Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Banda Aceh, Cut Azharida, SH, mengapresiasi Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polresta Banda Aceh yang berhasil menangkap seorang warga salah satu desa di Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, SA (26), yang telah melakukan tindak pidana eksploitasi secara ekonomi terhadap empat orang anak.
Dari keterangan pelaku, untuk melancarkan aksinya, pelaku menyasar anak yang dibawah umur tersebut dengan melihat dari sisi faktor ekonomi keluarga korban yang kurang mampu. Mengetahui orang tua korban tidak memiliki penghasilan, pelaku kemudian berinisiatif memanfaatkan mereka untuk menjual makanan berupa buah potong.
Setiapnya harinya, tersangka membeli jambu klutuk (jambu biji) di Pasar Lambaro, dan membawa ke rumah kakaknya untuk dikemas dan dijual oleh korban.
Ia kemudian menawarkan agar para anak tersebut ikut bekerja dengan menjual buah potong di tempat keramaian dan perempatan lampu merah di Banda Aceh.
Masing-masing anak diberikan 30 hingga 50 cup buah potong jambu klutuk dengan harga Rp 10 ribu per cupnya. Para anak tersebut diberikan upah Rp 2.000 setiap cup yang berhasil dijual. Sehingga dengan mengimingi korban dengan uang, pelaku dengan mudah melancarkan aksinya.
“Jadi para korban ini mendapatkan uang hingga Rp 60 ribu sehari,” ujar Cut Azharida usai mengikuti konferensi pers di Polresta Banda Aceh, Rabu (5/7/2023).
Menurutnya, ini merupakan persoalan serius, karena anak di bawah umur dilarang untuk dipekerjakan. Karena melanggar undang-undang dan dapat dipidanakan.
“Hal ini diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 pasal 68 tentang ketenagakerjaan, juga diperkuat dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, jadi, tidak ada alasan lagi untuk dapat mengelak , ” katanya.
Cut Azharida menjelaskan, sejak awal maraknya anak-anak jualan buah potong, Pemko Banda Aceh telah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dari Polresta Banda Aceh, sebab eksploitasi anak ini sudah sangat meresahkan. Termasuk melakukan komunikasi dengan instansi terkait ditingkat Provinsi Aceh, sebab sebagian besar anak-anak tersebut dari luar Banda Aceh.
Terkait dengan penegakan penertiban pihaknya sudah sangat rutin melakukan tindakan penertiban di persimpangan lampu merah dan warkop/kafe yang ada di Banda Aceh.
Hanya saja kata Cut Azharida, setelah dilakukan pengamanan terhadap anak-anak di bawah umur tersebut dan dilakukan pembinaan oleh Dinas Sosial, tidak lama kemudian mereka kembali lagi dipekerjakan oleh orang tua atau pengendali lainnya.
Kemudian ia menambahkan, anak-anak yang dipekerjakan ini hampir seluruhnya bukan berasal dari Banda Aceh melainkan mereka pendatang, kuat dugaan anak-anak tersebut ada yang mengkoordinir untuk berjualan di seputaran lampu merah dan pusat kota.
Cut Azharida menjelaskan, bahwa keterbukaan informasi dan layanan pendampingan yang diberikan Pemerintah, membuat warga Kota Banda Aceh berani melaporkan setiap tindakan yang mengarah kepada kekerasan dan eksploitasi baik terhadap perempuan maupun anak.
“Jika ada kejadian yang mengarah kepada eksploitasi dan kekerasan baik terhadap perempuan dan anak, jangan enggan untuk melapor, karena dengan laporan itu, hal-hal yang tersebut dapat diselesaikan dengan baik,” ucap Cut Azharida.
Lebih jauh, Cut Azharida mengatakan, DP3AP2KB Kota Banda Aceh sendiri dalam menangani setiap kasus yang dilaporkan akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian, agar pelaku eksploitasi dapat segera diringkus seperti saat ini.
“Kita senantiasa berkoordinasi dengan pihak kepolisian, Alhamdulillah hari ini pelaku sudah diamankan, mudah-mudahan tidak terulang kembali, karena anak-anak memiliki hak yang harus dipenuhi sebagai generasi penerus bangsa, jangan sampai generasi emas kita hilang karena ulang tangan manusia tak bertanggung jawab,” pungkas Cut Azharida.(AMZ/*)