Refleksi Sumpah Pemuda ke-97: Kolaborasi Pusat dan Daerah, Peran Organisasi Kepemudaan, dan Inovasi Generasi Muda

Oleh: Musriadi

Dr. Musriadi, S.Pd., M.Pd. (Foto: Dok. Pribadi)

Kabarnanggroe.com, Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati momentum bersejarah yang menjadi fondasi persatuan nasional: Sumpah Pemuda. Tahun 2025 ini, kita menapaki usia 97 tahun Sumpah Pemuda—sebuah tonggak yang tidak hanya mengingatkan kita pada semangat persatuan, tetapi juga menantang kita untuk merelevansikan makna sumpah itu dalam konteks zaman yang terus berubah.

Kini, tantangan yang dihadapi generasi muda jauh lebih kompleks daripada sekadar membangun kesadaran kebangsaan. Kita hidup di era digitalisasi, disrupsi ekonomi, dan kompetisi global, di mana inovasi menjadi ukuran kemajuan suatu bangsa. Karena itu, refleksi Sumpah Pemuda ke-97 bukan sekadar peringatan historis, tetapi juga panggilan moral dan intelektual bagi seluruh elemen bangsa—khususnya pemerintah pusat dan daerah, organisasi kepemudaan, serta generasi muda Indonesia—untuk bersinergi dalam mewujudkan Indonesia yang maju, berdaya saing, dan berkarakter.

1. Sumpah Pemuda: Dari Persatuan ke Kolaborasi

Spirit Sumpah Pemuda 1928 menegaskan bahwa kekuatan bangsa terletak pada persatuan dalam keberagaman. Pemuda saat itu sadar bahwa perbedaan bahasa, suku, dan daerah bukan penghalang untuk bersatu. Kini, hampir satu abad kemudian, semangat itu perlu dimaknai ulang dalam konteks kolaborasi antarwilayah dan antarlevel pemerintahan.

Kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah merupakan kunci utama dalam memajukan potensi generasi muda. Kebijakan di tingkat nasional akan lebih efektif jika selaras dengan kebutuhan dan karakter lokal. Begitu pula, inovasi di tingkat daerah akan lebih berdampak bila mendapat dukungan dari regulasi dan pendanaan pusat.

Sebagai contoh, program pemberdayaan pemuda di daerah seperti inkubasi wirausaha muda, pelatihan digital, hingga sekolah kepemimpinan lokal, membutuhkan sinergi lintas kementerian, pemerintah daerah, dan lembaga kepemudaan. Tanpa kolaborasi yang solid, semangat Sumpah Pemuda hanya akan berhenti pada seremoni tahunan tidak menjelma menjadi gerakan nyata.

2. Peran Organisasi Kepemudaan: Garda Terdepan Pemersatu dan Penggerak

Organisasi kepemudaan memiliki posisi strategis dalam membentuk karakter dan semangat kebangsaan generasi muda. Di era modern, peran mereka tidak hanya sebagai wadah berkumpul, tetapi juga sebagai laboratorium kepemimpinan dan inovasi sosial.

Organisasi kepemudaan di daerah mampu menjadi motor perubahan sosial. Mereka bergerak di bidang lingkungan, pendidikan, literasi digital, hingga pengembangan ekonomi kreatif. Namun, untuk memperkuat dampaknya, dibutuhkan pendampingan, pembinaan berkelanjutan, serta dukungan kebijakan dari pemerintah daerah dan pusat.

Organisasi kepemudaan harus terus beradaptasi dengan perubahan zaman. Mereka tidak boleh terjebak dalam romantisme masa lalu, tetapi harus bertransformasi menjadi organisasi yang profesional, inklusif, dan visioner. Di sinilah pentingnya regenerasi kepemimpinan yang sehat, agar organisasi tidak kehilangan arah dan tetap menjadi ruang tumbuh bagi pemimpin muda masa depan.

3. Generasi Muda dan Tantangan Inovasi

Sumpah Pemuda 1928 adalah simbol keberanian melahirkan gagasan baru di tengah keterbatasan. Semangat itu harus dihidupkan kembali dalam wujud inovasi generasi muda.

Pemuda hari ini menghadapi tantangan yang berbeda: bukan lagi penjajahan fisik, tetapi ketertinggalan dalam inovasi dan teknologi. Untuk itu, dibutuhkan mindset baru bahwa menjadi pemuda Indonesia berarti siap menjadi pencipta solusi, bukan sekadar pengguna tren global.

Generasi muda pada umumnya perlu memanfaatkan potensi daerah sebagai sumber inspirasi inovasi. Misalnya, mengembangkan produk kreatif berbasis kearifan lokal, teknologi pertanian modern, atau aplikasi digital untuk pelayanan publik. Dukungan ekosistem dari pemerintah daerah sangat penting, mulai dari penyediaan fasilitas, pelatihan, hingga akses pembiayaan bagi startup lokal.

Selain itu, dunia pendidikan juga memegang peran sentral dalam menumbuhkan jiwa inovatif. Kurikulum dan kegiatan kampus seharusnya tidak hanya berorientasi pada akademik, tetapi juga mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis, berani berkreasi, dan siap berkompetisi secara global.

4. Kolaborasi Sebagai Modal Sosial Membangun Indonesia Emas 2045

Refleksi Sumpah Pemuda ke-97 juga harus diarahkan pada visi besar Indonesia Emas 2045. Dalam visi itu, pemuda menjadi aktor utama pembangunan. Namun, untuk sampai ke sana, kita memerlukan sinergi lintas sektor dan lintas generasi.

Kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan komunitas pemuda harus berjalan selaras. Pemerintah menciptakan regulasi dan ekosistem yang mendukung, akademisi menyediakan basis pengetahuan dan riset, dunia usaha membuka ruang bagi inovasi, dan organisasi kepemudaan menjadi jembatan yang menghubungkan semuanya dengan masyarakat.

Inilah bentuk modern dari Sumpah Pemuda: bukan lagi bersatu hanya dalam kata, tetapi bersatu dalam karya dan kolaborasi nyata. Bila kolaborasi ini berjalan konsisten, maka cita-cita Indonesia Emas bukan sekadar wacana, melainkan keniscayaan.

5. Spirit Kepemudaan

Aceh memiliki modal besar dalam melahirkan pemuda-pemuda tangguh dan berkarakter. Sejarah panjang perjuangan Aceh telah membuktikan bahwa semangat juang, keberanian, dan kepedulian sosial telah mendarah daging dalam diri masyarakatnya.

Kini, semangat itu perlu diterjemahkan dalam bentuk baru: semangat kolaborasi, kreativitas, dan inovasi. Pemuda Aceh harus tampil sebagai pelopor perubahan, bukan sekadar penonton dalam arus modernisasi. Mereka harus berani bermimpi besar, namun tetap berpijak pada nilai-nilai keislaman dan kearifan lokal.

Terciptanya kebijakan inklusif bagi pemuda, mulai dari penguatan kapasitas, pemberdayaan ekonomi kreatif, hingga ruang partisipasi dalam pembangunan. Karena saya percaya, bila pemuda diberi kesempatan dan kepercayaan, mereka akan membuktikan kemampuannya untuk membawa perubahan yang nyata.

6. Penutup: Bersatu, Berinovasi, dan Bergerak Bersama

Refleksi Sumpah Pemuda ke-97 bukan sekadar ajakan untuk mengenang masa lalu, tetapi seruan untuk bergerak bersama menuju masa depan.

Kita harus menyadari bahwa tantangan bangsa hari ini tidak bisa dihadapi sendiri-sendiri. Diperlukan kolaborasi antara pusat dan daerah, antara lembaga dan masyarakat, antara generasi tua dan muda. Sumpah Pemuda harus menjadi inspirasi untuk terus bersatu, berinovasi, dan berkarya.

Sebagai generasi penerus, marilah kita jadikan semangat Sumpah Pemuda sebagai energi perubahan. Kita tidak lagi bersumpah dalam kata, melainkan dalam tindakan: Membangun bangsa melalui kerja nyata, ide kreatif, dan kolaborasi tanpa batas, mari kita wujudkan cita-cita besar para pendiri bangsa—membangun negeri yang berdaulat, adil, makmur, dan berkarakter melalui kekuatan pemuda yang bersatu dan berinovasi.

Dr. Musriadi, S.Pd., M.Pd., Dosen Pascasarjana Program Studi Masgister Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah.

Exit mobile version