Opini  

Teuku Markam Saudagar Aceh Penyumbang Emas di Puncak Monas

Oleh Hamdani Mulya (Guru SMAN 1 Lhokseumawe, Pemerhati Sejarah, dan Pegiat Literasi di Forum Penulis Aceh)

Sumber Foto : Teuku Markam dan Tugu Monas (Sumber https://jadiberita.com)

Kabarnanggroe.com, Kisah pembangunan Monumen Nasional (Monas) sebagai lambang kemerdekaan dan kebesaran bangsa Indonesia tidak lepas dari peran serta berbagai pihak, termasuk para putra daerah yang memiliki jiwa patriotisme tinggi. Salah satu nama yang kerap disebut dalam kontribusi material untuk kemegahan Monas, khususnya lapisan emas pada lidah apinya, adalah Teuku Markam, seorang saudagar kaya raya asal Aceh.

Siapakah Teuku Markam?
Teuku Markam lahir sekitar tahun 1925 di Seuneudon, Aceh Utara, dan wafat tahun 1985 adalah seorang pengusaha sukses berdarah Aceh. Sejak muda, ia telah menunjukkan bakat dalam berbisnis. Setelah Indonesia merdeka, ia merantau dan mengembangkan usahanya di berbagai bidang, mulai dari ekspor-impor komoditas hingga konstruksi dan perkapalan.

Pada era pemerintahan Presiden Soekarno, Teuku Markam dikenal sebagai salah satu pengusaha pribumi yang dekat dengan lingkaran kekuasaan dan mendapatkan kepercayaan untuk mengelola berbagai proyek vital. Ia mendirikan PT Karkam yang bergerak di banyak sektor dan berhasil mengumpulkan kekayaan yang signifikan. Kedekatannya dengan Soekarno didasari oleh kesamaan visi dalam membangun bangsa yang mandiri dan berdaulat.

Sumbangan Emas untuk Monas
Pembangunan Monas, yang dimulai pada 17 Agustus 1961, merupakan salah satu proyek mercusuar Presiden Soekarno yang bertujuan untuk menjadi pengingat abadi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Salah satu elemen paling ikonik dari Monas adalah lidah api di puncaknya yang dilapisi emas murni, melambangkan semangat perjuangan yang tak pernah padam.

Dalam proses pengadaan emas untuk lidah api tersebut, Teuku Markam disebut-sebut memberikan sumbangan yang sangat besar. Dari total berat emas yang melapisi lidah api Monas (awalnya sekitar 35-38 kg, kemudian ditambah hingga sekitar 50 kg), Teuku Markam dikabarkan menyumbangkan emas seberat 28 kilogram.

Sumbangan ini merupakan wujud nyata dari patriotisme dan dukungannya terhadap visi Presiden Soekarno. Sebagai seorang pengusaha sukses, Teuku Markam merasa terpanggil untuk berkontribusi dalam pembangunan simbol nasional yang akan menjadi kebanggaan seluruh rakyat Indonesia. Kontribusi ini tidak hanya berbentuk materi, tetapi juga menunjukkan kepercayaan dan dukungan moral kepada pemerintah saat itu.

Sumber emas yang disumbangkan Teuku Markam seringkali dikaitkan dengan kekayaan pribadinya dan hasil dari usaha-usaha yang dikelolanya melalui PT Karkam. Kedermawanannya ini sejalan dengan tradisi masyarakat Aceh yang dikenal gigih dalam berjuang dan murah hati dalam bersedekah, terutama untuk kepentingan umum dan agama.

Nasib Tragis di Akhir Hayat
Sayangnya, nasib Teuku Markam berubah drastis setelah pergantian rezim ke Orde Baru. Ia dituduh terlibat dalam berbagai kegiatan yang dianggap merugikan negara dan dekat dengan rezim lama. Akibatnya, Teuku Markam dipenjara tanpa proses pengadilan yang adil selama bertahun-tahun, sekitar tahun 1966 hingga 1974. Seluruh aset perusahaan dan kekayaan pribadinya pun disita oleh negara.

Setelah dibebaskan, Teuku Markam hidup dalam kondisi yang jauh berbeda dari masa kejayaannya. Meskipun demikian, namanya tetap terukir dalam sejarah sebagai salah satu putra bangsa yang memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan Monas.

Warisan dan Pengakuan
Meskipun kontroversi dan tuduhan menyelimuti akhir hidupnya, sumbangan Teuku Markam berupa emas untuk lidah api Monas tetap menjadi bagian dari narasi sejarah pembangunan monumen tersebut. Kisah ini menjadi pengingat bahwa di balik kemegahan Monas, ada jerih payah dan kemurahan hati dari berbagai anak bangsa, termasuk seorang saudagar Aceh yang patriotik.

Sumbangan emas dari Teuku Markam menjadi simbol bagaimana kekayaan yang dimiliki dapat diarahkan untuk kepentingan bangsa dan negara, serta menjadi warisan abadi yang dapat disaksikan oleh generasi penerus. Ini juga merefleksikan kontribusi Aceh yang tidak hanya berupa perjuangan fisik, tetapi juga dukungan material dalam menegakkan dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.

Hingga kini, lidah api Monas yang berkilauan emas terus menjadi saksi bisu kemurahan hati Teuku Markam, seorang putra Aceh yang cintanya pada Indonesia diwujudkan dalam bentuk sumbangan nyata untuk simbol kebanggaan nasional.

Exit mobile version