Pemain dan Ofisial PSAB Berburu Souvenir di Kota Surabaya, Senin Kembali ke Banda Aceh

Pemain dan ofisial PSAB Aceh Besar berkumpul di depan halaman Golden City Hotel Surabaya, Jawa Timur. FOTO/DOK.PSAB

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Para pemain dan ofisial PSAB Aceh Besar yang berjumlah 26 orang berburu souvenir atau oleh-oleh khas Kota Buaya, Surabaya, Jawa Timur pada Minggu (27/4/2025).

Tim PSAB harus menyudahi kehadiran di Kota Surabaya seusai tersingkir dari Liga 4 Nasional tanpa meraih kemenangan satupun dari tiga laga yang dilakoni selama fase Grup L di Stadion Thor, Surabaya selama pekan ini sampai Sabtu (26/4/2025).

Direncanakan, pada Senin (28/4/2025) pagi, seluruh pemain dan ofisial PSAB terbang dari Kota Surabaya menuju Kota Banda Aceh dengan membawa pulang pengalaman selama bertanding di tingkat nasional.

Pelatih PSAB, Mukhlis Nakata yang dihubungi melalui pesan singkat, WA pada Minggu (27/4/2025) malam menyatakan tidak ada wisata lokal bagi para pemain. “Seluruh pemain dibebaskan berkeliling kota sambil mencari souvenir untuk dibawa pulang ke keluarga masing-masing,” ujarnya.

Dia mengakui para pemain yang berjalan-jalan di seputaran kota belum pulang pada Minggu (27/4/20250 malam, pukul 22.00 WIB. Diduga, para pemain ingin melihat kehidupan malam di Kota Surabaya yang merupakan kota kedua terbesar di Indonesia, seusai DKI Jakarta.

Dikutip dari Viva.co.id, Kota Surabaya terus hidup sepanjang malam, khususnya di Kawasan jalan Tunjungan dan pusat kota. Gaya hidup westernisasi atau kebarat-baratan semakin tampak dalam kehidupan masyarakat lokal Surabaya

Gaya hidup ala Barat tercermin dalam berbagai aspek, yang paling mencolok gaya berpakaian, pilihan tempat makan dan nongkrong, hingga kebiasaan menikmati hiburan malam di klub-klub eksklusif.

Kelompok masyarakat yang paling terlihat mengadopsi gaya hidup kebarat-baratan adalah generasi muda terutama pelajar, mahasiswa, pekerja kreatif yang menjadikan Kawasan Tunjungan dan pusat kota sebagai tempat berkumpul dan mengekspresikan diri.

Fenomena ini semakin pesat sejak revitalisasi Kawasan Tunjungan pada 2021. Kini, Kawasan ini menjadi pusat aktivitas masyarakat luas baik masyarakat lokal maupun wisatawan asing, terutama pada sore hingga malam hari, dengan kemunculan berbagai tempat hiburan yang semakin variatif.

Jalan Tunjungan dan sekitarnya, yang terletak di jantung kota Surabaya, kini menjadi kawasan yang tidak hanya dikenal sebagai tempat bersejarah, tetapi juga sebagai pusat gaya hidup modern.

Selain kafe bergaya internasional dan toko ritel fashion, tempat tempat hiburan malam yang menawarkan atmosfer eksklusif dan music yang mengundang banyak pengunjung turut menjadi bagian dari kehidupan sosial anak muda Surabaya.

Westernisasi gaya hidup di Surabaya dipengaruhi oleh globalisasi budaya dan penetrasi media sosial. Platform seperti Instagram dan Tiktok memperkuat budaya visual yang seakan akan menjadi kiblat dimana penampilan dan gaya hidup menjadi bagian dari identitas sosial.

Masyarakat lokal mengadopsi gaya hidup kebarat-baratan melalui berbagai cara. Mereka mengenakan outfit bergaya streetwear, menikmati kopi di kafe bergaya Eropa, hingga mengunjungi klub malam terkenal yang menawarkan hiburan malam eksklusif yang menawarkan hiburan dengan nuansa modern.

Tempat hiburan ini memberikan pilihan bagi anak muda untuk menikmati music DJ Internasional, pertunjukan live music, dan interaksi sosial dalam suasana yang penuh energi.

Tempat-tempat hiburan ini semakin memperkuat citra Surabaya sebagai kota yang semakin berorientasi pada tren global, menjadi pilihan utama bagi mereka yang mencari suasana dinamis dan gaya hidup urban yang lebih internasional.

Revitalisasi Jalan Tunjungan dan Kawasan sekitar tidak hanya menghidupkan warisan sejarah, tetapi juga membentuk wajah baru gaya hidup masyarakat kota yang semakin modern, dengan pengaruh kebudayaan global yang kuat.

Sementara itu, gaya hidup masyarakat Aceh yang menjalankan syariat Islam tetap mentaati norma-norma agama yang mengatur sendi-sendi kehidupan, sehingga tidak keluar dari jalur.

Kembali lagi ke pemain PSAB yang telah berjuang keras di lapangan, walaupun hasilnya tidak sesuai harapan. Semoga, dapat dijadikan sebagai pengalaman berharga untuk terus menempa diri lebih baik lagi di masa mendatang.

Hal lainnya, jangan lupa mengabadikan diri selama di Surabaya, khususnya di Tugu Buaya yang menjadi simbol perjuangan rakyat Jawa Timur menghadapi penjajahan Belanda dan tempat-tempat lainnya.

Sama seperti di Banda Aceh, Masjid Raya Baiturrahman telah menjadi simbol perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda yang ingin menguasai Bandar Aceh Darussalam ini.(Muh)

Exit mobile version