Kabarnanggroe.com, Kota Jantho – Pendatang ilegal etnis Rohingya, untuk ketiga kalinya kembali mendarat di pesisir pantai Aceh Besar. Setelah pendaratan pertama di Pantai Ladong dan kedua di Kuala Giging, Kamis (16/02/2023) sekitar pukul 09.10 WIB tadi pagi, sebanyak 69 orang warga etnis Rohingya kembali mendarat di Aceh Besar, tepatnya di kawasan Pantai Gampong Lampanah Kecamatan Seulimuem.
Mereka yang mendarat secara ilegal itu terdiri atas balita 10, anak anak 11 oang, lelaki dan perempuan dewasa 48 orang.
Pj Bupati Aceh Besar, Muhammad Iswanto SSTP MM, mengatakan, sejenak menerima laporan dari staf serta pihak terkait tentang keberadaan pendatang ilegal itu, ia segera membangun komunikasi dengan pihak atasan, dalam hal ini Pemerintah Aceh, juga dengan pihak Kantor Imigrasi hingga dengan jajaran Forkopimda Aceh Besar, serta juga perwakilan IOM dan UNHCR di Aceh.
“Kita juga menugaskan Pak Sekda Aceh Besar untuk turun langsung ke lapangan, guna memastikan keberadaan para pendatang ilegal itu,” tutur Iswanto.
Karena Pemkab Aceh Besar tidak memiliki fasilitas penampungan, para pendatang yang jelas jelas tidak dilengkapi dokumen ala pengunjung legal antar negara itu, ahirnya diboyong ke UPTD Dinsos Aceh di Ladong Kecamatan Mesjid Raya. Saat ini di lokasi itu juga sudah ada pendatang gelap Rohingya, yang terlebih dahulu menyusup ke pesisir Aceh Besar.
Kepada wartawan, Sekretaris Jenderal Panglima Laot Aceh Miftach Cut Adek mengatakan, kapal Rohingya itu terdampar Kamis (16/2) sekitar pukul 09.15 WIB. “Yang jelas dari laporan yang saya dapati, mereka terdiri dari anak-anak, perempuan, dan laki-laki dewasa,” ujarnya.
Sementara itu T. Niazi (61) salah seorang tokoh masyarakat di Lampanah mengakui adanya pendaratan pendatang ilegal dari negeri Myanmar itu.
Menurutnya, pendaratan ilegal itu sebenarnya tak perlu terjadi, jika para nelayan yang melihat kapal ilegal itu, segera melapor ke panglima laot atau pihak terkait dengan keamanan pesisir pantai. Dengan cara itu, tentu tidak ada lagi terjadi kecolongan, karena mereka tidak memiliki dokumen apapun. Selain itu, juga rentan dengan penyebaran penyakit yang bisa jadi akan berdampak masiv.
“Jujur saja kami khawatir dengan kedatangan orang orang yang jelas jelas tak berdokumen serta dari negeri yang punya kultur dan budaya jauh berbeda dengan kita, termasuk soal kesehatan. Kami berharap hal serupa tak terjadi lagi di masa mendatang,” demikian T. Niazi.(CBoy/*)