Ikon Kerajinan Tangan Budaya Aceh, Kupiah Meukutop Kian Populer

Kupiah Meukutop Aceh Barat. FOTO/SCREENSHOT

Banda Aceh – Topi bukan hanya berfungsi sebagai penutup kepala, tetapi juga sebagai identitas budaya sebuah bangsa atau daerah dan untuk kaum Muslim di Aceh ada Kupiah Meukutop yang mulai dikenal di berbagai wilayah Indonesia.

Penutup kepala ini yang disebut peci juga sebagai pelengkap penampilan penutup kepala yang biasa digunakan oleh kaum pria khususnya masyarakat muslim, di kawasan Asia Tenggara seperti, Malaysia dan Brunei Darussalam.

Penutup kepala tradisional Aceh yang ikonik ini yang juga dikenal dengan sebutan kupiah Teuku Umar, seiring sang pahlawan Aceh itu menggunakan dalam kesehariannya. Namun, ada motif khas Aceh dominan berbentuk “lam” dalam huruf hijaiyah.

Warna yang ditampilkan cukup unik dan cerah, dengan perpaduan merah, kuning, hitam, hijau dan putih. Setiap warna melambangkan makna tertentu, seperti warna merah melambangkan kepahlawanan, kuning melambangkan kerajaan, hijau melambangkan agama, hitam melambangkan ketegasan, dan putih melambangkan kesucian.

Untuk terus melestarikan dan mengenalkan budaya Aceh terutama Kupiah Meukeutop, salah seorang Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Jumadin mulai memproduksi dengan merek dagang Idi Gampong Garot Cut, Kabupaten Pidie.

Menurutnya, kerajinan tersebut telah ada sejak zaman dahulu dan keahlian membuat kupiah itu sudah diturunkan dari generasi ke generasi. Proses pembuatannya pun dilakukan secara handmade atau rajut tangan. Dengan menggunakan beberapa elemen kapas, benang dan kain yang berbahan dasar 100 persen halal.

Ada beberapa produk peci yang ditawarkan oleh Jumadin yakni, pertama berbentuk bulat bernama kupiah meukeutop, kedua agak tinggi ke atas yakni kupiah raja, ketiga mirip seperti songkok, di Aceh disebut dengan kupiah Tengku.

Jumadin memulai usahanya itu sejak 2020, dengan keinginan memperkenalkan kepada masyarakat luas hingga ke kancah nasional dan internasional, bahwa Aceh memiliki peci yang dapat eksis dan menjadi tren mode hingga kini.

“Kalau di nasional telah memiliki mitra di daerah Jakarta yaitu namanya Aceh Gallery. Sedangkan saat ini ada beberapa produk tembus ke internasional, tetapi melalui sejumlah figur yang ingin membawa kesana,” ucapnya.

Putra asli Pidie itu, sengaja membuka bisnis peci khas Aceh karena ingin meningkatkan perekonomian khususnya bagi pengrajin kopiah Meukeutop, agar lebih makmur dan sejahtera serta membangun potensi daerahnya.

Katanya, saat ini yang menjadi kendala dalam berbisnis yakni segi finansial, manajemen kepribadian, serta membangun sistem bagaimana masyarakat dapat melakukan repeat order dan menjadikan kopiah sebagai kebutuhan, bukan hanya menjadi trend musiman.

Jumaidi pernah mengikuti Wirausaha Unggulan Bank Indonesia (WUBI) dan mendapat ranking ke tujuh dari 50 peserta. Ia juga pernah mengikuti kegiatan Aceh Tanoh Rencong yang dibuat oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Aceh.

“Harapan kedepan semoga anak muda di Aceh pada semua jenjang, terus berusaha melakukan yang terbaik dalam segala sesuatu yang ditekuni, tetap harus adanya action dalam pengembangan diri. Banyak hal dan ilmu bisa menghasilkan cuan asalkan punya tekad dan kemauan. Serta untuk pemerintah terus menyuport kami terutama pengusaha muda Aceh,” tutupnya.

Proses pembuatan kupiah meukeutop di salah satu wilayah Pidie. FOTO/SCREENSHOT

Sementara itu tidak ada sumber sejarah pasti yang menjelaskan kapan atau siapa pertama kali yang memakai kupiah meukeutop. Jika dilihat dari foto-foto tokoh pahlawan asal Aceh, bukan Teuku Umar satu-satunya yang memakai kupiah. Panglima Polem (1845-1879), juga memakai hal serupa.

Bahkan kupiah yang dipakai Sultan Muhammad Daud Syah dan Panglima Polem, lebih menyerupai kupiah meukeutop yang ada saat ini, baik dari bentuk maupun motifnya.

Meski latar belakang kemunculan kupiah meukeutop masih belum jelas, namun topi adat Aceh ini telah menjadi ikon budaya dan sejarah yang begitu melekat dengan masyarakat Aceh. Saat ini kupiah meukeutop telah mampu menunjukkan kekhasan Aceh pada dunia.

Bentuknya yang unik dan indah, membuat kupiah meukeutop ini sering dijadikan souvenir yang menarik. Kupiah Meukutop ini hampir dapat ditemukan di tiap kabupaten dan kota di Aceh, kecuali untuk daerah-daerah tertentu yang pakaian adatnya berbeda.

Kupiah meukeutop terbuat dari kain berwarna dasar merah dan kuning yang dirajut jadi satu, berbentuk lingkaran. Pinggiran bawah kupiah, terdapat motif anyaman dikombinasikan warna hitam, hijau, merah dan kuning. Anyaman serupa terdapat di bagian tengah, yang dibatasi lingkaran kain hijau di atasnya dan kain hitam di bawah.

Bagi wisatawan yang datang ke Aceh, dapat mencoba kupiah khas Aceh ini di toko-toko souvenir yang tersebar di seluruh penjuru Aceh, bahkan sudah disebar ke berbagai wilayah Indonesia. Kupiah satu ini biasanya dikenakan saat perayaan hari-hari besar, seperti peringatan HUT Kemerdekaan RI dan lainnya.(Adv)