Farid Nyak Umar Diskusi Prospek Usaha Kerkop Bersama Pegiat Komunitas Kopi Takengon

Ketua DPRK Banda Aceh, Farid Nyak Umar, menerima kunjungan silaturahmi pegiat komunitas kopi dari Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, di ruang kerjanya di lantai tiga Gedung DPRK Banda Aceh, Senin (04/03/2024). FOTO/ HUMAS DPRK BANDA ACEH

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Farid Nyak Umar, menerima kunjungan silaturahmi pegiat komunitas kopi dari Takengon, Kabupaten Aceh Tengah.

Kedatangan mereka disambut langsung oleh Ketua DPRK Banda Aceh, Farid Nyak Umar, yang berlangsung di ruang kerjanya di lantai tiga Gedung DPRK Banda Aceh, Senin (04/03/2024).

Pada kesempatan itu, atas nama Pimpinan DPRK Farid Nyak Umar menyambut baik dan menyampaikan terima kasih kepada komunitas kopi yang telah meluangkan waktu berkunjung dan bersilaturahmi ke DPRK Banda Aceh.

Dalam pertemuan singkat dan hangat itu, Farid juga menyampaikan potensi usaha kuliner bisnis warung kopi di Kota Banda Aceh. Apalagi usaha warung kopi di Kota Banda Aceh terus berkembang dari generasi ke generasi. Makanya tidak mengherankan bila kota ini dikenal sebagai kota 1.000 warung kopi (warkop).

“Bisnis warung kopi di Banda Aceh sangat menjanjikan, sehingga pertumbuhannya sangat cepat. Bahkan palakhir-akhir ini bermunculan warkop dengan konsep terbuka,” kata Farid.

Farid menambahkan di setiap sudut kota terdapat warung kopi dari yang tradisional hingga modern. Berbagai kalangan dari usia muda hingga tua berkumpul menikmati secangkir kopi.

“Apalagi Aceh dikenal bukan hanya sebagai penghasil kopi terbanyak, tapi warga Aceh juga penikmat kopi terbesar di negeri ini,” ujar Farid.

Sementara itu, Ihsanuddin, seorang pengusaha kopi yang hadir dalam pertemuan itu menyampaikan bahwa Banda Aceh merupakan salah satu daerah potensial bagi pengusaha kopi dalam mengembangkan usahanya.

“Kami melihat budaya di masyarakat Kota Banda Aceh menyelesaikan berbagai persoalan di warung kopi, tentu ini bagi kami pengusaha kopi ada peluang yang sangat besar,” kata Ihsanuddin.

Namun demikian, kata dia masyarakat di Banda Aceh umumnya masih menggunakan jenis kopi robusta, sementara hasil produksi kopi yang paling besar di Takengon adalah jenis arabika.

Karena itu pihaknya ingin memperkenalkan kopi arabika Gayo dengan mengadakan event-event yang bisa mengedukasi masyarakat di Banda Aceh agar bisa lebih banyak lagi beralih ke kopi arabika.

“Karena kita ketahui bersama, kopi arabika ini kadar kafeinnya sangat rendah, tidak setinggi robusta, sehigga ketika di minum ini tidak menyebabkan asam lambung dan ganguan kesehatan lainnya,” tutur Ihsanuddin.

Sementara Sabardi, pengusaha kopi dari Gayo juga menyampaikan bahwa pihaknya sudah membangun bisnis kopi Ulunowih dengan tagline “Specialty Coffee from Gayo Farmer”. Ulunowih dalam baasa Gayo artinya kepala air, yang bermakna kehidupan manusia.

“Kopi produk kami selama ini mengikuti berbagai event di tingkat nasional dan juga kita pasarkan ke luar negeri. Alhamdulillah respon pasar sangat positif terhadap kopi dari dataran Gayo Aceh,” pungkas Sabardi. (Adv)