Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Sebanyak 25 aparatur gampong yang terdiri dari 6 Gampong Binaan Yayasan Bantuan Hukum Anak (YBHA) Peutuah Mandiri, mengikuti Workshop Fasilitasi Penyusunan Qanun Gampong dalam Upaya Pencegahan dan Penanganan Isu Anak dan Perempuan, Rabu (27/12/2023).
Gampong Binaan terdiri dari 2 sebaran kecamatan di Kabupaten Aceh Besar, yakni Kecamatan Blang Bintang terdiri dari Gampong Lamme, Cot Malem, dan Bung Pageu. Dan dari Kecamatan Kuta Baro terdiri dari Gampong Lam Sabang, Lam Raya, Bung Bak Jok.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh YBHA Peutuah Mandiri, yang didukung oleh NonViolent PeaceForce melalui Kedutaan Belanda dengan nama SPEAR (Support to transitional justice and reconciliation, promotion of human rights, and sustenance of peace in Aceh).
Pelatihan ini dibuka oleh Camat, yang diwakili oleh Sekretaris Camat Kecamatan Blang Bintang. Dalam sambutannya menyampaikan, bahwa pentingnya penyelenggaraan workshop ini guna meningkatkan pemahaman terkait penyusunan suatu kebijakan di tingkat gampong.
“Selama ini memang belum pernah kita dengar adanya kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan, namun perlu adanya antisipasi pencegahan dan penanganan sebelum terjadinya perbuatan tersebut,” kata Sekcam Blang Bintang.
Konsolidasi Perangkat Gampong
Sementara itu, Direktur YBHA Peutuah Mandiri, Rudy Bastian SH menjelaskan, kegiatan ini menjadi sarana silaturrahmi dan konsolidasi perangkat gampong dalam meningkatkan pemahaman terkait qanun gampong.
“Kami berharap workshop ini dapat memberikan wawasan dan teridentifikasi isu-isu terkait kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, adanya kebijakan/norma dan mekanisme perlindungan anak dan perempuan serta tersusunnya draft dokumen Qanun Gampong terkait upaya pencegahan dan penanganan isu anak dan perempuan,” kata Rudy.
Berdasarkan Qanun Aceh No. 9 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, lanjutnya, telah mengamanahkan pemerintah terkait serta turunan dibawahnya (dalam hal ini gampong) untuk membuat suatu peraturan ditingkat gampong guna menanggulangi dan pencegahan terhadap kekerasan seksual bagi perempuan dan anak”. jelasnya.
Oleh karena itu, YBHA Peutuah Mandiri menyadari bahwa workshop ini sangat diperlukan guna mendorong dan membekali aparatur gampong dan masyarakat setempat dalam membuat kebijakan serta melahirkan reusam atau qanun gampong. “Aturan ini diharapkan dapat mendukung penanganan dan pencegahan kekerasan bagi perempuan dan anak,” ujarnya.
Turut menjadi fasilitator dalam kegiatan ini yakni Saiful Isky, Ketua Forum Keuchik Aceh Besar, yang selama ini beliau sangat intens mendorong agar Qanun-qanun Gampong dapat menjadi prioritas bagi aparatur gampong guna menjaga wilayah gampong masing-masing.
“Sebagai Ketua Forum Keuchik Aceh Besar, saya memandang perlu adanya kegiatan-kegiatan seperti ini. Apalagi terkait dengan anak, karena anak merupakan anugerah dan harapan masa depan, namun apabila terjadi kekerasan terhadap anak dan perempuan, maka hal ini sama dengan menghancurkan masa depan anak,” kata Saiful Isky.
“Selain itu, saya juga memfasilitasi terkait dengan penggalian isu-isu kekerasan terhadap anak dan perempuan, guna mencari solusi pencegahan dan penanganannya yang kemudian nantinya akan kita buat dalam sebuah reusam atau qanun Gampong,” tambahnya.
Isu Strategis Perlindungan Anak
Acara ini juga turut menghadirkan Asnawi Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Aceh Besar dan Eva Susanna, SH, MH. Akademisi, sebagai Narasumber terkait Model Penanganan Perkara Anak dan Perempuan dalam konteks adat Aceh di tingkat gampong dan isu-isu strategis terkait perlindungan anak dan perempuan di masyarakat dalam kebijakan gampong (qanun gampong).
“Sebetulnya dalam adat Aceh sudah dikenal sejak lama terkait pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang biasa dikenal dengan ‘Pageu Gampong’. Artinya, sebuah kebijakan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan dari suatu peristiwa yang terjadi di dalam Gampong ” kata Asnawi.
Di sisi lain Eva Susanna juga menyampaikan dalam materinya, bahwa perbuatan-perbuatan kekerasan yang dilakukan tersebut tidak terlepas dari kurangnya pemahaman berkeluarga setelah menikah, sehingga terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dia menambahkan, efek dari permainan online seperti perjudian dengan slot atau scatter menjadi penyebab terjadinya ke inikerasan ketika spsikologi suami terganggu karena kalah perjudian, sehingga ketika pulang ke rumah mulai dengan memarahi istri dan anak, sampai pada kekerasan yang dilakukan.
Selanjutnya, pada sesi kedua acara workshop yang dilakukan oleh YBHA Peutuah Mandiri, peserta melakukan tracking permasalahan yang terjadi di tingkat gampong yang selama ini telah ditangani ataupun yang menjadi tolak ukur permasalahan ke depan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak yang perlu dibuat dalam sebuah reusam atau qanun gampong.
Setelah itu, peserta juga praktik langsung proses pembuatan qanun gampong yang dipandu oleh Saiful Isky. Terkait bagaimana menyusun suatu kebijakan yang akan ditawarkan dalam Musyawarah Keuchik, sehingga nantinya diharapkan dapat menjadi tawaran dalam penyusunan draf/konsideran Qanun Gampong terhadap pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual bagi perempuan dan anak. (Ask/*)