Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Perdamaian bukan sekadar berhentinya konflik tetapi bagaimana kita mengisinya dengan kerja nyata, membangun keadilan dan kesejahteraan untuk rakyat Aceh.
Ajakan itu disampaikan Bupati Aceh Besar H Muharram Idris saat menjadi narasumber dalam Talk Show Sociology Fair #3 Tahun 2025 yang mengusung tema “Samudera Damai: 20 Tahun Perdamaian Aceh”.
Kegiatan tersebut digelar oleh Himpunan Mahasiswa Sosiologi (HIMASIO) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala di Taman Gelanggang Mahasiswa USK, Banda Aceh, Jumat (7/11/2025).

Turut hadir dalam kegiatan itu, Wakil Dekan III FISIP USK, Maimun, S.Pd., M.A., para dosen, dan mahasiswa sosiologi yang antusias mengikuti refleksi dua dekade perdamaian Aceh.
Dalam kesempatan tersebut Bupati Muharram Idris menceritakan pengalamannya sebagai mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sejak tahun 1995 hingga masa damai tercapai. Ia menjelaskan perjuangannya dulu semata-mata untuk mewujudkan keadilan bagi rakyat Aceh agar bisa hidup sejahtera di tanahnya sendiri.
“Tujuan perjuangan itu adalah keadilan dan kesejahteraan untuk rakyat Aceh. Sekarang setelah dua puluh tahun perdamaian tugas kita bukan lagi berperang tapi berjuang membangun Aceh agar benar-benar makmur,” ujarnya.
Bupati menegaskan Provinsi Aceh memiliki sumber daya alam yang melimpah mulai dari hasil laut, pertanian, hingga energi, namun tingkat kesejahteraan masyarakat masih jauh dari yang diharapkan.
“Ini menjadi PR besar kita bersama. Damai sudah kita miliki tapi kemakmuran belum sepenuhnya kita rasakan. Karena itu saya mengajak adik-adik mahasiswa untuk menjadi bagian dari perubahan. Mari kita isi perdamaian ini dengan kerja, ide, dan inovasi yang membawa Aceh lebih maju dan bermartabat,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan pentingnya menjaga ingatan kolektif terhadap sejarah Aceh. “Sejarah konflik, sejarah damai, dan sejarah tsunami jangan sampai hilang dari memori generasi muda dan penerus kita kedepan. Dari situ kita belajar tentang pengorbanan, kesabaran, dan pentingnya persatuan dalam membangun masa depan,” tutur Bupati Muharram.

Sementara itu Wakil Dekan III FISIP USK Maimun, S.Pd., M.A. dalam sambutannya mengatakan bahwa refleksi 20 tahun perdamaian menjadi momentum bagi mahasiswa sosiologi untuk tidak hanya memahami teori tetapi juga berperan aktif dalam menjaga dan melanjutkan perdamaian.
“Refleksi perdamaian ini bukan hanya konsep akademik, tapi juga tindakan nyata. Mahasiswa harus lebih kritis, rasional, dan logis dalam melihat persoalan Aceh. Kita ingin Aceh yang kuat secara ekonomi, sosial, dan budaya,” ujarnya.
Kegiatan Sociology Fair #3 ini diakhiri dengan sesi tanya jawab interaktif yang menghadirkan berbagai pandangan mahasiswa tentang tantangan dan masa depan perdamaian Aceh.(Zal)






