Kabarnanggroe.com, Tim ahli independen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyelidiki situasi di Myanmar mendesak masyarakat internasional untuk ‘berbuat lebih banyak’ untuk melindungi populasi etnis Rohingya di negara bagian Rakhine.
Arab News melaporkan kemarin bahwa Utusan Khusus PBB Tom Andrews memperingatkan bahwa kegagalan untuk melakukannya berisiko terulangnya tragedi 2017.
Dia merujuk pada pembersihan etnis Muslim Rohingya yang dimulai dengan operasi militer terhadap masyarakat enam tahun lalu. Tentara Myanmar membunuh ribuan Rohingya, sementara lebih dari satu juta lainnya terpaksa mengungsi ke negara lain.
Organisasi HAM internasional, Amnesty International (AI), menyebut gelombang kekerasan yang terjadi jelas merupakan pelanggaran hukum internasional.
Junta Myanmar membakar seluruh desa dan memaksa lebih dari 700.000 orang, setengah dari mereka anak-anak, melarikan diri ke Bangladesh di mana hampir satu juta pengungsi Rohingya kini tinggal di kamp-kamp pengungsi yang penuh sesak di Cox’s Bazar.
Andrews, yang baru saja kembali dari perjalanan pencarian fakta dan menyampaikan laporannya kepada PBB di New York mengenai situasi di Myanmar, mengatakan kepada Arab News bahwa lebih dari 600.000 etnis Rohingya masih berada di negara bagian Rakhine dengan 130.000 di antaranya tinggal di tahanan sementara di kamp.
“Bahkan, mereka yang tinggal di desa-desa, desanya telah dikepung. Etnis Rohingya adalah tahanan di kampung halaman mereka sendiri. Mereka hampir tidak memiliki hak sama sekali. Sangat menindas untuk hidup dalam situasi seperti ini,” katanya.
“Kamu tahu: Jika kamu bisa lolos dari kejahatan (genosida), kenapa tidak melakukannya lagi? “Jika masyarakat internasional tidak siap membawa junta ke pengadilan, mungkin mereka akan melupakan apa yang terjadi akibat kudeta militer di Myanmar,” ujarnya.
Sementara itu, Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional Karim Ahmad Khan mengatakan penyelidikan yang sedang berlangsung di kantornya atas kejahatan terhadap Rohingya akan menjadi prioritas selama masa jabatannya.
Sejak junta militer berkuasa, Andrews mengatakan sedikitnya 2.900 orang, dan mungkin lebih, telah tewas, sementara 17.500 orang menjadi tahanan politik dan sedikitnya 38.000 rumah, klinik dan sekolah telah dibakar.
Selain itu, sebanyak 1,1 juta orang mengungsi, lebih dari 4 juta anak tidak memiliki akses ke pendidikan formal dan 17,6 juta orang diperkirakan membutuhkan bantuan kemanusiaan tahun ini, naik dari 1 juta sebelum kudeta.(Hidcom/*)