Asisten I Sekda Aceh: Tak ada Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Tangani Rohingya

Azwardi Abdullah AP MSi Asisten I Sekda Aceh

Kabarnanggroe.com, BANDA ACEH – Gerombolan pendatang haram dari kelompok etnis Rohingya terus menyerbu ke Aceh. Mereka hampir dapat dipastikan datang secara terorganisir oleh kelompok mafia yang sebagian telah digulung oleh polisi di Aceh. Terakhir, Minggu (10/12/2023) hari ini, dua rombongan imigran gelap yang disengaja tanpa dokumen apapun, kembali mendarat di Aceh.

Rombongan perdana yang diperkirakan lebih 200 orang mendarat di Pantai Blang Raya Kecamatan Muara Tiga Pidie, sekitar pukul 03.30 WIB. Sementara rombongan kedua yang umumnya kaum wanita dan anak mendarat di Pasie Blang Ulam Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar.

Sebelumnya, Kamis (07/12/2023), Azwardi Abdullah AP MSi Asisten Pemerintahan, Keistimewaan Aceh dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Aceh (Asisten I) Sekda Aceh secara tegas mengatakan, tak ada kewenangan pemerintah kabupaten/kota dan propinsi untuk menangani imigran gelap seperti etnis Rohingya.

Karena mereka adalah penyusup yang jelas jelas masuk secara gelap dan tanpa dokumen apapun. “Kewenangan kita hanya tunjuk lokasi dan beritahukan kepada UNHCR serta IOM sebagai bentuk empati, selebihnya adalah urusan mereka. Menangani orang asing itu urusan antar negara, bukan urusan pemerintah level kabupaten/kota dan propinsi,” kata Azwardi yang didampingi Kepala Badan Kesbangpol Aceh, Dedy Yuswadi, saat membuka Rakor Kesbangpol se-Aceh, Kamis (07/12/2023) lalu.

Pendatang etnis Rohingya kembali terdampar dan mendarat secara ilegal, di Pasie Blang Ulam Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, Minggu (10/12/2023) FOTO/ MC ACEH BESAR

Azwardi menceritakan kesaksian dirinya di lapangan, kala menjadi Pj Bupati Aceh Utara tahun 2022 lalu. Saat itu ia sempat melihat langsung imigran gelap Rohingya di pesisir Aceh Utara. “Kita cek mereka, ternyata ada yang memiliki hape 2 dan 3 buah. Selain itu yang membuat prihatin, ketika ada warga yang dengan tulus ikhlas membantu pakaian, mereka hanya ambil bagus bagus. Sedangkan yang mereka nilai tidak bagus diserak begitu saja di atas tanah, benar benar membuat geram warga sekitar lokasi penampungan,” tutur Azwardi.

Selain itu, Azwardi juga banyak menerima informasi seputar perilaku negatif para imigran gelap etnik Rohingya itu yang jauh dari perilaku islami, terutama dalam kaitan kebersihan diri dan lingkungan. “Karena itulah masyarakat kita banyak yang menolak keberadaan mereka, akibat tidak sesuai dengan norma agama dan sosial kita,” kata Azwardi di depan peserta Rakor Kesbangpol se-Aceh itu.

Asisten 1 ini secara lugas mengatakan, para pendatang haram dari Bangla itu bukanlah terdampar.

Namun diinisiasi kelompok mafia yang kini ada yang telah ditangkap polisi di Aceh. “Mereka datang terjadwal dari September hingga Desember setiap akhir tahun dan juga mendarat malam atau dinihari,” kata Azwardi seraya menngingatkan semua pihak jangan mengedepankan pendekatan agama dengan imigran Rohingya, karena mereka belum tentu beragama Islam, walau mengenakan cadar dan kopiah sekalipun. Karena itu bisa jadi bagian dari trik para mafia penyusup Rohingya ke Aceh atau ke Indonesia agar mudah menarik simpati masyarakat.

Menyangkut kewenangan penanganan Rohingya itu Azwardi mengingatkan tentang Perpres 125 yang secara jelas dan tegas menyebutkan, tak ada kewenangan khusus untuk tangani pengungsi Rohingya. “Kami akan segera duduk dengan jajaran Forkopimda Aceh serta arahan dari Menkopolhukam.

Pemerintah Aceh hingga Pemkab dan Pemko di Aceh tak memiliki budget yang diplot untuk tangani Robingya, kita saja sudah apoh apah dan banyak tunjangan dipotong untuk biaya Pemilu dan Pilkada. Kita bantu warga sendiri dulu baru orang lain. Jangan fokus bantu orang luar,” tegas Azwardi seraya menambahkan, pemerintah RI segera akan menentukan lokasi untuk imigran Rohingya, hingga tidak bebas masuk negeri ini begitu saja.(**)