Hamas Tolak Solusi Dua Negara Buatan Barat di Tanah Palestina

Kepala Biro Politik Hamas Luar Negeri, Khaled Misy’al

Kabarnanggroe.com, Kepala Biro Politik Hamas Luar Negeri, Khaled Misy’al, mengungkapkan penolakan gerakannya dan rakyat Palestina terhadap istilah Solusi Dua Negara yang dirancang Barat. Ia menekankan bahwa rakyat Palestina menuntut hak merdeka, pencabutan penjajahan, dan berdirinya negara Palestina.

“Barat mengatakan bahwa pertempuran 7 Oktober membuka cakrawala bagi isu visi politik, dan dari sini mereka kembali ke komoditas lama mereka, yaitu Solusi Dua Negara, “ ujarnya

Ia men menjelaskan bahwa Hamas tidak menerima istilah Solusi Dua Negara, karena itu berarti bangsa Palestina memiliki negara yang dijanjikan pada waktu yang diperlukan. “Untuk mengakui legitimasi negara lain, yaitu entitas Zionis, dan hal ini ditolak mentah-mentah,” ujar Misy’al dikutip Palestina Information Centre (PIC), hari Rabu (17/1/2024).

Misy’al menyatakan bahwa posisi Hamas dan posisi mayoritas rakyat Palestina, terutama setelah 7 Oktober memperbarui impian dan harapan bagi Palestina dari laut hingga sungai dan dari utara ke selatan.

Ia mengatakan, bahwa Hamas dan rakyat Palestina tidak akan menerima solusi akhir yang mengindikasikan perbatasan tahun 1967, dan menjelaskan bahwa 21% penduduknya merupakan seperlima dari wilayah Palestina “jadi hal ini tidak dapat diterima.”

Misy’al menekankan bahwa konsensus Palestina atau kuasi-konsensus Palestina, seharusnya dari laut hingga sungai, menjelaskan bahwa harus dari wilayah Ras Naqoura hingga wilayah Umm Rashrash atau Teluk Aqaba, dan “ini adalah hak kami.”

Dia menunjukkan bahwa posisi ini dilakukan untuk memfasilitasi konsensus Palestina dan Arab pada tahap ini. Namun tanpa menyerahkan satu pun bagian dari hak atau tanah kami dan tanpa perlu mengakui pihak yang merampat alias penjajah.

“Hamas dan pasukan Palestina sejak awal, sebagaimana kami jelaskan dalam dokumen politik kami pada tahun 2017, bahwa untuk menjadi dasar bagi pertemuan bersama dan program nasional bersama dengan pasukan Palestina dan posisi Arab, kami menerima sebuah negara di perbatasan tahun 1967 dengan Al-Quds (Baitul Maqdis) sebagai ibu kotanya dengan kemerdekaan penuh dan hak untuk kembali tanpa mengakui legitimasi entitas Zionis,” katanya.*

Exit mobile version