kabarnanggroe.com – Alat musik tradisional Aceh, Canang Ceureukeh yang mungkin asing bagi sebagian orang diperkenalkan dalam Festival Kultural Kesenian dan Kebudayaan serta Pameran Temporer Koleksi Museum Lhokseumawe.
Kegiatan ini memang sudah berlangsung pada 25 April 2025 silam, tetapi setidaknya dapat diangkat kembali untuk mengetahui alat musik tradisional khas Lhokseumawe ini yang terbuat dari kayu, dimainkan dengan cara dipukul, termasuk dalam klasifikasi idiophone.
Alat musik ini memiliki beberapa bilah kayu yang diletakkan di atas penyangga dan memiliki fungsi ganda: sebagai alat musik dengan bunyi melodis dan ritmis, serta sebagai penangkal hama di sawah dan ladang., karena suara yang ditimbulkan membuat burung dan hama tidak berani mendekat.
Bilah-bilah kayu memiliki makna simbolis. Bilah pertama disebut “Tingkah” (melambangkan kehidupan), bilah kedua dan keempat disebut “Rempah” (melambangkan bumbu masakan), dan bilah ketiga disebut “Chup-chup” (melambangkan tindakan mencolek atau menggoda, sebagai pengingat untuk menjauhi perbuatan yang tidak baik).
Canang ceureukeh hampir punah, namun dilestarikan oleh para pengrajin lokal. Canang Ceureukeh alat musik khas eks kota petro dolar itu telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2022 lalu.
“Festival ini menjadi panggung strategis untuk memperkenalkan kekayaan budaya lokal sekaligus mendorong peran seni dalam ekonomi kreatif,” kata Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdako Lhokseumawe, Muhammad Maxsalmina.
Selain peluncuran Canang Ceureukeh, festival juga diramaikan pertunjukan seni, pameran temporer koleksi museum, serta beragam lomba budaya. “Budaya bukan hanya warisan, tapi juga potensi ekonomi. Lewat festival ini, kita ingin budaya dan ekonomi jalan beriringan,” ujarnya.
Festival tersebut juga menjadi ruang tampil bagi seniman lokal dan pelajar, serta momentum membangun kesadaran budaya di tengah masyarakat.
Melalui pelaksanaan festival ini, Pemerintah Kota Lhokseumawe berharap dapat terus mendorong pelestarian dan pengembangan kebudayaan daerah, sekaligus memperkuat peran budaya sebagai fondasi dalam pembangunan pariwisata dan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal.(Adv)
