Anggota DPRK Banda Aceh Musriadi Desak Pj Wali Kota Atasi Munculnya Gepeng Pasca PON XXI

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Dr. Musriadi, MPd FOTO/ MarDG

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Dr. Musriadi, MPd, mendesak Pj Wali Kota Banda Aceh, Ade Surya, mengambil langkah tegas mengatasi maraknya Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) yang mulai bermunculan disetiap sudut Kota Banda Aceh pasca pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut.

Menurutnya, penyakit sosial ini harus menjadi perhatian khusus Pemko Banda Aceh, ia menilai, keberadaan Gepeng itu membuat Kota Adipura itu tercoreng. Apalagi, Banda Aceh menjadi salah satu daerah tujuan para wisatawan yang ingin ke Aceh.

“Malu kita dengan wisatawan, kenyamanan mereka dalam berwisata ke Aceh, juga harus dijaga, kalau kondisi ini dibiarkan akibat berefek kepada wajah Aceh dan Banda Aceh khususnya di mata wisatawan, kebijakan Pemerintah Aceh dan Banda Aceh segera menangani gepeng di negeri syariat ini,” kata Musriadi, di Posko Pemenangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banda Aceh H Aminullah Usman SEAk MM dan H Isnani Husda SE, di Kawasan Lamteh, Ulee Kareng, Banda Aceh, Selasa (8/10/2024) sore.

Ia menuturkan, Peraturan Wali Kota Banda Aceh Nomor 7 Tahun 2018 tentang penanganan pengemis merupakan peraturan yang mengatur tentang penanganan gelandangan, pengemis, orang terlantar, dan tuna sosial lainnya di Kota Banda Aceh. Selain itu Pemerintah Kota Banda Aceh juga memiliki kebijakan untuk menangani permasalahan pengemis, yaitu, mentertibkan dan mengamankan daerah kota Banda Aceh. Membimbing dan mengarahkan para pengemis untuk lebih baik lagi. Memasarkan kembali para gelandangan dan pengemis untuk menjadi anggota masyarakat yang menghayati harga diri. Mencegah terjadinya penggelandangan dan pengemis.

“Penegakan hukum bagi gelandangan dan pengemis di Kota Banda Aceh dilakukan dengan mengawali penerapan peraturan perundang-undangan, melakukan sosialisasi larangan mengemis dan memberikan uang kepada pengemis di Kota Banda Aceh, melakukan razia melalui Satpol PP dan Dinas Sosial, melakukan rehabilitas bagi gelandangan dan pengemis yang tertangkan dengan memberikan edukasi hukum larangan mengemis, pelatihan kerja dan memberikan modal usaha produktif agar pengemis mengalihkan profesinya kepada pekerjaan lain. Jadi, kami minta Wali Kota dan jajaranya mengambil langkah pasti dengan segera,” tandasnya.

Dr Musriadi MPd yang telah diterapkan sebagai Wakil Ketua DPRK Banda Aceh dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dalam paripurna DPRK Banda Aceh beberapa waktu menilai, pengemis yang semakin hari kian bertambah di Kota Banda Aceh, mereka dapat dijumpai pada tempat umum, khususnya di tempat yang sering muncul yaitu di tempat wisata, warung kopi, cafe, pusat pembelanjaan, dan tempat keramaian lainnya.

Di samping itu, keberadaan gelandangan dan pengemis sangat mengganggu ketertiban umum dan membutuhkan penanganan yang serius.

Anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar, paruh baya, lansia, dan orang yang masih tergolong kuat untuk bekerja. Selain itu, ada juga beberapa pengemis yang memang cacat fisik dari lahir, dan juga kebanyakan dari mereka adalah golongan orang-orang yang kurang mampu (miskin).

“Namun, dari sisi lain gelandangan dan pengemis yang berada di Kota Banda Aceh adalah orang-orang yang kurangnya niat untuk berusaha bekerja, karena sudah merasa nyaman dengan keadaan mereka yang mendapatkan penghasilan dari meminta-minta, itualh mengapa mereka perlu dibina dengan baik,” ucapnya.

Musriadi juga menjelaskan, berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Penanganan Gelandangan, Pengemis, Orang Telantar, dan Tuna Sosial Lainnya dalam wilayah Kota Banda Aceh. Mengingat huruf (a) dan (b) sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Walikota adalah gelandangan merupakan seseorang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, tidak mempunyai mata pencaharian dan tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap.

“Sedangkan pengemis merupakan seseorang atau kelompok dan bertindak atas nama lembaga sosial yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta dijalanan, di tempat umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.

Penanganan gelandangan dan pengemis diselenggarakan melalui upaya yang bersifat: a. preventif; b. koersif; c. rehabilitasi; dan d. reintegrasi sosial sebagaimana disebutkan pada bab II pasal 6 dalam Peraturan Wali Kota,” pungkasnya. (AMZ/*)