kabarnanggroe.com – Budaya peusijuek atau tepung tawar sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat Aceh untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas harapan yang dicanangkan telah tercapai, mulai dari upacara kecil sampai besar.
Peusijuek merupakan upacara adat Aceh yang sudah biasa dilakukan pada hari penting seseorang, seperti pernikahan, menuntut ilmu, menunaikan ibadah haji, naik pangkat, memiliki rumah baru, memiliki kendaraan baru, dan lain sebagainya.
Upacara adat Peusijuek dipimpin oleh tokoh agama atau tokoh adat setempat untuk memimpin doa-doa keselamatan dan kesejahteraan kepada Allah SWT. Para tokoh ini merupakan sosok yang dihormati, mereka bisa berupa laki-laki atau perempuan.
Peusijuek berasal dari bahasa Aceh yang berarti menjadi dingin atau mendinginkan yang berawal saat Aceh menerima ajaran Islam pada abad ke-7 oleh pedagang dari Arab dan proses pengenalan Islam dilakukan secara damai dan tanpa penaklukan.
Kemudian, terjadilah pembaruan budaya, yaitu Islam dan budaya masyarakat Aceh. Pembaruan ini menghasilkan budaya baru, yaitu peusijuek. Budaya ini menyebabkan adanya sejumlah perubahan, terutama pada doa-doa yang digunakan.
Jika sebelumnya doa menggunakan mantra-mantra dalam bahasa Aceh, kemudian berganti dengan doa-doa yang berbahasa Arab. Adanya, perpaduan budaya menyebabkan upacara peusijuek masih digunakan hingga saat ini. Upacara adat ini dapat dilakukan perorangan maupun kelompok untuk mengucap syukur kepada Allah SWT.
Mereka akan mengundang orang tua yang dianggap sebagai tokoh agama yang memiliki ilmu-ilmu agama yang tinggi, seperti Tengku (ustadz) dan Umi Chik (ustadzah). Karena, peusijuek harus dilakukan tokoh yang paham adat dan agama, agar niatnya tidak melenceng.
Sementara, orang yang mengadakan peusijuek akan menyiapkan bahan-bahan untuk upacara. Untuk peusijuek, maka dibutuhkan bahan-bahan yang mudah didapat di sekitaran rumah, seperti dedaunan dan rerumputan yang melambangkan keharmonisan, keindahan, dan kerukunan.
Bahan perlengkapan lainnya berupa beras dan padi yang melambangkan kesuburan, kemakmuran, dan kekuatan dan terakhir adalah air dan tepung ketan, sebagai simbol persaudaraan dan ketenangan.
Dalam tata caranya, Tengku akan memercikan air ke kiri dan ke kanan sembari melakukan gerakan menggunakan dedaunan dan rerumputan. Beras dan padi ditaburkan, sedangkan tepung dan ketan akan dioleskan di telinga kanan dan kiri pada orang yang dipeusijuek.
Dalam beberapa prosesi peusijuek ada juga penyelenggara yang menyiapkan tambahan, seperti buah talam, kue, tempat cuci tangan, dan tudung saji. Tahap selanjutnya, tengku akan memanjatkan doa-doa kepada Allah SWT supaya dilimpahkan kedamaian, keselamatan, dan dimudahkan rezeki.
Proses terakhir dari upacara adat peusijuek, para tamu memberikan memberikan uang pada orang yang menyelenggarakan peusijuek. Sebaliknya, pemberian uang juga dilakukan jika orang dipeusijuek naik haji, acara sunatan, atau pernikahan.
Upacara adat dengan unsur agama ini telah dipegang teguh oleh masyarakat Aceh hingga kini. Proses upacaranya harus dipimpin Tengku atau Umi yang mendalami ilmu agama supaya agar dapat memanjatkan doa kesejahteraan, keselamatan, dan kedamaian kepada Allah SWT.
Sementara itu, para pejabat atau tokoh yang datang ke Aceh tentuya akan tetap disambut dengan prosesi peusijuek. Sejumlah tokoh yang pernah dipeusijuek saat berkunjunjung ke Aceh antara lain Presiden Joko Widodo, Surya Paloh, Ganjar Pranowo, hingga Anies Baswedan saat melakukan safari politik.
Bahkan, mantan gubernur Aceh Irwandi Yusuf juga dipeusijuek ketika pulang perdana ke Tanah Rencong usai bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin. Ada juga, orang yang baru memperoleh jabatan biasanya menjalani prosesi peusijuek.
Misalnya Achmad Marzuki dipeusijuek usai dilantik menjadi Pj Gubernur Aceh serta Saiful Bahri alias Pon Yaya dipeusijuek setelah dilantik sebagai Ketua DPR Aceh. Prosesi peusijeuk ini sebuah tradisi yang sudah melekat dalam masyarakat Aceh dengan tujuan utama bersyukur kepada Allah SWT.
Peusijuek sendiri berarti mendinginkan atau menenangkan hati dan dilakukan saat seseorang mendapat kebahagiaan atau rahmat dan juga kala seseorang terlepas dari suatu musibah yang menghimpitnya.
Bagi masyarakat Aceh, budaya peusijuek tidak pandang kaya atau miskin, tetapi semua lapisan masyarakat untuk menyampaikan rasa syukur mendalam atas keberhasilan yang telah diraihnya berkat pertolongan dari Allah SWT. Amin! (Adv)
