran ini diharapkan menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan kasus tanpa rasa takut, demi melindungi hak-hak anak dalam memperoleh pendidikan yang aman dan bermartabat.
Dengan keterlibatan aktif semua pihak orang tua, guru, siswa, dan pemerintah—diharapkan sekolah benar-benar menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya karakter positif, bukan ruang yang menumbuhkan ketakutan dan luka batin.






