Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Hingga akhir Juli 2023, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Banda Aceh melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Banda Aceh, telah menangani 56 kasus terkait Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan kasus pemenuhan hak anak. Dari keseluruhan jumlah kasus tersebut, di antaranya 43 kasus KDRT terhadap perempuan dan 13 kasus lainnya terhadap anak.
Kepala DP3AP2KB Banda Aceh melalui Kepala UPTD PPA Kota Banda Aceh Nurmiati SP MKM mengatakan, penanganan kasus KDRT dan pemenuhan hak anak yang terjadi melalui enam fungsi pelayanan, di antaranya berdasarkan pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi, dan pendampingan terhadap korban.
“Penanganan kasus kita lakukan secara bertahap, hingga setiap kasus yang terjadi dapat terselesaikan dengan maksimal,” ucapnya, di Kantor UPTD PPA Kota Banda Aceh, Jumat (04/08/2023).
Menurutnya, pengaduan terkait terjadinya kasus tidak mesti dilakukan oleh korban, namun juga dapat dilakukan oleh pihak kantor desa, tetangga, bahkan pengaduan dari pihak rumah sakit. “Pihak rumah sakit juga pernah membuat pengaduan setelah melihat kondisi pasien yang penuh lebam, serta menelusuri penyebabnya,” ungkap Nurmiati.
Ia menjelaskan, dalam penanganan kasus yang terjadi, UPTD PPA melakukan penyembuhan psikis pada korban, serta memberikan perlindungan dengan menyediakan tempat penampungan sementara yang bersifat rahasia. Dalam penyelesaian kasus, UPTD PPA mengupayakan mediasi antara kedua belah pihak secara restorative justice, dimana kedua belah pihak dapat membuat keputusan serta kesepakatan berdasarkan kepentingan kedepannya.
Kemudian, lanjut Nurmiati, dalam pengambilan keputusan terkait berbagai kasus KDRT dan pemenuhan hak anak, tidak dapat dilakukan ketika kondisi emosional dalam keluarga tersebut masih memanas. Pengambilan keputusan secara emosional,dipastikan tidak dapat memberikan hasil yang terbaik untuk kedepannya.
“Kita harus melihat efek yang dapat terjadi dimasa yang akan datang, dengan adanya perjanjian secara tertulis, kita harapkan kejadian serupa tidak terulangi lagi,” imbuhnya.
Murniati menerangkan, terkait penyembuhan fisik pada korban dalam kasus KDRT ditangani di puskesmas tempat yang ditinggalinya. Jika proses penyembuhan tersebut sudah diluar kesanggupan pihak puskesmas, maka akan di tangani oleh rumah sakit di tingkat kabupaten/kota.
“Terkadang kondisi korban sudah tidak memungkinkan untuk ditangani oleh puskesmas, langsung diajukan penanganan di rumah sakit,” katanya.
Lebih lanjut, Murniati menuturkan, terkait kasus kekerasan seksual, UPTD PPA menyerahkan penyelesaian secara hukum pada pihak kepolisian. Penyelesaian terkait kasus tersebut, tidak dapat dilakukan secara mediasi maupun restorative justice.
“Kalau kasus kekerasan seksual memang harus menempuh jalur hukum, karena sebab dan akibat dari kasus itu sangat mempengaruhi masa depan si korban,” paparnya.
Selain itu, Murniati mengungkapkan, penyelesaian terpelik dari berbagai kasus yang ditangani UPTD PPA Kota Banda Aceh merupakan pada kasus pemenuhan hak anak. Meskipun telah dilakukan mediasi dan restorative justice, namun fakta yang terjadi di lapangan sering terulangi.
Pada dasarnya, sambung Murniati, pemenuhan hak anak merupakan tanggung jawab dari orang tua. Akibat kurangnya pemahaman dari orang tua, pemenuhan hak anak sering terabaikan. “Penyebab umum yang terjadi karena kurangnya pemahaman terkait tanggung jawab dalam keluarga,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kepala UPTD PPA Kota Banda Aceh menyebutkan, KDRT tidak hanya dapat terjadi dari pihak laki-laki (suami) terhadap perempuan (istri). Kemungkinan juga dapat terjadi secara sebaliknya, KDRT dari pihak perempuan terhadap laki-laki. Dalam kasus tersebut, UPTD PPA Kota Banda Aceh tetap mendampingi pihak perempuan tanpa membenarkan prilaku yang telah dilakukan terhadap laki-laki yang menjadi korbannya.
“Kasus seperti ini juga pernah terjadi, kita dari pihak UPTD PPA memberikan pemahaman terkait kesalahan yang dilakukan perempuan tersebut. Selain itu kita mengupayakan pihak perempuan dapat lebih mengontrol emosi untuk kebaikan kedepanya dalam berumahtangga,” pungkasnya.(DJ)