Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Kompetisi sepakbola pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut berakhir di Stadion Harapan Bangsa, Lhong Raya, Banda Aceh pada Rabu (18/9/2024) malam. Jawa Timur sebagai juara usai menumbangkan Jawa Barat 1-0 lewat gol penalti.
Berakhirnya pertandingan sepakbola, sekaligus mengakhiri euforia masyarakat Aceh menonton pertandingan sejak babak penyisihan di Stadion H Dimurtahala, Lampineung, Banda Aceh, dari 4 sampai 10 September 2024.
Dilanjutkan dengan babak perempat final dari 13-14 September dan semifinal di Stadion Harapan Bangsa, Lhong Raya, Banda Aceh pada 16 September 2024. Tim sepakbola Aceh yang dilatih Rasiman bertanding dua kali sehari atau selang sehari sejak babak penyisihan sampai semifinal.
Setiap kali tim sepakbola PON Aceh akan bertanding, stadion terus dipenuhi sejak sore atau pertandingan pertama pukul 16.15 WIB, karena tim Aceh bertanding pada malam hari, pukul 20.15 WIB. Para penonton bukan hanya kaum pria, tetapi juga anak-anak, remaja putri, termasuk ibu-ibu, bahkan ibu muda yang ikut membawa serta bayinya.
Pada pertandingan babak penyisihan, Stadion H Dimurtahala, Lampineung, Banda Aceh yang berkapasitas 8.000 penonton tidak mampu menampung serbuan warga yang ingin menyaksikan tim kesayangannya bertanding.
Para penonton yang duduk di tribun sejak sore, sebagian besar tidak beranjak dari tempat duduknya, sehingga warga yang datang pada malam hari, tidak kebagian tempat duduk, bahkan tidak bisa masuk stadion. Warga terus berduyun-duyun datang ke stadion jelang pertanding sejak sore sampai jelang pertandingan.
Sehingga, warga harus berdesak-desakan masuk stadion, walaupun stadion sudah penuh, baik di H Dimurthala maupun Harapan Bangsa yang berkapasitas 13.500 penonton. Bukan hanya orang dewasa yang ikut antre berdesak-desakan di pintu gerbang, tetapi juga remaja putri, ibu-ibu dan anak-anak, bahkan sampai ada anak yang menangis saat berdesak-desakan masuk stadion
Saat masuk stadion berdesak-desakan, saat keluar juga serupa seusai pertandingan sore berakhir. Warga yang ingin masuk terus merangsek ke depan, sehingga penonton sore yang akan keluar harus dijaga oleh pasukan keamanan.
Kondisi itu menunjukkan tingginya animo masyarakat Aceh menyaksikan tim sepakbola PON Aceh bertanding. Sebaliknya, saat tim sepakbola lain bertanding, kondisi stadion tidak terisi penuh, sehingga warga yang datang sore masih memilih tempat duduk.
Sehingga, setiap tim sepakbola Aceh bertanding, stadion tumpah ruah dengan penonton, baik yang duduk di bangku tribun maupun berdiri dekat pagar pembatas lapangan. Kehadiran kaum wanita di stadion telah merubah fenomena penonton sepakbola di Aceh, khususnya remaja putri yang mengidolkan seorang pemain dari sebuah tim.
Suasana dalam stadion terus bergemuruh untuk memberi dukungan kepada tim Aceh yang sedang bertanding di tengah lapangan. Teriakan seperti: “Aceh ku, kamoe Aceh dan gol” terus bergema saat pemain Aceh menguasai bola. Kondisi itu dimulai dari babak penyisihan, perempat final sampai semifinal.
Sebaliknya, pada babak final, Jawa Timur dengan Jawa Barat terasa hambar. Dimana, bangku penonton yang tidak terisi penuh, sebagian besar kosong, karena warga tidak menunggu pemberian medali, seiring Aceh tidak mendapat medali emas.
Para penonton sudah beranjak pulang seusai Aceh berhasil mengalahkan Kalimantan Selatan dalam perebutan medali perunggu. Praktis, beberapa tribun tidak terisi penuh, kecuali pendukung Jawa Barat dan Jawa Timur. Hanya suara pendukung Jawa Timur bersama teriakan pendukung Jawa Barat yang sudah hadir sejak sore untuk memberi dukungan kepada tim Aceh.
Sehingga, hanya suara kedua tim pendukung yang terdengar di stadion, tidak ada lagi teriakan ‘Aceh atau Aceh ku’. Bahkan, tidak segemuruh ketika tim Aceh melawan Sulawesi Tengah dan Jawa Timur di Stadion Harapan Bangsa.
Itulah sepakbola, mampu menarik semua kalangan untuk menyaksikan pertandingan yang enak ditonton, termasuk saat bukan tim Aceh bertanding. Seperti para remaja putri Aceh yang mengidolakan seorang pemain sepakbola menunggu pemain untuk bisa berfoto bersama, yang tentunya tidak berbeda dengan remaja putri lainnya di Indonesia.
Terlepas dari itu, pertandingan sepakbola juga sebagai hiburan bagi warga Aceh yang sudah lama tidak menonton pertandingan, apalagi digratiskan. Tentunya, untuk menunggu even serupa berulang lagi di Aceh, tentunya harus menunggu puluhan tahun lagi atau generasi berikutnya.
Sehingga, momen ini, dimanfaatkan oleh warga Aceh untuk menyaksikan pertandingan tingkat nasional yang juga diikuti atlet dunia, seperti panjat tebing, bola voli, anggar dan sejumah cabang lainnya. Namun, sepakbola tetap yang terbanyak menyedot penonton, apalagi sebuah marwah dipertaruhkan di dalamnya.
Bravo, tim sepakbola Aceh yang akhirnya bisa meraih medali, walaupun perunggu sebagai hiburan bagi warga Aceh. “Dari pada tidak ada sama sekali, perunggu sudah cukup menghibur warga Aceh,” kata Irwady A Ghafar, seorang pengamat sepakbola di Banda Aceh.(Muh)