Opini  

Ketidakpastian Kurikulum Pendidikan di Indonesia. Mendikdasmen Abdul Mu’ti Kembalikan Ujian Nasional dan Kaji Kurikulum Merdeka, Apa Kabar Guru dan Siswa !

Oleh: Muzaris Masyhudi, S.Pd., M.Pd

Kabarnanggroe.com, Secara formal dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, disebutkan bahwa Guru adalah pendidik professional yang tugas utamanya adalah mendidik, membimbing, mengajar, menilai, melatih dan mengevaluasi peserta didik mulai dari pendidikan usia dini, dasar, menengah dan pendidikan formal. Guru dalam hal ini diartikan tidak hanya mengajarkan Pendidikan formal tapi juga pendidikan lainnya sehingga menjadi sosok yang diteladani oleh para siswanya. Guru dipahami sebagai seorang pendidik yang berperan penting dalam menciptakan generasi penerus yang bermutu, baik secara intelektual maupun secara moral.

Pendidikan bermutu tentu tidak bisa terlepas dari kurikulum yang digunakan dalam satuan pendidikan karena kurikulum merupakan suatu alat (tools) yang menentukan dalam merealisasikan tercapainya tujuan pendidikan. Perubahan kurikulum akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam berbagai hal, misalnya dari sisi perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, penilaian dan evaluasi. Perubahan kurikulum juga pada dasarnya dilakukan dalam rangka menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang selama ini terjadi dalam pelaksanaan kurikulum itu sendiri, disamping tentunya dalam memenuhi tuntutan perubahan zaman.

Dalam rangka memperkuat inovasi merdeka belajar, pada tanggal 11 Februari 2022 Kemendikbudristek meluncurkan inovasi kurikulum yang diberi nama Kurikulum Merdeka. Ada tiga keunggulan yang dijanjikan dalam kurikulum merdeka ini, yaitu (1) fokus pada materi esensial agar ada pendalaman dan pengembangan kompetensi yang lebih bermakna dan menyenangkan, (2) kemerdekaan guru mengajar sesuai dengan tahap capaian dan perekembangan peserta didik dan (3) pembelajaran melalui kegiatan proyek untuk pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila melalui eksplorasi isu-isu aktual.

Belakangan ini kita sedang dihebohkan dengan isu pergantian kabinet presiden terpilih baru khususnya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) yang sudah dilantik oleh Prabowo yaitu Abdul Mu’ti dengan mengambil langkah awal akan mengkaji kembali kebijakan kurikulum pendidikan era sebelumnya. Pada era sebelumnya, Nadiem Makarim yang merupakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi memiliki kebijakan penghapusan Ujian Nasional (UN). Adanya penghapusan Ujian Nasional pada era Nadiem karena disinyalir UN hanya mengukur siswa dari angka. Sehingga, Nadiem melakukan perubahan dengan menghapus UN dan digantikan dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.

Penilaian ini dilakukan Nadiem untuk melihat dan mengetahui kemampuan literasi dan numerasi pada siswa dengan penguatan karakter. Nampaknya hal itu telah menjadi bahan kajian dari Mendikdasmen Abdul Mu’ti dalam masa kepemimpinannya di kementerian. Pihak Mendikdasmen saat ini masih mempelajari dan mengumpulkan masukan-masukan terkait pelaksanaan UN kembali atau melanjutkan kebijakan lama yang telah ada. Selain kebijakan lama yang menghapus Ujian Nasional dan penerapan Kurikulum Merdeka, Abdul Mu’ti pun juga mengkaji soal sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Hal tersebut juga menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun strategi dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, termasuk dengan memperhatikan nasib dari para murid baik di tingkat sekolah dasar hingga menengah yang akan terkena dampak kebijakannya. Tentunya setiap kebijakan yang dilaksanakan selalu memiliki pro dan kontra.  Memasuki era society 5.0 guru tidak hanya hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai fasilitator, motivator sekaligus juga sebagai manajer pembelajaran. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sedemikian pesat saat ini, terlebih guru dituntut dalam memanfaatkan teknologi dalam proses pembelajaran sebagai tuntutan pembelajaran berbasis digital.

Dalam menghadapi permasalahan dan mengoptimalkan dampak peralihan kurikulum ini, perlu ada kerja sama yang kuat antara pemerintah, lembaga pendidikan, guru, orang tua, dan siswa. Dengan kerja sama yang baik, Indonesia dapat meraih manfaat penuh dari peralihan kurikulum dan membentuk sistem pendidikan yang lebih baik, adaptif, dan relevan dengan tuntutan zaman. Perubahan kurikulum adalah sebuah perjalanan yang penuh tantangan dan peluang. Penting bagi Indonesia untuk memahami bahwa transformasi pendidikan tidak hanya tentang penggantian buku teks atau kurikulum saja, tetapi juga melibatkan perubahan paradigma dalam cara kita memandang pendidikan. Oleh karena itu, dalam perjalanan menuju peralihan kurikulum, perlu adanya kesabaran, pemantauan yang seksama, dan evaluasi berkelanjutan.

Pemerintah perlu memberikan dukungan yang cukup untuk pelatihan guru, pengembangan materi ajar, dan infrastruktur pendidikan yang memadai. Guru yang output-nya sebagai agen utama dalam pendidikan, harus terus meningkatkan kemampuan mereka dalam memahami dan menerapkan pendekatan terhadap kurikulum yang diterapkan. Sama halnya dengan orang tua yang juga perlu lebih terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka, mendukung mereka dalam belajar mandiri dan mengembangkan potensi. Selain itu, evaluasi berkala terhadap pelaksanaan peralihan kurikulum harus dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan yang muncul dan perbaikan yang perlu dilakukan. Pemantauan ini juga akan membantu dalam merumuskan kebijakan pendidikan yang lebih efektif dan berkelanjutan.

Saat ini jika dilihat lebih rinci, Kurikulum Merdeka memiliki potensi untuk menciptakan pendidikan yang lebih relevan, inklusif, dan responsif terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat. Namun, tantangan dan dampak perubahan kurikulum tidak boleh diabaikan. Dalam menghadapi perubahan kurikulum, penting juga untuk memahami bahwa proses ini tidak hanya berkaitan dengan dunia pendidikan saja, tetapi juga memiliki dampak yang lebih luas pada perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya Indonesia. Oleh karena itu, perubahan ini juga berkaitan dengan pemahaman masyarakat tentang arti pendidikan dan peran siswa dalam pembelajaran. Selain itu, peralihan kurikulum ini juga memerlukan perubahan dalam penilaian dan pengukuran kemajuan siswa. Evaluasi yang lebih berorientasi pada asesmen formatif dan pengukuran kompetensi menjadi fokus utama, oleh karena itu hal ini memerlukan perubahan dalam budaya pengajaran dan pembelajaran yang telah ada.

Terakhir, penting untuk mencatat bahwa perubahan kurikulum ini juga akan memengaruhi pemahaman masyarakat tentang pendidikan dan perspektif mereka terhadap hasil pendidikan. Dalam jangka panjang, ini juga dapat memengaruhi pemahaman masyarakat tentang nilai pendidikan dalam perkembangan individu dan masyarakat. Oleh karena itu, selain mengevaluasi permasalahan dan dampak dari peralihan kurikulum, penting juga untuk berkomunikasi secara efektif kepada masyarakat tentang alasan, tujuan, dan manfaat dari peralihan kurikulum. Dengan pemahaman yang lebih baik dan dukungan yang kuat dari semua pihak, Indonesia dapat menjalani perubahan pendidikan ini dengan lebih sukses dan mengoptimalkan manfaatnya.

Dalam mengatasi permasalahan yang muncul dan memaksimalkan dampak positif dari Kurikulum Merdeka, evaluasi yang berkelanjutan dan perbaikan yang tepat waktu adalah kunci. Indonesia harus memastikan bahwa pendidikan tetap relevan, inklusif, dan mempersiapkan generasi muda untuk masa depan yang penuh peluang dan tantangan. Sesuai dengan tujuan akhir dari kurikulum merdeka yakni berorientasi kepada siswa. Semoga perubahan kurikulum sejalan dengan peningkatan kualitas guru yang nantinya akan mencapai tujuan pembelajaran yang baik.

 

Exit mobile version