Kondisi Pelaku Riba di Yaumul Kiamat

Oleh: Afrizal Sofyan, SPd.I, M.Ag Anggota MPU Aceh Besar dan DPS Rumah Sakit Ibnu Sina Indrapuri

Kabarnanggroe.com, Hari akhir atau kiamat adalah hari penghakiman bagi seluruh umat manusia di muka bumi, termasuk yang dibangkitkan dari alam kubur. Semua manusia akan digiring ke padang mahsyar hingga waktu yang tidak dapat ditentukan untuk menghadap pengadilan akhirat dari Allah Swt.

Pengertian hari kiamat diterangkan sebagai akhir zaman sekaligus puncak kehancuran seluruh alam semesta, sehingga tidak ada lagi hari-hari setelahnya, sebagaimana Alquran dalam surat Al-Hajj ayat 7: “Sesungguhnya hari kiamat itu pasti akan datang, tidak ada sedikit pun keraguan kepadanya. Sungguh Allah Swt akan membangkitkan siapa pun yang ada di dalam alam kubur.”

Secara umum, Rasulullah saw memberitahukan umatnya, bahwa mereka akan dibangkitkan dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan, lalu dikumpulkan di Padang Mahsyar, sebagaimana sabda beliau dari sabahat ‘Abdullah ibnu ‘Abbas r.a,“Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan dikumpulkan menuju Allah Ta’ala dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan.” (HR Bukhari dan Muslim,). Namun sebagian orang yang Allah Swt bangkitkan dengan kondisi berbeda, diantaranya adalah orang pelaku riba di dunia.

 

Kondisi Pelaku Riba

Pertama, pelaku riba akan dibangkitkan pada hari kebangkitan seperti orang yang kemasukan setan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS Al-Baqarah: 275)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat di atas, Maksudnya, tidaklah mereka berdiri (dibangkitkan) dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan dan dikuasai setan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/708)

Kedua, Allah berjanji akan memasukkan pelaku riba ke dalam neraka kekal selamanya, sebagaimana Allah Swt berfirman: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, laIu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya (QS Al Baqarah: 275).

Ketiga, pelaku riba akan tenggelam di sungai darah. Dalam Shahih Al-Bukhari dikisahkan, Rasulullah bermimpi didatangi dua orang laki-laki yang membawanya pergi sampai menjumpai sungai penuh darah yang di dalamnya ada seorang laki-laki dan di pinggir sungai tersebut ada seseorang yang di tangannya banyak bebatuan sambil menghadap kepada orang yang berada di dalam sungai tadi. Apabila orang yang berada di dalam sungai hendak keluar, maka mulutnya diisi batu oleh orang tersebut, sehingga menjadikan dia kembali ke tempat semula di dalam sungai.

Akhirnya, Rasulullah saw bertanya kepada dua orang yang membawanya pergi, maka dikatakan kepada beliau: “Orang yang engkau saksikan di dalam sungai tadi adalah orang yang memakan harta riba.” (Fathul Bari, 3/321-322).

Keempat, perut pelaku riba akan membesar seperti rumah dan diinjak-injak oleh kaum Fir’aun. Ketika Rasulullah saw Isra’ Mi’raj, Allah Swt memperlihatkan kepada beliau berbagai kejadian. Diantaranya Rasulullah saw melihat adanya beberapa orang yang tengah disiksa di neraka, perut mereka besar bagaikan rumah.

Kemudian Allah Swt menempatkan orang-orang tersebut disebuah jalan yang tengah dilalui kaum Fir’aun yang mereka adalah golongan paling berat menerima siksa dan adzab Allah Swt di hari kiamat. Para pengikut Fir’aun ini melintasi orang-orang yang sedang disiksa api dalam neraka tadi. Melintas bagaikan kumpulan onta yang sangat kehausan, menginjak orang-orang tersebut yang tidak mampu bergerak dan pindah dari tempatnya disebabkan perutnya yang sangat besar.

Akhirnya, Rasulullah saw bertanya kepada malaikat Jibril a.s yang menyertainya, “Wahai Jibril, siapakah orang-orang yang diinjak-injak tadi?” Jibril a.s  menjawab, “Mereka itulah orang-orang yang makan harta riba.” (Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 2/252).

 

Pengharaman Riba

Secara etimologi riba berarti tambahan, baik yang terdapat pada sesuatu atau tambahan tersebut sebagai ganti terhadap sesuatu, seperti menukar satu dirham dengan dua dirham. Lafaz ini juga digunakan atas segala bentuk jual beli yang diharamkan (Syarh An Nawawi ‘alaa Shahih Muslim 11/8, Fathul Baari 4/312)

Adapun secara terminologi, riba berarti adanya tambahan dalam suatu barang yang khusus.  Istilah ini digunakan pada dua bentuk riba, yaitu riba fadl dan riba nasiah (Al Mughni 6/52, Fathul Qadir 1/294). Maksud tambahan secara khusus ialah tambahan yang diharamkan oleh syariat Islam, baik diperoleh dengan cara penjualan, penukaran atau peminjaman yang berkenaan dengan benda riba.

Dalam bukunya Harta Haram Muamalat Kontemporer, Dr Erwandi Tarmizi  menampilkan sejumlah dalil pengharaman riba, pertama, Allah Swt mengharamkan secara tegas praktik riba. Allah Swt berfirman:  “Allah Swt telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al Baqarah: 275). Kedua, Allah Swt juga memerintahkan orang-orang beriman untuk menghentikan praktik riba. Allah Swt berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang beIum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS Al Baqarah: 278).

Ketiga, Allah Swt mengancam akan memerangi orang-orang yang tidak menuruti perintah-Nya untuk meninggalkan riba. Allah Swt berfirman: “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu.” (QS Al Baqarah: 279).

Imam Al Qurthubi menjelaskan,  ayat ini dengan jawaban imam Malik, ketika ditanya seseorang tenang sesuatu yang paling buruk masuk ke dalam rongga mulut anak Adam, dia berkata, “Aku telah mencari dalam seluruh ayat Alquran dan hadits Nabi tidak aku temukan yang paling buruk yang masuk ke rongga anak Adam selain riba, karena Allah memberikan sanksi pelakunya dengan berperang melawanNya.” (Tafsir Al Qurthubi).

Di samping ayat-ayat di atas, beberapa teks hadist juga melarang umat Islam dari pelaku riba, pertama,  Rasulullah saw memerintahkan agar seorang muslim menjauhi riba, karena riba termasuk salah satu dari tujuh dosa besar, “Jauhi tujuh hal yang membinasakan! Para sahabat berkata, wahai, Rasulullah! apakah itu? Beliau bersabda, syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa hak, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh wanita beriman yang lalai berzina.” (Muttafaq ‘alaih).

Kedua, dosa riba lebih besar dari dosa zina. Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya satu dirham yang didapatkan seorang laki-laki dari hasil riba lebih besar dosanya di sisi Allah daripada berzina 36 kali.”  (HR Ibnu Abi Dunya).

Ketiga, laknat Rasulullah saw untuk para pelaku riba. Begitu besarnya dosa riba, maka pantas Rasulullah melaknat pelakunya sebagaimana diriwayatkan Jabir bin Abdullah r.a,  Rasulullah saw bersabda. “Rasulullah saw mengutuk orang yang makan harta riba, yang memberikan riba, penulis transaksi riba dan kedua saksi transaksi riba. Mereka semuanya sama (berdosa).” (HR Muslim).

 

Tinggalkan Riba

Setelah memperhatikan berbagai dalil yang mengharamkan riba dan berbagai dampak yang menakutkan di akhirat, selayaknya kaum muslimin menjauhi dan segera meninggalkan transaksi yang mempraktikkan riba.

Alhamdulillah di Aceh sudah disahkan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang sudah berlaku sejak 4 Januari 2019. Semoga dengan pemberlakuan qanun ini, lembaga keuangan di Aceh dapat menerapkan skema syariah dalam bertransaksi, sehingga mampu mendatangkan keberkahan bagi masyarakat Aceh, sekaligus membentengi mereka dari transaksi riba.

Dengan demikian, kita semua dapat hidup damai, tenang dan terhindar dari azab Allah Swt. Rasulullah saw bersabda, “Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diazab oleh Allah.” (HR Hakim 2/37).  Untuk itu, mari kita semua meyakini, bahwa keselamatan dan kesuksesan dalam hidup ini akan diperoleh dengan  menaati Allah Swt dan Rasul-Nya. (editor: smh)

 

*Teks Khutbah Jumat di Masjid Jamik Bukit Baro Cot Goh, Kecamatan Montasik, Aceh Besar, 4 November 2022/9 Rabiul Akhir 1444 H