Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Banda Aceh Cut Azharida, SH, menghadiri Rapat Kerja Daerah (Rakerda) terkait program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting yang digelar oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Aceh dengan tema ”Optimalisasi Bonus Demografi dan Peningkatan SDM Menuju Indonesia Emas 2045″, di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, Selasa (2/4/2024).
Ia menjelaskan, keluarga merupakan kunci utama pembangunan bangsa. Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam membangun kualitas sumber daya manusia.
“Pembangunan keluarga yang dibangun harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu, untuk itu kita perlu bersinergi, bersama-sama dan bekerja sama membangun pondasi keluarga yang berketahanan,” kata Cut Azharida.
Ia menyampaikan, terkait kondisi keluarga di Aceh saat ini, meski Aceh provinsi termiskin di Sumatera dan angka stunting tinggi, namun Provinsi Aceh menduduki urutan pertama keluarga paling bahagia se-Indonesia. Hal ini dinilai dari Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) yang dilakukan BKKBN. IBangga Aceh paling tinggi se-Indonesia dengan 65,38 di atas nasional.
“Banda Aceh menduduki peringkat ketiga dengan presentase iBangga tertinggi yang mencapai 68,91%, ini artinya, kita masih bisa terus memperbaiki angka stunting kita, tentu saja dengan kerjasama lintas sektor, dimana semua memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing,” ucapnya.
Adapun tolak ukur kualitas keluarga dalam Indeks Pembangunan Keluarga, yakni, ketenteraman, kemandirian dan kebahagiaan keluarga. Meski demikian, ia menyampaikan, masih banyak pekerjaan yang harus diprioritaskan dalam pembangunan keluarga, dan percepatan penurunan stunting.

“Seribu Hari Pertama Kehidupan adalah menjadi kunci sukses dalam mencegah stunting, dan menyiapkan generasi sehat, cerdas, dan unggul pada 2045, Indonesia Emas,” tungkasnya.
Ia juga mengatakan saat ini stunting merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi Indonesia dan khususnya Kota Banda Aceh selama beberapa tahun belakangan.
“Maka, sangat dibutuhkan keterlibatan semua pihak yang terkait dan berkomitmen dalam menangani dan pencegahan stunting, sesuai dengan Peraturan Presiden No 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting,” katanya Sebagaimana diketahui, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh balita yang diakibatkan oleh kekurangan gizi mulai dari 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), dengan ditandai tumbuh badan tidak sesuai dengan usia balita tersebut. Jadi, kunci pencegahan dan penanganan stunting dimulai dari 1000 HPK.
“Sehingga perhatian ibu hamil dan balita bisa melalui intervensi gizi spesifik, seperti kelas ibu hamil didalam itu terkait ASI eksklusif, Imunisasi dan juga perilaku hidup bersih dan sehat, selain itu juga lakukan intervensi sensitif seperti KB pasca persalinan, akses air layak minum, jamban sehat dan lain-lainnya,” paparnya Ia menjelaskan, pencegahan stunting adalah hal yang penting karena dampaknya bisa terjadi hingga jangka panjang. Anak yang stunting akan menjadi lebih mudah sakit, kecerdasannya akan berkurang, serta fungsi tubuhnya tidak seimbang. Maka untuk itu, ada delapan langkah untuk pencegahan stunting yang sangat perlu dilakukan.
“Delapan langkah tersebut terdiri dari, perbaikan stunting sebelum 2 tahun, pemberian ASI eksklusif, perbaiki cara menyusui, pemberian protein hewani pada MP-ASI, Imunisasi rutin, memantau perkembangan anak, perilaku hidup sehat dan mengunakan jamban sehat. Jadi itu harua diperhatikan sebaik mungkin untuk mencegah stunting,” jelasnya.
Kemudian, Cut Azharida menambahkan, Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, melalui pendekatan keluarga berisiko stunting pemerintah daerah membentuk Tim Pendamping Keluarga.
“Tim Pendamping Keluarga adalah sekelompok tenaga yang dibentuk dan terdiri dari Bidan, Kader TP PKK dan Kader KB untuk melaksanakan pendampingan meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi penerimaan program bantuan sosial kepada calon pengantin/calon pasangan usia subur, ibu hamil, ibu pasca persalinan, anak usia 0-59 bulan serta melakukan surveilans keluarga berisiko stunting untuk mendeteksi dini faktor-faktor risiko stunting,” kata Cut Azharida.
Disamping itu, ia mengajak para pemangku kebijakan lintas sektor untuk secara bersama terlibat pada upaya penurunan stunting yang saat ini sedang digencarkan oleh pemerintah.
“Oleh karena itu, untuk percepatan penurunan stunting harus melibatkan semua lintas sektor dan lembaga,” pungkas Cut Azharida.(AMZ)