kabarnanggroe.com – Bagi para wisatawan yang ingin mengetahui mushaf Quran raksasa bertuliskan tangan era abad ini dapat melihat langsung perjuangan seorang tengku di Aceh menulis kembali ayat per ayat kitab suci umat Islam dengan sangat baik.
Kini, telah disimpan di Gedung Perpustakaan Museum Aceh di JL STA Mahmudsyah, Peuniti, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh sebagai bukti kemampuan para tengku atau ulama Aceh tak lekang di makan zaman.
Apalagi, di era serba digital saat ini, tulisan tangan dari seorang ulama Aceh Selatan, Tgk Hamdan Rusli yang berdomisili di Gampong Jambo Papan, Kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan telah ikut menambah koleksi Museum Aceh.
Pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh yang bertugas menjaga Gedung Perpustakaan menyatakan penulisan Quran ini berdasarkan niat Tgk Hamdan yang akan menulis tangan Quran jika bebas dari penjara saat konflik bersenjata meletus di Aceh Selatan.
Ditambahkan, seusai keluar penjara, Tgk Hamdan tidak menunda niatnya, tetapi langsung menulis ulang Quran dengan tangannya sendiri selama tiga tahun, dimulai dari 2 Shafar 1426 H atau tahun 2005 sampai 1 Oktober 2008 dengan tanpa kenal lelah untuk memenuhi niatnya jika keluar dari penjara.
Seperti diketahui, seusai tsunami 26 Desember 2004, konflik di Aceh berakhir seiring adanya MoU antara Pemerintah RI dengan GAM di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005, maka banyak para tahanan selama konflik dibebaskan dari penjara.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, kemungkinan termasuk juga Tgk Hamdan Rusli yang keluar dari penjara dan saat keluar, Tgk Hamdan tidak menunda penulisan Quran dengan tangan dari juz 1 sampai 30.
Berdasarkan keterangan di depan mushaf Quran tersebut, Quran raksasa ini yang berukuran panjang 80 cm, lebar 65 cm dan tebal 25 cm telah diperiksa oleh tim peneliti dan pembentukan Quran pada 18 Mei 2009.
Dimana, terdapat 415 kesalahan penulisan, namun telah diperbaiki oleh Tgk Hamdan Rusli sendiri seusai pengecekan ulang oleh tim pada 30 Agustus 2009 di rumah Tgk Hamdan yang berada di Aceh Selatan.
Pegawai Disbupar Aceh itu menjelaskan seusai dikoreksi, Tgk Hamdan Rusli menyerahkan ke Museum Aceh agar dapat dilihat kembali oleh masyarakat Aceh, juga wisatawan yang datang dari berbagai penjuru tanah air dan mancanegara.

Seusai menjelaskan tentang mushaf Quran tersebut, berkeliling ke area perpustakaan yang menyimpan banyak bukti sejarah Aceh yang ditulis oleh Hindia Belanda dan juga ulama besar Aceh yang hidup pada era Kesultanan Aceh, khususnya saat di bawah Sultan Iskandar Muda.
Buku-buku ini, sebenarnya banyak dibaca oleh para peneliti sejarah dan juga pelajar bersama mahasiswa, serta masyarakat umum yang ingin mengetahui sejarah Aceh yang sebenarnya, tanpa ditambah-tambah, sesuai dengan kondisi saat itu.
Salah satunya, buku tebal berbahasa Belanda yang tersimpan rapi di dalam rak, tetapi sebagian tampak sudah usang. Sedangkan Kamus Bahasa Aceh ke Belanda juga disimpan di perpustakaan ini dengan kondisi, juga sudah usang dimakan usia, sehingga pengunjung harus berhati-hati saat membuka lembarannya.
Lainnya, ensikopledia dari berbagai dunia edisi lama, termasuk berbagai buku sejarah perjalanan Aceh era Sultan Iskandar Muda dan berbagai buku sejarah lainnya yang dapat dibaca pengunjung di meja yang telah disediakan pihak perpustakaan.
Terbitan berbagai media cetak edisi tempo dulu juga masih disimpan rapi, termasuk dengan ejaan lama. Para pengunjung dapat menjelajahi tempo dulu dengan membaca buku yang tersedia di perpustakaan ini.
Untuk masuk ke perpustakaan tidak dipungut biaya, cukup melakukan scan barcode, menulis nama di buku tamu dan pesan seusai membaca buku. Pegawai tersebut mengatakan buku tidak boleh dipinjam, cukup baca di ruang perpustakaan.
Apalagi dengan buku yang sebagian sebenarnya membutuhkan rekonstruksi, agar dapat dibaca dengan mudah oleh pengunjung dan tidak mudah terlepas. Sementara itu, kunjungan ke perpustakaan dibatasi, dari pukul 08.30 WIB sampai 12.00 WIB dan dibuka kembali pukul 14.00 WIB sampai 16.00 WIB.(Adv)






