Opini  

Mengendalikan Pelanggaran Syariat Di Nanggroe Syariat

Oleh: Ridawan Ibrahim, S.Ag. M.Pd (Staf Ahli Bidang Keistimewaan Kemasyarakatan dan SDM Kota Banda Aceh)

Ridawan Ibrahim, S.Ag. M.Pd Staf Ahli bidang Keistimewaan Kemasyarakatan dan SDM Kota Banda Aceh

Kabarnanggroe.com, Aceh adalah Naggroe Syariat. Secara kontisional UU No.11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh mengamanahkan Kepada Pemerintah Aceh untuk melaksanakan Syariat Islam Di Aceh secara Kaffah. Kewajiban itu juga melekat kepada  pribadi seorang Muslim yang beriman di Aceh Sebagaimana firman Allah “Wahai orang-Orang yang beriman masuklah kamu kedalam Islam secara kaffah dan janganlah kamu mengikuti Langkah-langkah syithan karena sesungguhnya syaithan itu adalah musuhmu yang nyata(QS:2: 208) dalam ayat lain Allah menegaskan agar bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu  mati kecuali dalam menyerahkan diri Kepada Allah (QS:3:102) Jadi secara kontisional dan Pribadi  seluruh  masyarakat Aceh yang beragama Islam Wajib melaksanakan syraiat secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Bila dua Amanah ini dilaksanakan, maka seharusnya Aceh telah menjadi daerah yang paling maju, makmur, sejahtera, bermartabat dan mulia, Tapi kenyataannya justru tidak demikian.

Bagaimana wajah Aceh sebagai Nanggroe Syariat saat ini? Syariat  sepertinya tidak lagi dianggap sesuatu yang penting dan berharga. Pelanggaran Syariat tidak terkendali,  terjadi Dimana-mana lalu eksistensi kita sebagai Daerah bersyariat bagaimana? Kenapa Nanggoroe Syariat ini wajahnya muram?, Maka hal utama yang harus dilakukan adalah menjaga Syariat itu sendiri  dan melestarikannya.

Beberapa waktu lalu, tim gabungan MPU, Satpol PPWH Dan Dinas Syariat Islam turun melakukan operasi makanan halal, Lalu di temukan banyak sekali produk makanan yang mengandung unsur  babi di supermarket kita. Mengapa produk haram ini dapat  beredar luas secara bebas di Aceh. Demikian pula, Walikota Banda Aceh, atas keprihatinan beliau  beberapa kali melakukan operasi rahasia juga menemukan pelanggaran Syariat di hotel, Kaffee bahkan pesta minuman keras. Belum lagi celana pendek begitu bebas  pada sarana olah raga dan ruang public lainnya.

Sementara penyalahgunaan  obat terlarang dan narkotika meningkat  luar biasa. Data BNN Aceh menyebutkan    warga Aceh telah terpapar narkoba Adalah 56192 orang atau 1,30% dari penduuduk Aceh. Belum lagi  judi online dan pergaulan bebas muda mudi  tidak lagi mengenal norma adat dan  syariat seperti terbiarkan begitu saja dan  tidak lagi menjadi hal yang  tabu. Penomena yang lebih menakutkan lagi adalah begitu maraknya penyakit sosial, LGBT bahkan penyakit HIV/AIDS terus meningkat.

Demikian pula dengan  pergub No.1 tahun 2025 tentang maghrib mengaji dan shalat berjamah lima  waktu belum menunjukkan respon baik di lapangan. Azan – ya azan aktivitas terus berjalan.

Wajah Aceh sebagai Nanggroe Syariat tidak lagi seindah aslinya, tercoreng-moreng dengan perilaku maksiat yang  jauh dari tuntunan Syariat.

Beberapa contoh pelanggaran Syariat di Nanggroe Syariat diatas memberi sinyal kepada kita bahwa pelanggaran syariat di Aceh tidak terkendali.

Tidak terkendalinya pelanggaran Syariat Di Aceh di sebabkan beberapa hal;

1.Lemahnya komitmen dan kepedulian.

Komitmen dan kepedulian Pimpinan Daerah adalah kata kunci pengendalian pelanggaran Syariat dan dibuktikan dengan kebijakan dan tindakan. Komitmen inilah yang menggerakkan lintas sektor untuk mengambil Langkah-langkah pengendalian pelanggaran Syariat sesuai dengan tupoksinya.Komitmen pimpinan adalah arah komando Tindakan, baik prepentif maupun kuratif.

Demikian pula para alim ulama dibutuhkan komitmen dan kepedulian agar senantiasa mengkritisi serta memberi masukan  agar Syariat ini dapat berjalan.Para Ahli dari akademisi diperlukan komitmennya untuk mendorong dunia pendidikan agar lahirnya peradaban yang bermartabat sehingga Lembaga pendidikan, dayah, sekolah dan perguruan tinggi dapat menjadi sarana edukasi bagi penguatan Syariat Islam Baik secara ilmiah maupun dalam kehidupan keseharian. Seharusnya diterapkan larangan dan sanksi yang tegas bila terjadi perlanggaran Syariat dilingkungannya masing masing

Demikian pula pemerintahan gampong perlu memiliki komitment agar memastikan tertutupnya peluang   pelanggaran Syariat dilevel gampong,  bukan justru sebaliknya terjadi pembiaran pelanggaran Syariat. Komitmen ini akan melahirkan regulasi seperti reusam gampong, maklumat gampong dan sebagainya.Kebijakan itu akan  menjadi arah hidup yang benar bagi Masyarakat gampong.

2.Lemahnya system kerja dan koordinasi

Bila organisasi pemerintahan berfungsi dan berkoordinasi, maka berbagai pelanggaran itu dapat dikendalikan. KPA/OPD sesuai tugas dan fungsinya dapat melakukan Upaya sistematis dan strategis baik dalam upaya pembinaan yang intensif maupun penanggulangan persoalan pelanggaran Syariat. Dinas pemuda dan olah raga misalnya. Dalam memajukan olahraga tetap menjaga nilai Syariat seperti menertibkan pakaian agar menutup aurat dengan sempurna.Demikian juga Ketika berolah raga  tatap menjaga waktu shalat. Demikian pula halnya dengan  dinas  pariwisata menfasilitasi wisata yang indah tapi tetap mengutamakan norma-norma adat dan Syariat sebagai karakteristik wisata kita. Demikian pula perhotelan yang melayani custamer dengan baik  dan nyaman tapi tetap menjaga nilai Syariat sebagai landasan operasionalnya.

Jadi masing -masing KPA/OPD dan instansi terkait dalam melakukan aktivitasnya tetap menjadikan Syariat sebagai landasan utama dan menjaga nilai-nilai tersebut agar tidak dilanggar. Dan Pimpinan daerah seharusnya juga  melakukan evaluasi kinerja KPA/OPD dengan nilai Syariat menjadi tolok ukur penilaiannya.

3.Belum terinregrasinya Syariat dalam program kerja KPA/OPD

Syariat Islam di Aceh itu Adalah Syariat yang terintegrasi dan tidak parsial. Jadi pelaksanaan Syariat  Aceh bukan tugas Dinas Syariat Islam  semata, Tapi menjadi tugas semua KPA/OPD, itulah yang disebut Islam Kaffah. Jadi seluruh program kerja KPA/OPD harus mengimplementasikan Syariat Islam. Sudah saatnya MPU melakukan kajian yang mendalam bahwa apakah KPA/OPD  dalam  programnya sudah  sesuai dengan nilai Syariat atau belum. Apakah fatwa-fatwa  yang dikeluarkan MPU seperti Fatwa MPU(nomor 2 Tahun 2022) tentang pariwisata halal dan lain sebagainya sudah dilaksanakan oleh KPA/OPD terkait.

Solusi yang dapat diambil untuk mengendalikan pelanggaran Syariat adalah:

  1. Memperkuat Pungsi KPA/OPD dalam implemntasi Syariat.

Sebagai mana Amanah Undang-Undang N0.11 tahun 2006 maka semua KPA/OPD dalam Menyusun program kerjanya harus didasarkan pada kajian yang mengacu pada implementasi syariat. Kita ingin memastikan bahwa program kerja  pemerintah di Aceh itu semuanya dalam kolidor Syariat. Dan Sudah saatnya Perlu adanya tim kajian Syariat Bagi program kerja KPA/OPD agar semuanya terintegrasi dengan baik.

  1. Memperkuat system dakwah

Dakwah dalam makna luas Adalah suatu preses yang mengacu kepada kebaikan dan perbaikan serta mencegah terjadinya kerusakan. Dalam Alquran disebut takmurunabil ma’ruf watanhauna anil mungkar (menyeru kepada yang baik dan mencegah kepada yang mungkar (QS:3:104)). Ini Adalah esensi Pembangunan yang harus menjadi pegangan pemerintah dalam melaksanakan program kerjanya. Semua proses kearah ini harus di dorong dan menjadi komitmen Bersama. Dakwah ini harus dilakukan secara sistematik, tersystem dan terukur sehingga pada akhirnya implementasi Syariat itu berjalan dengan baik.

  1. Membangun system pembinaan dan pengawasan Syariat.

Dalam teori Komunikasi perubahan prilaku(KPP) ada beberapa hal yang harus dipenuhi bila hendak merubah perilaku suatu komunitas.Pertama, Peningkatan pemahaman. Dengan pemahaman maka melahirkan kesadaran dan kesadaran itulah yang dapat merubah prilaku seseorang. Kedua, Adanya fasilitas atau program yang melibatkan seseorang ikut berpartisipasi didalamnya.Ini Adalah program kerja pemerintah yang positif sehingga mengarahkan komunitas dalam perubahan menuju kebaikan.Yang ketiga, Adalah regulasi dan pengawasan. Bila tidak ada regulasi dan tidak adanya pengawasan yang tersystem,maka perilaku komunitas itu tidak akan pernah bisa di kendalikan apalagi di rubah. Maka pembinaan dan pengawasan itu menjadi penting dan dibutuhkan karena didalamnya ada sanksi sehingga terjadinya pengendalian secara masif.

Banda Aceh sebagai kota kolaborasi telah mencoba membangun system pengndalian pelanggaran Syariat, yaitu dengan membentuk pageu Gampong.

Sistem pengendalian melalui pageu Gampong merupakan kolaborasi beberapa unsur yaitu, Muhtasib Gampong (Unsur Dinas Syariat Islam), Babinkamtibmas (unsur Polsek), Babinsa (unsur Koramil), Linmas dan Ketua Pemuda (unsur gampong).

Pageu gampong berfungsi sebagai berikut:

  1. Melakukan pemetaan potensi terjadinya pelanggaran Syariat di gampong
  2. Mensosialisasikan nilai-nilai Syariat di gampong
  3. Melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Syariat di gampong
  4. Melakukan pemantauan dan pencegahan terjadinya pelanggaran Syariat digampong
  5. Membantu penegakan Syariat Islam di gampong
  6. Melaporkan kepada keuchik terhadap perkembangan situasi gampong terkait dengan ketertiban pelaksanaan  Syariat di gampong.
  7. Menjaga Marwah warga gampong sebagai masayarakat yang menjunjungtinggi adat dan Syariat Islam.

Kehadiran Pageu gampong akan menjadi sebuah system pengendalian Syariat bila Lembaga ini difungsikan secara maksimal. Mungkin ini menjadi alternatif penegendalian pelanggaran Syariat yang membutuhkan kajian mendalam  lebih lanjut agar pageu gampong ini benar-benar efektif dalam melakukan tugas dan fungsinya.

Pengendalian pelanggaran Syariat ini sagat penting dan harus menjadi perhatian kita semuanya.Bila tidak nanggroe Syariat yang  kita banggakan ini akan sia-sia tidak bermakna bahkan akan  akan menjadi bahan olok-olokan  belaka. Bila ini terjadi maka akan menjadi dosa kita semua yang telah mensia-siakan Amanah Allah. Muliakan Aceh dengan amal shaleh dan majukan Nanggroe Meutuah dengan Syariat Allah.(**)

Exit mobile version